webnovel

Seseorang Sedang Mengintaimu

Satu tangan Hailexa yang sedang terkepal, ia gunakan untuk memukul meja hingga menimbulkan bunyi yang nyaring. Beberapa orang di dalam ruangan menoleh, Bedric jadi salah satunya. Lelaki itu terlihat ingin bicara, namun seketika menjadi bungkam.

Awalnya Hailexa masih bisa bersabar, menekan rasa kesal serta penasarannya. Namun ini sudah berjalan empat hari dan belum ada informasi apa pun yang ia dapatkan. Hailexa jelas tahu jika semua orang sedang menyembunyikan sesuatu. Mau sampai kapan mereka bungkam seperti ini? Apa kehadirannya sudah tak lagi penting?

Selama tiga hari Hailexa masih bisa menjalankan kehidupannya seperti biasa, dengan gantungan kunci yang terus melekat, meski saat akan meninggalkan atau kembali ke apartemen ia selalu ditemani oleh Alesya atau Bedric. Itu bukan masalah besar walau sebenarnya ia sedikit terganggu. Akan tetapi, kemarin Alesya mengatakan jika dirinya harus tinggal di markas sampai situasi membaik. Hailexa pikir ia hanya datang untuk menginap, tetapi kenyataannya Alesya justru mengurungnya di tempat ini seperti seorang tahanan. Hailexa tidak diperbolehkan pergi ke luar sama sekali.

"Aku lelah. Tidak bisakah kalian memberiku izin tiga puluh menit saja?" pinta Hailexa dengan suara yang bergetar. "Aku sudah menuruti semua yang kalian inginkan. Pergi dan pulang selalu diantar, menginap di tempat ini, bahkan menerima pemberian mobil yang jelas tidak pernah aku inginkan sejak awal. Berikan aku ruang dan waktu."

"Grace, aku tidak bisa melakukannya. Tidak bisa di saat kami masih menunggu pelaku yang meletakkan benda itu muncul," balas Alesya.

"Kalau begitu kenapa tidak kalian cari saja? Bagi kalian itu jelas bukan hal yang sulit."

"Ada beberapa alasan yang membuat kami harus menundanya. Untuk saat ini yang terpenting adalah keselamatanmu. Kami ingin memastikan kau tetap aman."

Hailexa mengusap wajahnya kasar. Kesabarannya juga punya batas. Sekarang ia marah, kesal, sekaligus kecewa. "Keselamatanku? Omong kosong. Jika benar seharusnya kalian segera bertindak, bukan mengurungku seperti sekarang. Lagi pula untuk apa mementingkan keselamatanku? Aku hanya gadis yang bekerja untuk tempat ini dan siap menerima segala risiko. Itu sudah tertera pada kontrak. Nyawaku sudah jadi milik kalian."

"Hailexa, kenapa bicara seperti itu? Kau memang bagian dari kami, tetapi nyawamu tidak akan pernah jadi milik kami," ujar Bedric. Suaranya mengalun dengan lembut, merasa tidak tega usai mengendengar kalimat Hailexa.

"Diamlah Bedric. Jangan bersikap seolah kau kasihan padaku, padahal sebenarnya sama saja." Kali ini tangis Hailexa pecah. Air matanya mengalir begitu deras hingga membasahi kedua pipinya. "Apa kau berpikir selama ini aku diam, dan tidak tahu jika kalian sedang menyembunyikan sesuatu? Aku tahu Bedric, aku tahu."

"Grace, kami tidak menyembunyikan apa pun."

"Berhenti untuk berbohong. Kau bicara tentang seseorang yang menemukan seseorang dan waktunya terlalu cepat. Jangan pura-pura lupa. Lagi pula, jika aku adalah bagian dari tempat ini, bukankah seharusnya kalian memberitahuku?" Hailexa menarik napas panjang. Ia terdiam dalam beberapa menit, mencoba untuk menenangkan diri sekaligus menghentikan tangisnya. "Bisakah aku berhenti dari pekerjaan ini?"

Pertanyaan Hailexa sukses mengejutkan mereka yang mendengarnya. Semua orang terdiam, tidak ada yang berani angkat bicara. Hailexa sadar jika sikapnya ini keterlaluan dan sangat memalukan, namun dirinya sudah tak punya akal sehat untuk mengatasi rasa kacau di hatinya sekarang. Jalan terbaik adalah berhenti dari sisi dunia yang menyakitkan ini.

