webnovel

The Mistake (balas dendam)

Tak pernah terpikirkan oleh lyra, pemuda tampan, mapan dan seorang presdir lebih memilih ia yang punya wajah jelek dari sang kakak. Terlebih sebelumnya kedua orang tersebut berpacaran. Lalu siapa sangka niat Denes Alkhair adalah memilih ia hanya agar sang mantan kekasih, kakak Lyra menyesal lalu kembali padanya. Saat hari pernikahan, Lyra harus menanggung malu saat Denes bilang ingin menikah dengan sang kakak. Akhirnya Lyra sadar, ia hanyalah umpan basi. Kemunculan Martin Jinan yang sudah lama membenci Denes membuat Lyra terjebak antara pilihan sulit. Akankah Lyra menikah dengan Martin diiming-imingi pembalasan dendam pada keluarga Alkhair? Baca novel Raein23_Raein yang lain, Berawal dari Satu Malam dan Devil CEO and Stronger Girl.

Raein23_Raein · Urbain
Pas assez d’évaluations
165 Chs

26 Jaga Sikap

Tanda alarm tuh. Lyra pusing!

Dia gak tahu harus melakukan apa. Giman dong?

Berpikir wahai otak. Jangan cuma cengo doang. Terlepas mau bagaimanapun, harus dimanipulasi.

C'mon. Ting, Lyra out to dunia khayalan. Ia harus berpikir pas untuk hal tersebut. Baiklah, dunia akting dimulai.

Lyra pun lihat sang bibi lurus.

"Oh iya Bi, tolong kasih tahu sebentar lagi aku turun. Sekarang mau siap-siap."

"Baik."

Ngomongnya sih gitu, tapi kok tuh bibi gak gerak-gerak juga.

Lyra mengerjap lamat-lamat lihat bibi belum beranjak. Why, ada yang salah?

Pikiran Lyra makin traveling saat lihat senyum tak nyaman bibi tersebut. Sebuah senyum yang sangat tak enak kalau ditunjukin.

"Ly, bibi bantu jalan. Tuan bilang kamu sulit gerak. Tidak apa-apa, gak usah malu ke bibi."

Mampus, silahkan tenggelamkan diri ke tanah Lyra, kau tak punya wajah depan siapapun.

Dasar Martin!

Lyra sudah meraung-raung, sumpah serapah sampai kata-kata kotor nan kasar ngalir dari 'tempat, yang tak bisa ia bayangkan sebelumnya. Tak bisakah lebih buruk!?

Ya, meskipun dalam hati sih ngeraungnya.

Lyra hanya mengangguk patah-patah, kaku sampai rasanya badan tak bisa merespon benar.

Ya sudah harus temui ayah dan ibu.

Lantas benar, Lyra dibantu bibi. Pemandangan yang membuat dua orangtua yang tengah duduk manis sambil menikmati makanan tersebut berganti lihat Lyra.

Ada tatapan yang tak bisa Lyra respon baik. Lidah kelu dan tatapan takut. Kalau begini apa yang harus Lyra perbuat?

Jujur atau tidak?

"Selamat pagi menjelang siang, Bu, Yah."

Senyum dulu. Setidaknya itu yang nyangkut di kepala Mrs Jinan tersebut. Sambil berbincang-bincang berharap pikiran buruk teralih. Semua pikiran yang ada dalam otak sang ibu dan ayah. Pun juga otak Lyra sendiri.

Ini yang terbaik. Harus jadi aktris dadakan tanpa casting.

"Kamu kenapa sayang jalan dipapah Bibi?"

Sudah susah payah mengalihkan pembicaraan, ujung-ujungnya masih ditanya juga. Hiks, kenapa begini...?

Lyra mengedarkan pandangan ke sembarang arah, asal gak bertemu ke manik ayah ataupun ibu.

Biar natural, Lyra terkekeh sebelum akhirnya berucap, "em... Lyra habis jatuh di kamar mandi Bu. Gak hati-hati padahal lantainya gak licin. Kan dari kecil ceroboh."

Yes, air muka ayah dan ibu menunjukkan kalau akting Lyra bagus. Toh memang itu benar kok, Lyra ceroboh. Tak jarang melukai diri sendiri oleh sebab sifat tersebut. Lyra adalah orang terjujur.

"Kamu ini masih aja kayak dulu. Untung Martin gak marah."

Ekspesi Lyra datar saat nama Martin disebut. Bisa gak sih gak ingatkan orang itu ke Lyra. Satu hari doang. Gitu?

Setiap kali dengar nama Martin aja, Lyra jadi kepengen mukul sesuatu.

Arrgghh, gak tahan. Alhasil kursi empuk tempat duduk pun Lyra pukul. Hal itu Lyra lakukan tanpa disadari.

Ayah Lyra terkesiap, gak boleh pukul kursi.

"Eh jangan pukul kursi, harganya mahal lho."

Dasar, perkataan ayah bikin Lyra makin mencak-mencak. Bukannya berhenti Lyra lebih kuat mukul tuh kursi.

