webnovel

BAB II : CHAPTER 15 : rasanya hambar

HAPPY READING AND HAPPY WRITING

Istana timur, kekaisaran Lurie, ruang makan, pagi hari.

Suara peralatan makan sesekali terdengar di antara keduanya yang tengah sarapan pagi bersama. Pilihan gaun hijau toska yang di pilih oleh dayang dayangnya dipakai Ingrid, yang mulia permaisuri terlihat jauh lebih segar.

"Bagaimana kabarmu?"

"Saya sudah merasa lebih baik dan lebih sehat, maaf jika pekerjaanku terbengkalai dan harus engkau yang mengerjakannya yang mulia."

Sudah genap tiga puluh hari, permaisuri kekaisaran Lurie, permaisuri Ingrid terbaring diatas kasur karena sebuah penyakit. Namun hari ini permaisuri Ingrid terlihat lebih segar, dari sejak terakhir Oats jenguk.

"Tidak masalah, kesehatanmu adalah yang paling utama. Kita adalah satu benar?"

"Terima kasih sudah mencemaskan saya."

"Tentu saja, selain permaisuri engkau adalah istriku dan juga ibu dari anak kita."

"Ah ya, bagaimana dengan pangeran, apa ia berulah kembali?"

Permaisuri Ingrid melanjutkan, "kala ibunya sakit, anak itu jarang sekali mengunjungiku dan sibuk bermain."

Permaisuri melepas garpu dan pisau yang ia pegang dan mengambil gelas minumnya, ketika memikirkan putra semata wayangnya yang memiliki sikap yang bertolak belakang sekali dengan ayah dan ibunya.

Oars tersenyum sedikit dan mengambil serbet kemudian mengelap mulutnya.

"Jangan terlalu khawatir permaisuri, ia sedang dalam masa belajarnya. Percaya padaku."

"Tentu saja saya percaya pada anda, hanya saja.."

"Pikiranmu hanya terlalu khawatir padanya, itu tak baik untuk kondisi kesehatanmu. Sebaiknya kau kembali beristirahat beberapa hari lagi permaisuri."

Ucap Oars menyarankan.

"Baik yang mulia"

Oars berdiri dari duduknya kemudian berjalan pergi meninggalkan ruang makan tanpa menghabiskan makanannya. Diikuti oleh kstaria Hugo, yang adalah kapten prajurit istana.

"Marquis Ardolf, panggilkan duke Barnold kemari."

Oars membuka beberapa dokumen yang belum sempat ia periksa di atas mejanya setelah diantarkan oleh duke Barnold, sekretarisnya semalam.

Beberapa menit, setelah marquis Ardolf keluar untuk memanggil duke Barnold sesuai yang diperintahkannya, suara pintu yang diketuk dari luar mengalihkan atensi Oars.

"Anda memanggil saya yang mulia?"

"Semalam kau mencariku untuk tujuan apa?"

"Ahh iya betul yang mulia... beberapa dokumen yang saya simpan diatas meja, itu laporan dari beberapa barang perdagangan kita yang sudah di kirim ke 3 kerajaan besar itu.."

Duke Barnold menggantukan ucapannya, melihat dengan taku takut pada sang kaisar. Oars masih membuka dokumen yang ia baca dengan seksama sembari mendengar apa yang diucapkan duke Barnold.

"...Tidak ada yang sampai sejak satu bulan yang lalu yang mulia."

"Sudah satu bulan tapi tidak ada yang melaporkannya padaku."

"Awalnya kami mengira ini hanya karena ulah bandit dan akan segera dibereskan oleh Grand duke Dinant yang mulia.."

"Apa itu alasan kalian untuk tidak melaporkan sesuatu yang kalian anggap sepele padaku?"

Oars menyandarkan punggungnya dan menghela nafas dalam.

"Sekecil apapun itu,"

"aku tidak ingin ada toleransi lagi untuk kedepannya"

"Kirim surat pada 3 raja untuk datang kesini"

"Baik yang mulia"

----------

Plak!

"Baru kali ini aku memukulmu dalam keadaan sadar Madeleine!"

"Apa kau tau apa kesalahanmu kali ini?"

Psyce diam menundukan kepalanya dalam. Jika dipikirkan oleh kepalanya, bahkan ibunya tanpa perlu alasan untuk memukul dirinya. Apa sekarang karena ibunya sadar memukulnya, ia mencari alasan.

Plak!

Sekali lagi tangan ibunya itu melayangkan, dirinya hanya bisa menerima tamparan di pipinya tanpa melakukan perlawanan apapun.

"Apa kau sudah bisu Madeleine?"

"Aku selalu pulang terlambat dan membuat ibu mencariku"

"Kalau kau tau apa kesalahanmu, lalu kenapa kau ulangi terus sampai ibumu harus sadar dan memukulmu baru kau mengerti!"

