Sampai sore tiba, Maya masih di rumah Kenzo. Sejak tadi bercerita banyak tentang kehidupannya di kota berbeda selama jauh dari Kenzo selama ini, seolah tidak lelah meski sejak tadi terus saja berbicara bahkan dengan sikap kekanakannya itu, dan selalu manja hanya di depan Kenzo saja.
"Katakan padaku, apa kau sudah menemukan sahabat baru selain diriku, May?" tanya Kenzo menyela di tengah obrolan mereka.
"Emh… Aku bukan hanya mendapatkan sahabat dan teman-teman baru di kota itu, Ken. Para lelaki di kota itu auh lebih tampan," ujar Maya sekenanya dan menatap kosong ke arah depan. Dia seolah sedang membayangkan suasana kota itu kembali.
"Cih, jadi begitu? Woah, aku yakin kau menghilang bukan karena ponselmu hilang. Melainkan sengaja menjauh dan melupakanku," balas Kenzo dengan wajah cemberut.
"Pfffttt… Hahaha, astaga. Kau masih saja mudah percaya dengan ucapanku, Ken. Hahaha, aku hanya bercanda. Aku berani bersumpah dengan apa yang aku sampaikan tadi itu benar adanya, ponselku hilang saat aku dan teman-temanku pergi menonton. Ehm, mungkin lebih tepatnya terjatuh. Kau tahu aku selalu ceroboh," jawab Maya menerangkan.
"Hah, kau memang selalu ceroboh. Lalu, apa yang akan kau lakukan setelah ini? Apa kau datang hanya untuk berlibur saja atau…"
"Tentu karena rindu dengan kota ini dan aku juga merindukanmu, Ken. Aku juga rindu teman-teman kita dulu, wah… entah bagaimana mereka saat bertemu denganku kembali nanti."
"Mau menemui mereka denganku malam ini?" tanya Kenzo.
"Ah, tidak perlu. Aku hanya sebentar disini, dan itu tentu akan membuat mereka sedih saat kembali berpisah denganku nanti," jawab Maya sembari menundukkan wajahnya.
Kenzo hanya tersecnyum kecil menatap wajah sahabat kecilnya yang sangat dia rindukan itu, rasanya belum puas jika dia harus segera pergi setelah ini. Tapi waktu berputar sangat cepat, senja sudah berganti petang. Maya berpamitan untuk segera pulang dan menolak Kenzo mengantarnya.
"Aku bisa naik taksi, Ken."
"Tapi kau baru di kota ini, May. Biar aku mengantarmu sampai di hotel," ujar Kenzo mendesaknya.
"Ho ho, kau lupa, Ken. Jika kota ini juga pernah menjadi bagian dari sejarah hidupku di masa kecil, aku masih hapal betul dengan jalanan kota ini," balas Maya dengan senyuman.
"Dasar bawel! Baiklah, aku akan mengantarmu sampai di depan pintu gerbang."
"Tsk, kau selalu saja memperlakukanku dengan penuh kekhawatiran, Ken."
"Karena kau wanita, aku harus melindungimu sebagai sahabatku, paham?" sahut Kenzo seraya menjitak kening Maya.
Setelah Maya pergi, Kenzo bergegas masuk ke dalam rumah. Dia menuju kamarnya dan segera pergi mandi untuk menyusul ibunya yang lebih dulu menuju Kedai untuk membantu suaminya. Usai membersihkan dirinya, Kenzo melirik ke arah ponselnya yang terus bergetar. Dengan cepat dia meraih dan menerima sebuah panggilan telepon dari Maya.
"Halo, Ken. Aku sudah sampai di hotel," ujar Maya dari seberang sana dengan suara manjanya itu.
"Hem, baguslah! Jangan lupa mandi lalu makan malam," jawab Ken dari ujung ponselnya.
"Iya, tenanglah! Kau masih saja bawel," balas Maya dengan tawa lepas.
"Tapi itu membuatku semakin terlihat tampan, bukan?"
"Aduh, iya deh iya. Kamu memang yang paling tampan nomor satu di dunia, Ken. Dunia mimpi, hahaha…"
Bip bip bip…
Panggilan berakhir dengan sengaja Maya mematikannya begitu saja. Kenzo tersenyum menggelengkan kepalanya begitu Maya menutup panggilan teleponnya.
Sesaat kemudian Kenzo terperanjat begitu melihat pesan singkat dan panggilan tak terjawab dari Alona yang sejak tadi benar-benar dia lupakan. Dengan cepat Kenzo melakukan panggilan telepon untuk menelponnya kembali, dia berharap Alona segera menerima panggilan itu.
"Halo," jawab Alona dari sebrang sana dengan nada lirih.
"Eng, sayang maafkan aku. Sejak tadi aku…"
"Nanti saja kita mengobrol di telepon Ken, aku sedang sibuk."
"Ah, baiklah. Aku akan mengirim pesan singkat setelah ini, emmuach…" balas Kenzo dengan mengecup ujung ponselnya sendiri lalu panggilan telepon pun berakhir.
Setelah itu, Kenzo mengenakan pakaiannya dengan tergesa-gesa untuk segera menuju kedai dan menjalani aktivitasnya di malam hari seperti biasa. Dia tak ingin membuat ayah dan ibunya kerepotan, oleh karena itu dia segera bergegas menuju kedai dan melewatkan makan malam.
Begitu sampai di kedai kopi milik ayahnya, Kenzo melihat ayah dan ibunya sudah sibuk mengantar pesanan banyak pelanggan yang sudah hampir memenuhi ruangan.
"Ken, kau sudah datang? Apakah Maya sudah kau antar pulang, Nak?" sapa sang ayah ketika Kenzo menghampirinya.
"Sudah, Ayah. Tapi dia pulang dengan taksi, dia menolah untukku antar sampai di hotel," jawab Kenzo tergesa-gesa menyiapkan sajian kopi.
Ayah Kenzo tersenyum mendengar jawaban putra nya itu. Dia pun senang melihat wajah putranya yang malam ini tampak sangat bahagia, sudah lama rasanya dia tidak melihat kebahagiaan yang begitu besar terpancar dari wajahnya meski ayah Kenzo sudah menebak Kenzo telah jatuh hati pada seorang wanita yang entah siapa itu dia masih menyelidikinya.
"Pak, ada apa?" tanya sang istri menghampiri ayah Kenzo.
"Lihat, Bu. Anak kita terlihat sangat ceria dan bahagia sekali," jawab ayah Kenzo.
"Ini pasti karena Maya. Mereka pernah tumbuh bersama saat kecil dulu, mereka pernah terpisah lama dan sekarang mereka di pertemukan kembali, aku pun ikut senang Maya kembali ke kota ini."
Ayah Kenzo melepas napas panjang, "Hah… Terkadang aku berharap mereka berjodoh nantinya," ujar ayah Kenzo.
"Hem, aku pun sama. Maya gadis yang sangat baik, dia juga santun, cantik, dan pintar, tapi sebagai orang tua kita tidak boleh memaksa kehendak mereka," jawab ibu Kenzo menimpali.
"Akh, sudahlah. Kita jangan mengkhayal jauh, hihihi… Lagipula mereka masih sekolah, hahaha."
Ibu Kenzo tertawa geli melihat sikap sang suami demikian.