webnovel

The Mistake (balas dendam)

Tak pernah terpikirkan oleh lyra, pemuda tampan, mapan dan seorang presdir lebih memilih ia yang punya wajah jelek dari sang kakak. Terlebih sebelumnya kedua orang tersebut berpacaran. Lalu siapa sangka niat Denes Alkhair adalah memilih ia hanya agar sang mantan kekasih, kakak Lyra menyesal lalu kembali padanya. Saat hari pernikahan, Lyra harus menanggung malu saat Denes bilang ingin menikah dengan sang kakak. Akhirnya Lyra sadar, ia hanyalah umpan basi. Kemunculan Martin Jinan yang sudah lama membenci Denes membuat Lyra terjebak antara pilihan sulit. Akankah Lyra menikah dengan Martin diiming-imingi pembalasan dendam pada keluarga Alkhair? Baca novel Raein23_Raein yang lain, Berawal dari Satu Malam dan Devil CEO and Stronger Girl.

Raein23_Raein · Urbain
Pas assez d’évaluations
165 Chs

29 Adik Biadab Or Kakak Kurang Ajar?

Gak boleh, Martin memang tak main tangan pada Lyra tapi perkataannya benar-benar nusuk. Gak pernah mikirin perasaan Lyra yang sakit oleh kalimat ceplas-ceplos orang tersebut.

Mulutnya tercipta untuk buat orang kesal?

Kalau iya lebih baik tenggelamin orang ini ke laut. Banyak orang yang sakit hati dan sudah barang tentu musuh-musuh itu ingin Mr Jinan mati.

Salah satunya Lyra.

"Ngomong itu harus direm Martin. Iya kalau aku, kalau orang lain kamu bakalan dapat musuh. Gak heran kalau suatu saat nanti kamu mati tanpa alasan jelas."

Habis marah-marah Lyra meringis, Martin mencium pundak telanjangnya. Bukan sebatas cium tapi mengigit gemas. Lyra yakin ada bekas tertinggal. Tak puas di pundak, leher pun turut jadi sasaran orang tersebut.

Martin senyum lihat tanda hasil karyanya, akan tetapi suara isak tangis buat orang tersebut tertegun.

"Aku apa sih buat kamu." Lyra terus nangis. "Tega banget. Aku sadar diri cuman mitra with benefit, tapi kan gak harus begini. Sakit tahu gak. Hati dan fisik aku terluka, tapi kamu gak peduli. Terus kalau aku meninggal gimana? Kamu tinggal cari mangsa baru. Dasar Lyra bodoh!"

Sambil nangis-nangis Lyra terus menggerutu. Ia menyumpahi diri sendiri, bukan Martin. Ah tidak, maksudnya dua-duanya. Lyra sampai sulit ngomong sebab ia yang menangis. Air asin dan buat muak tersebut terus mengalir.

Bodoh kan?

Tangan Martin tergerak untuk usap pelan rambut istrinya.

"Jangan nangis atau aku tak bisa nahan diri. Kamu mau aku pukul?"

Bukannya berhenti, makin kencang suara tangisan Lyra. Sampai Martin harus nutup telinga, gak sanggup dengar raungan Lyra.

"Hua... aku gak sanggup lagi. Ya udah ayo cerai," ujar Lyra sebegitu mudahnya. Habis gak tahan lagi.

Mata Martin berkilat marah. Ia benar-benar tak bisa menahan diri!

Lyra terpaku saat orang yang tengah memeluknya, buat ia berhadapan dengan orang tersebut. Hal yang paling tak bisa di terima akal adalah, Martin seenak jidat mencium.

Kalau gak berhenti ngoceh harus pakai 'itu' ya!?

Bungkam dengan hal yang tak pernah Lyra pikir sebelumnya. Sumpal pakai bibir, langsung dari sumbernya. Dasar tukang ambil kesempatan dalam kesempitan!

"Martin?"

Ciuman itu pun terlepas. Wajah Martin terlihat seperti orang kaget. Orang yang datang itu adalah.... adik Martin!

Orang yang harusnya berada di luar negeri. Bukan disana.

Orang itu terlihat menyeringai. Hanya satu kata yang keluar dari orang tersebut.

"Wow."

*****

Orang tersebut menyeringai sambil bilang begini. Semakin bagus dengan gerakan mengibaskan tangan canggung. Sol dibuat canggung lebih tepatnya.

"Oh, maaf. Aku ganggu ya. But, who? Perempuan simpanan?"

Mata Lyra membulat. Ia refleks lepas pangutan Martin darinya, lalu, yang harus Lyra dengar hal tak senonoh?

Kasar.

Dasar, orang itu mulutnya ingin Lyra robek. Siapa yang berani bilang ia perempuan simpanan?

Mana dari penampilannya masih anak baru gede lagi. Atau tidak, menuju dewasa awal.

Lyra istri tak dianggap tahu!

Eh, apa yang bisa diharapkan dari istri tak dianggap?

Sama saja.

Cuman seenggaknya ada kalimat istri, lebih terhormat ketimbang perempuan simpanan. Ingat tuh.

Hua... Lyra sakit hati dengar kalimat kurang layak tersebut!

