webnovel

The Losing Time (Vampire origin)

Marry Shania tidak menyadari dengan siapa ia tinggal selama berbulan-bulan disebuah Rumah Kastil peninggalan neneknya di kota kecil bernama Mountela tanpa cahaya. Ia tidak peduli asalkan ia dapat berlari dari Gober, pamannya yang sedikit gila. Sikap cuek dan pemberani membuat ia tak takut ketika para pelayan pria atau wanita berkulit pucat pasi bermuka kelam tanpa ekspresi menyediakan apapun yang ia butuhkan. William Dimitri. Awal kehadiran Marry Shania yang membuat keributan dikediamannya tak membuatnya goyah untuk keluar dari ruang persembunyiannya. Hati yang dingin dalam kegelapan yang mencekam. Luka itu masih terasa merambas basah kedalam hati dan jiwanya, walau parut luka sudah lama sirna sejak Rosalina Lily Sang Ratu Vampir meninggalkannya. Akankah William Dimitri kembali ke istana? Atau ia akan terjerat cinta gadis manusia Marry Shania?

AirishSsinz · Fantaisie
Pas assez d’évaluations
6 Chs

Matahari Senja

"Permisi," Marry Shania kembali memanggil saat tak mendapat jawaban. Pria itu tetap mematung membelakangi membuat bulu kuduk Marry Shania berdiri 'kenapa?' pikirnya, namun ia tetap memberanikan diri untuk kembali bicara. "Maaf Tuan, bukan maksudku untung lancang. Tapi, anda tentu tahu. Masalahnya adalah aku_" William Dimitri berbalik.

Terdiam gagap membuatnya tak dapat bicara. Marry Shania mematung.

Mata William menatap nyalang tajam merah menyala. Tubuhnya mengkilap putih seputih kapas pucat lebih pucat daripada orang-orang yang pernah ia lihat di Rumah Kastil dalam kegelapan. Parasnya sangat tampan dan tegas bak tokoh yang keluar dalam novel dewa yunani yang sering Marry baca, namun auranya sangat berbeda. Dingin, tajam dan menakutkan.

"Kenapa?" Marry terperangah dengan mata bulatnya yang hampir keluar. "Apa yang ingin kau bicarakan denganku?" tanya William walaupun tentu dia tahu alasan dibalik diamnya Marry Shania.

'Dia bukan Manusia,' hanya satu impuls yang merasuk dalam otaknya. 'Lari Marry!!!' seakan kencang Marry berkata namun mulutnya terkunci rapat dan kakinya tak mampu untuk bergerak.

Menyeringai dengan kejam. William Dimitri dengan sangat perlahan berjalan mendekat untuk ia hampiri Marry Shania, tanpa menunjukan taringnya. Semakin dekat William, semakin Marry Shania membeku.

'Tidak. Tidak, kumohon!' Pinta Marry Shania melihat William yang telah berdiri dihadapannya. Melihat ke dalam manik mata coklat Marry Shania. Dengan perlahan mengangkat tangan untuk William pegang urat nadi leher gadis itu, aroma darahnya. Membuat William mendekatkan wajah. "Marry Shania" bisik William, mencium aroma darah menggiurkan Marry Shania.

'Suara itu,' ingat Marry. Membuat Marry Shania terperanjat sadar. Taring runcing William Dimitri sudah muncul tidak tahan untuk mencicipi darah segar Marry Shania. Namun William Dimitri terhantam kantung besar yang di isi Marry seperangkat lampu. Marry berlari dengan secepat kilat tanpa melihat apapun setelah memukul William.

Tujuannya hanya satu. Ia harus keluar dari Rumah Kastil ini.

"Jangan ada yang menghalanginya untuk pergi. Biarkan dia berlari," bisik William Dimitri pada para abdi Vampir Slave-nya, menyeringai tersenyum tajam.

"Sudah lama tidak berburu William" sadarnya, "berlarilah sangat jauh Marry Shania."

Marry Shania terus berlari kencang kalang kabut menggunakan energi yang ia punya, para petugas di Rumah Kastil melihatnya. 'Lari Marry!' hanya itu kata yang terpikir olehnya sekarang walau tanpa arah tujuan, keluar dari Rumah Kastil, hanya itu yang ia pikirkan. Marry berlari namun dibelakang Rumah Kastil hanyalah terdapat hutan belantara, akhirnya Marry dengan berani memasuki kawasan hutan. 'Apa ada yang lebih buruk dari ini? Apa yang akan terjadi pada hidupku?' pikir Marry Shania.

Aroma manis manusia Marry Shania sudah menghilang, baiklah saatnya untuk William berburu. Santai saja, biarkan gadis itu menghilang sangat jauh untuk membuatnya lebih seru menggunakan instingnya. Melangkah Berjalan, William Dimitri untuk pertama kali keluar dari lubang hitam kembali melihat dunia. 'Sudah sejak lama' pikir William, gadis itu membuatnya keluar dari persembunyiannya hanya karena aroma yang ia miliki. Matahari sudah tidak menampakan sayapnya. Semoga saja gadis itu tidak bertemu dengan kawanan serigala lapar yang mulai turun dari puncak gunung, lebih baik William yang mengambil darahnya dari pada para hewan pemangsa.

Masih berlari. Walau sedikit lelah kakinya haruslah melangkah, sedangkan matahari mulai tak terlihat. Suara suara dalam hutan membuatnya sedikit takut, memilih jalan yang masih terdapat cahaya harus ia lakukan. Namun, suara lolongan kaum serigala bisa ia dengar. Mereka tidak mendeteksi jejak keberadaan Marry Shania bukan? Kakinya lelah. Gadis itu bersembunyi dibalik pohon dengan napas yang ia coba atur.

"Air. Aku butuh hari," sadar Marry.

William Dimitri kehilangan jejak Marry Shania.

'Gadis pintar' pikir William, kembali meloncat dari satu pohon ke pohon lain, mencium jejak Marry Shania.

Suara geraman semakin dekat bisa Marry Shania dengar. Mengeratkan dirinya dibalik pohon dengan bekaman mulutnya, 'Tuhan. Selamatkan aku,' bathin Marry Shania. