Kenzo sedikit gelagapan ketika Maya bertanya demikian padanya, tidakkah Maya terlalu ingin tahu bagaimana kriteria wanita yang Kenzo inginkan selama ini?
"Dia sangat manis dan lugu," jawab Kenzo sekenanya setelah terdiam beberapa menit.
"Oh ya? Wah, sepertinya aku mulai mendapatkan saingan," balas Maya begitu saja.
"Hei, Ayolah. Jangan mengerjaiku lagi," ucap Kenzo dengan nada malas.
"Hahaha, baiklah. Aku hanya bercanda saja, Ken. Aku turut senang akhirnya kau memiliki pacar, aku merasa kau benar-benar menyukainya."
Kenzo terdiam sejenak dan menatap dalam wajah Maya.
"Apa? Kenapa menatapku begitu? Apakah aku salah? woah, sepertinya kau masih saja playboy seperti yang di bicarakan para gadis di sekolah," sahut Maya menanggapi pandangan Kenzo padanya.
"Lalu, kau percaya itu?"
"He-hem, may be yes may be no. hihihi…" sahut Maya cekikikan.
"Lalu bagaimana denganku? Sudah berapa banyak kau menelan korban dengan mematahkan hati para lelaki?"
"Hahaha… Aku anggap kau sedang memujiku kali ini, Ken."
Lagi dan lagi Kenzo menatap tajam wajah Maya sehingga membuat Maya sedikit salah tingkah.
"Cih, baiklah-baiklah… Saat ini aku memang sedang menjalani hubungan dengan seorang pria, tapi ayah dan ibuku tidak menyukainya. Jadi, kami menjalani hubungan ini diam-diam."
"Ehm… Apakah itu salah satu kau harus pindah ke kota ini lagi, May?"
"Menurutmu?"
"Dasar payah, apakah pria itu sangat buruk sehingga om dan tante tidak menyukainya? Atau mungkin karena wajahnya buruk, dan tentu sudah pasti lebih tampan Kenzo bukan?"
"No no no, dia jelas lebih tampan dan lebih semuanya dari seorang Kenzo. Hanya saja, kami berbeda keyakinan. Dan ayahku tahu hal itu," jawab Maya dengan nada lirih.
Degh!
Pandangan kedua mata Kenzo terkesiap, dia merasa seakan hal yang sama dia rasakan pula. Dia mulai berpikir bagaimana jika hal itu juga terjadi padanya saat ini?
Oh Tuhan…
Kenzo berseru di dalam hatinya.
"Kau pasti sulit percaya hal ini kan, Ken? Akh… rasanya ini sungguh tidak adil, kenapa hanya dengan berbeda keyakinan lantas kita tidak boleh berpacaran? Apa yang salah? Sedangkan Tuhan kita tetap sama, hanya ada satu." Maya mulai mengeluh dengan menyembikkan bibirnya.
"Aku… Aku… Aku tidak tahu harus memberimu solusi, karena aku…"
"Aku tidak butuh solusi darimu, Ken. Kami sudah menjalin hubungan ini cukup lama. Kami sudah terbiasa, hanya saja aku sangat lelah dengan hubungan yang harus di jalani dengan sembunyi."
Kembali Ken terdiam saat dia mendengar jawaban dari Maya. Walau bagaimanapun, dia tidak boleh menyerah dan harus tetap mempertahankan hubungan percintaannya dengan Alona, hubungan mereka baru akan di mulai. Dia percaya bahwa semua akan mudah di jalani ketika masing-masing bersikeras dan tidak merubah sedikitpun perasaan yang ada di dalam hati.
Beberapa kali Kenzo menarik napasnya dalam-dalam, di satu sisi dia sedikit keberatan saat mendengar Maya, gadis dan sahabat di masa kecilnya itu kini sudah menjadi milik orang lain. Namun, sebagai laki-laki yang kini juga sedang menjalin hubungan dengan wanita lain dia tidak ingin menjadi egois.
Malam pun kian larut, Kenzo mengantar Maya sampai di depan teras rumahnya. Kenzo hendak langsung saja berlalu pergi dari rumah Maya, namun kebetulan ayah dan ibu Maya tahu akan kedatangan Kenzo mengantar Maya pulang dengan selamat sampai di rumah.
"Kenzo…" panggil ayah Maya.
"Eng, om, tante…" sapa Kenzo dengan santun menyalami kedua orang tua Maya bergantian.
"Ayo, masuk dulu! Kita bisa ngobrol-ngobrol," ajak ayah Maya merangkul kedua bahu Kenzo.
"Ayah, ini sudah malam. Kenzo sudah sangat lelah menamaniku berbelanja," bantah Maya menyela ajakan ayahnya pada Kenzo. Dia sudah bisa menebaknya apa yang akan ayah dan ibunya katakan jika Kenzo mau menerima ajakan mereka.
"Kamu ini, kalau sudah di temani Kenzo selalu saja lupa waktu." Ibu Maya menyela dengan menggoda mereka berdua.
"Bunda, apaan sih?" balas Maya merengek manja.
"Tidak apa, Tante. Jarang-jarang kami berdua jalan bersama, setelah ini kami juga akan mulai sibuk belajar karena ujian sudah dekat," sahut Kenzo dengan lembut.
"Ken, kami titip Maya. Kami percaya kau bisa menjaga dan melindungi Maya dimana pun dan kapan pun itu, kami akan selalu mengizinkan jika kalian akan pergi bersama nanti," ujar ayah Maya dengan nada serius. Dia memandang penuh arti ke arah Kenzo.
"Ba-baik, Om," sahut Kenzo dengan ragu-ragu menatap ke arah Maya.
"Yess… Jadi, besok aku masih bisa mengajak Kenzo pergi bersama."
"Hanya dengan Kenzo, kau mengerti?" sahut sang ayah menyela dengan apa yang Maya katakan barusan.
"Isssh…" Maya mendesis pelan.
Ibu Maya tersenyum mengusap pipi Maya dan mencubitnya dengan gemas.
"Ya sudah, Om, tante. Saya harus pulang, ini sudah larut."
"Baiklah, Nak. Hati-hati di jalan, sampaikan salam kami pada ayah dan ibumu," jawab ayah Maya mengiyakan.
"Hati-hati di jalan, Ken. Sampai di rumah kabari Maya, jika kau sudah sampai dengan selamat," ujar ibu Maya dengan senyuman yang sengaja menggoda Maya dengan Kenzo.
Maya memelototinya karena tahu jika sang ibu menggodanya kali ini.
"Siap tante, om, permisi…" sahut Kenzo lagi dengan senyuman dan membungkukkan setengah badannya lalu kemudian beranjak pergi dengan menaiki motor kesayangannya.
"Kenzo adalah anak baik, ayah sangat menyukainya sejak kecil dulu. Dia anak yang selalu ramah dan periang juga santun, terlebih lagi dia begitu tekun beribadah." Ayah Maya berbicara saat mereka berjalan memasuki ruang tamu.
"Benar, suamiku. Kenzo juga anak yang manis," sahut ibu Maya menanggapi. Sedang Maya sengaja mengabaikan ucapan mereka dan melangkah cepat hendak menuju kamarnya.