"Ambil seluruh tabungan dari gaji yang pernah diberikan. Aku akan kembali ke Washington dengan uang hasil bekerja di kafe. Sisanya akan kukembalikan sedikit demi sedikit, setelah aku mendapat pekerjaan baru nantinya. Pegang janji ini, aku tidak akan pernah lari."

"Kau bicara terlalu jauh. Tidak ada yang perlu dikembalikan, tidak ada yang akan kembali ke Washington. Tenangkan dirimu Grace, pikirkan ulang. Sekarang pergilah, kau butuh ruang dan waktu untuk menyendiri 'kan?"

"Bedric!" teriak Alesya atau lebih tepatnya membentak.

Rahang Bedric berubah keras. Tatapan lelaki itu begitu menusuk setelah mendengar suara Alesya. "Diam! Kau diam! Jangan membantah ucapanku!" perintahnya dengan suara tak kalah lantang. "Pergilah Grace. Segera kembali jika sudah tenang."

Hailexa merasakan ada sesuatu yang tidak beres di antara Bedric dan Alesya. Jika dilihat dari jabatan yang ada, tidak seharusnya lelaki itu memerintah serta bicara dengan nada tinggi pada Alesya. Akan tetapi Hailexa tetap melanjutkan niatnya untuk segera pergi ke luar, lebih tepatnya mencoba mengabaikan kejadian barusan.

Sebuah kafe di pinggir jalan yang lokasinya masih dekat dengan markas, menjadi tempat pilihan bagi Hailexa untuk menenangkan diri. Di hadapannya saat ini sudah tersaji secangkir teh dengan lemon dan sepotong kue keju. Beruntung sekali suasana kafe tidak terlalu ramai, setidaknya ini sedikit membantu Hailexa agar bisa berpikir dan bernapas dengan tenang.

Jemari Hailexa bergerak memutar sendok kecil di dalam cangkir, namun pandangannya tertuju pada orang-orang yang sedang berjalan di luar sana. Kebanyakan dari mereka sedang memamerkan wajah bahagianya. Ada yang sedang bermesraan dengan kekasihnya, tertawa bersama teman-teman, bahkan menghabiskan waktu dengan seekor anjing.

Dalam diam, Hailexa ingin sekali bisa merasakan hal seperti itu. Ia rindu kehidupan lamanya. Meski tidak dengan banyak uang, minimal hatinya dalam keadaan bahagia. Andai saja kehidupannya normal, mungkin saat ini dirinya sedang bersenang-senang dengan Alexander.

Ah, tiba-tiba saja Hailexa merindukan lelaki itu. Ini baru empat hari namun rasanya mereka seperti tidak bertemu empat minggu. Sedang apa dia sekarang?

Hailexa Spencer : Kau di rumah?

Hailexa tak langsung mengharapkan balasan dari Alexander. Lelaki itu tampaknya sedang sibuk. Entah dengan pekerjaan atau menikmati kebersamaannya dengan Nicholla. Hailexa bisa memakluminya.

Merasa cukup dengan waktunya, Hailexa kini memutuskan untuk kembali. Meskipun pada kenyataannya ia masih ingin lebih lama, Hailexa tak bisa meremehkan kebaikan yang diberikan Bedric. Nanti saat bertemu, Hailexa akan minta maaf pada laki-laki itu karena ucapannya yang sudah keterlaluan. Ia juga akan meminta maaf pada anggota lain atas sikap buruknya hari ini.

Hailexa berjalan santai sembari menikmati langit Turin yang sudah berubah gelap. Malam ini ia akan kembali menginap di markas, menghabiskan sisa harinya dengan kegiatan membosankan. Ini baru akan menjelang dua malam, namun Hailexa sudah sangat merindukan ranjang apartemennya.

"Siapa—" Kalimat Hailexa terputus, kedua tangannya yang sudah bersiap untuk melawan, jadi menggantung di udara saat menyadari jika orang yang merangkul bahunya adalah Bedric. "Kau mengejutkanku!"

"Shh... aku tahu. Maaf untuk itu. Sekarang ikuti aku menuju mobil, kumohon jangan membantah."

"Bedric," Hailexa menelan ludah, perasaannya berubah tidak enak, "ada apa?"

"Seseorang sedang mengintaimu di dekat sini. Beberapa menit lalu kami mendapatkankan koordinat lokasi dari ponsel yang sedang tersambung, dan berada tak jauh dari markas. Namun sekarang sudah hilang. Maka dari itu aku mencarimu, memastikan agar kau baik-baik saja sampai dia bisa ditangkap. Beberapa anggota juga sudah menyebar, jika terlihat sesuatu yang mencurigakan pasti akan langsung dikejar," jelas Bedric dengan suara pelan.