"Cepat pergi dan masak ini, aku lapar."

"Kalau besok kau kembali terlambat kembali ke rumah dan aku mengetahuinya, mungkin aku tidak bisa menahan diriku lagi. Kau mengerti Madeleine kecil?"

Psyce menganggukan kepalanya lantas segera berlalu ke dapur untuk memasak daging yang dibawa oleh ibunya.

'Masukan ini Psyce..'

'Jika dia mati, kau akan bebas'

Bisikan bisikan itu kembali terdengar ke dalam telinga Psyce, membuat lamunan Psyce buyar dan mengalihkan atensinya pada seisi dapur.

Tak ada siapapun, tapi kenapa suara itu terdengar sangat jelas. Tanpa mau berpikir panjang, Psyce mengambil wadah piring untuk menaruh masakannya.

Namun disisi piring yang ia ambil terdapat botol kecil yang entah berisi apa, membuka botol tersebut dan mencium baunya. Racun..

Bagaimana bisa botol racun ada di sini, siapa yang sudah masuk ke dalam rumahnya.

"Siapa kau?!"

Psyce berteriak di dalam dapur yang hening, memanggil seseorang yang mungkin saja masih ada di dalam rumahnya.

"Madeleine! apa kau memasak besar sehingga butuh waktu lama untuk itu?"

Teriakan ibunya membuat Psyce tersadar ia segera menyelesaikan pekerjaannya dan memasukan racun tersebut ke dalam saku bajunya.

"Cepat bawa makanannya!"

seru Garreta tak sabar.

"Iya bu."

Dengan sedikit buru buru segera memasukan masakan yang sudah jadi itu ke dalam piring baru dan membawanya pada ibunya.

"Makananmu mana?"

Pertanyaan itu membuat kerutan di dahinya. Apa ibunya mau dirinya makan bersama di sini?

"Apa tidak ada yang tersisa?"

"Su-sudah habis bu"

Ibunya hanya menganggukan kepala dan mulai memakan makanannya dalam diam tak menghirukan anaknya yang hanya bisa diam menatap ibunya.

"Aku akan pergi bekerja kembali malam ini, kau jangan kemanapun dan jaga rumah dengan baik"

"Baik bu"

Garreta berdiri dari duduknya dan mengambil jaketnya kemudian melangkah untuk pergi ke bar tempatnya bekerja malam hari.

"Kau bisa memakai kasurnya.."

Brak!

Pintu ditutup dengan sedikit keras membuat Psyce tak dapat mendengar jelas apa yang ibunya gumamkan sebelum berangkat bekerja tadi.

Setelah beberapa detik ia berdiri dan menatap sisa makanan yang ibunya tadi makan, Psyce menatap kembali kearah pintu untuk memastikan ibunya benar benar pergi atau belum.

Setelah dirasa ibunya benar benar pergi, tentu saja ia dengan cepat memakan sisa makanan tersebut dengan lahap namun tak sampai habis. Apa ini pertama kalinya ia memakan daging? rasanya benar benar luar biasa.

Psyce bergegas membawa makanan yang tadi ia sisakan dan membawanya untuk diberikannya pada Winter. Saat ia memakan makanan yang lezat, ia selalu teringat pada elang itu.

Psyce berlari ke dalam hutan untuk menuju ke arah sungai. Disana sudah ada temannya yang tengah meminum air sungai.

"Winter!"

Elang tersebut mencari asal suara dan menatap Psyce yang baru saja tiba.

"Aku membawakan makanan lezat, cobalah"

Sisa potongan daging yang ia bawa, ia sodorkan pada elang putih itu yang langsung di makan oleh winter.

"Makanan lezat selalu disukai oleh kita berdua.."

Tangannya mengelus lembut bulu winter yang halus ketika elang tersebut masih dengan lahap memakan daging yang dibawa olehnya.

"Winter.. buku cerita yang aku bicarakan itu belum aku temukan.."

"Tunggulah sebentar lagi ya? aku sedang mencarinya."

"Maafkan aku."

Dengan wajah menyesalnya gadis itu berkata sambil mengusap terus bulu putih elang tersebut.

Winter hanya menatap Psyce tak mengerti kemudian melanjutkan makannya. Kemudian terbang ke arah sungai untuk kembali minum setelah makanan ia habiskan.

"Kau benar benar elang yang pintar winter."

Psyce terlihat senang karena makanan yang ia bawa sudah dihabiskan oleh temannya.

"Andai kau bisa menjadi manusia, dan kita bisa bertukar cerita,"

"itu tak mungkin ya?"

Psyce terkekeh sendiri dan menyandarkan punggungnya pada pohon rindang di belakangnya sembari menatap winter dari tempatnya dengan mata yang meredup.

Matanya sangat berat. Terasa mengantuk, suasannya sangat membuat ia mengantuk hingga Psyce jatuh tertidur.

-

-

-

tbc