"Ra."

"Gak bakalan rusak kok Bu. Tenang," ujar Lyra cepat.

Kesal!

Untung bisa ditahan, kalau tidak Lyra pasti mengumpat. Akhir-akhir ini, cuman absen nama-nama penghuni kebun binatang aja yang belum Lyra sebut. Kalimat kasar mah udah diborong habis.

Tarik napas, buang. Lyra tersenyum lihat kedua orangtuanya yang seperti akan ngamuk.

Satu hal yang buat Lyra habis kendali, seseorang tiba-tiba datang lalu berteriak.

"Halo semuanya, kenalkan aku pacar Martin. Orang yang jadi istri palsu itu cuman ingin balas dendam!!!"

Damn.

Fucking girl!

Bagaimana cara orang gak tahu malu tersebut masuk!?

Bukannya sudah masuk daftar hitam?

Ah this is crazy!

*****

Napas Lyra memburu ibarat habis lari sprint. Orang gila itu buat hal tidak-tidak depan orangtuanya!?

Setelah menerobos masuk, tuh orang tanpa tahu malu langsung bilang hal paling tak masuk akal. Urat malu dan harga diri orang tersebut dimana?

Hah, Tuhan.

Harus kasih pelajaran khusus. Jangan biarin orang gila itu bersikap kurang ajar!

Akting ronde dua mulai. Bagi Lyra, sejak memutuskan untuk balas dendam, dia jadi lebih banyak bersikap licik. Mulai saat itu, spesialisasi Lyra adalah berbuat buruk.

"Hahaha, Satin, kamu aktingnya bagus banget sih. Sini duduk."

Langkah Lyra pasti hingga tak lama kemudian ia pun bsudah sampai depan sang empu.

Orangtua Lyra yang kaget langsung natap aneh. Sejak kapan Lyra punya teman model begitu?

Gak sopan, datang-datang teriak dan tak pakai tata krama. Lalu yang ia sebut benar-benar tak masuk akal.

Mata Satin membulat. Orang tak tahu diri sendiri itu!

Satin tak terima kalah oleh orang tersebut!

"Heh Lyra kamu jangan sok akrab. Dengar, pergi dari mansion atau aku akan buat hidup kamu menderita. Martin milik aku!"

Lyra dengan polosnya mengangguk, lebih jauh ia bukannya malah malah usap pelan bahu Satin. Seolah-olah mereka benar-benar teman baik.

"Iya aku ngerti kok." Lyra pegang bahu Satin sambil modus dikit remas setengah kuat bahu Satin. Sampai, orang itu melotot ke Lyra. Dengan santainya Satin pun langsung bicara kembali. "Kamu bisa diam gak, kalau gini terus terpaksa aku masukin kamu ke RSJ."

Lyra terlihat sangat bersalah. Mimik muka ditekuk dan berlagak sedih. Sedangkan Satin rahangnya mengeras. Jatuh sebentar namun dengan cepat ia perbaiki. Maksudnya si rahang itu lho.

Belum cukup, Lyra ingin kasih perempuan tak tahu diri tersebut pelajaran yang lebih berkelas. Biar kapok!

Perlahan berusaha pegang tangan Satin namun ditepis oleh orang tersebut. Yang awal gak ditepis. Hah, dasar pencicilan.

Lyra tersenyum misterius, alih-alih marah ia justru bicara begini.

"Satin, aku pikir kesehatan kamu makin nurun, kita ke rumah sakit ua. Gak apa-apa, kamu normal kok, tapi jangan ganggu Martin, dia udah nikah."

Terdengar suara seseorang berteriak. Suara tersebut berasal dari ibu Lyra. Kalau Lyra sih B aja sambil nahan tangan si perempuan gak tahu malu ingin mencakar wajahnya.

Cakar, lihat saja yang terjadi. Cakar saja, itu pun kalau bisa.

Lupa atuh Lyra punya tenaga di luar batas normal?

Kedua orang tersebut pun langsung menghampiri Lyra, gak boleh dibiarkan. Mereka harus cepat melerai pertikaian tak berdasar tersebut.

Lyra terlihat santai tahan pergerakan Satin. Mau cakar-cakar dia. No.

"Yah bantu Lyra, ini teman Martin yang terobsesi sama dia. Orangnya maniak dan gak segan-segan buat hal gak masuk akal. Makanya sekarang harus kita kirim ke RSJ."

Lyra menyelipkan rambut ke belakang telinga. Berlagak risih ke orang yang tangannya tengah ia tahan. Sementara itu manik kedua orangtua Lyra terlihat kesal.

Fiks, usah siap semprot Satin. Makanya, jangan macam-macam sama orang yang dulunya tertindas. Sekarang udah kelihatan gimana dampak yang keterima?

Orang tertindas bisa jadi apapun. Kalau sudah marah, berubah jadi maung pun Lyra bisa kok. Perang besar akan terjadi?

Oke, tinggal lihat saja yang terjadi kedepannya. Tak semua hal sesuai ekspektasi.

*****