"Kapan kamu pulang?"

Wajah orang yang 50% mirip Martin tersebut natap lurus. Apa yang salah, suka-suka dia mau pulang kapan. Toh Martin gak bakal jemput dia di bandara. Orang itu kan sibuk dan memang dasar gak peduli.

Oh, sekarang bicara soal formalitas, right.

Orang baru tersebut angkat bahu acuh. Ia tatap Martin bosan.

"Barusan. Aku langsung kesini untuk tidur. Capek benget nih, aku pikir mansion kosong habis Kakak sering di apartemen. Eh tahu-tahu lagi 'main.'"

Setelah bicara begitu dengan mudahnya, orang itu terkekeh. Sialan, siapa yang ngajarin anak kecil bicara tak baik?

Umurnya berapa sih!?

Jelas masih anak-anak, muka dan ekspresinya masih bau kencur.

Sebut orang itu Felix. Adik sepupu Martin yang ia angkat jadi adik sungguhan. Sama seperti Martin, kedua orangtua anak tersebut sudah meninggal oleh sebab kecelakaan.

Cuek, orang itu pun melenggang pergi, langkah santai dan wajah diangkat tinggi-tinggi. Ia baru saja pulang dari Inggris.

Menimba ilmu kelas XII high school.

Lyra yang gak terima dibilang perempuan murahan langsung berucap. Gak boleh keduluan orang itu pergi.

"Anak kecil, dengar, aku istri Martin Jinan. Kamu siapa sih, gak punya sopan santun main masuk. Hargai orang di depan!"

Suara cempreng Lyra keluar. Ia tak habis pikir. Ini anak kecil siapa?

Pas nikahan kok dia gak lihat?

Padahal tamu dikit, secara otomatis jangkauan makin besar.

Lyra gak percaya, anak itu panggil Martin pakai nama doang!

Sedangkan Martin tersenyum. Aura Lyra berubah, yang tadi nangis sekarang penuh kepemilikan. Inilah yang ia suka. Kepemilikan terhadap status pernikahan mereka.

Felix kaget. What, kakaknya udah nikah!?

Kapan!?

Kok dia gak dikasih kabar!?

Dasar, gak dianggap nih si Felix. Sakit hati Felix. Semakin mendramatisir, Felix realisasikan rasa sakitnya dengan pegang dada.

Tuhan sangat tidak adil terhadap anak baik seperti Felix.

"Kak, beneran udah nikah?" Air muka Felix terlihat aneh.

Ia tak henti-hentinya lihat Lyra seakan-akan tengah menilai. Gak buruk sih, tapi Felix ilfeel. Dari cara ngomong orang itu sudah kentara kalau dia cerewet minta ampun. Buat otak panas.

Lihat aja, Felix bakal bungkam mulut nyebelin itu.

Martin mengangguk membenarkan ucapan Lyra. Sementara pelukannya pada sang istri makin mengerat.

"Iya, maaf gak kasih tahu kamu. Nikahannya mendadak. Resepsi aja belum."

Martin terlihat biasa, tak singkron dengan perkataan sendiri. Minta maaf yang tak disesuaikan dengan hal-hal baik, justru ia terlihat cuek. Memang dasar si Mr Jinan.

"What, nikah mendadak. Ngisi duluan ya Kak?"

Mata belo Lyra membulat. Untuk kesekian kalinya. Apa sih yang ia dengar sekarang!?

Dasar gila!

Itu mulut apa ember, gak disaring, ngomong asal, suka aneh, pokoknya gila!

"Mulutmu Lix, jaga dikit dong. Ini depan istri Kakak."

Hoek, rasanya Lyra kepengen muntah. Pembicaraan dua orang di dekatnya buat jijik. Pantas aja Martin ceplas-ceplos, orang dekat dia pun juga gitu. Teman atau keluarga?

Lyra pun beralih ke Martin. Ia bertanya ke orang tersebut.

"Itu siapa Martin?"

Lupakan dulu soal Lyra yang lumayan tersanjung plus jijik oleh perkataan Martin. Sekarang yang harus Lyra ketahui adalah indentitas orang asing tersebut.

Orangnya gak sopan.

Martin jawab pertanyaan Lyra tanpa lihat sedikitpun. Tidak ke Lyra ataupun Felix. Lihat dan perhatikan indentitas orang baru gak paham peraturan tersebut.

"Adik aku. Namanya Felix Jinan. Sebenarnya adik sepupu tapi aku angkat menjadi adik. Dia sekolah tingkat SMA di Inggris."

Ouh, Lyra paham. Mereka cocok jadi keluarga. Dua-duanya gak bagus dalam hal attitude. Lyra meringis.

"Felix, besok kamu pergi ke rumah. Jangan ke apartemen ataupun mansion."

Si tuan yang diajak bicara berdecak. Udah biasa dengan kebiasaan Martin. Ia tahu orang itu punya banyak perempuan nakal. Lalu, gak mau di ganggu. Martin butuh kualiti time dengan para perempuan nakalnya.

Felix tersenyum remeh, ia terpikir akan sesuatu. Kerjain Martin dikit-dikit gak apa-apalah.

Kira-kira akan bagaimana?

*****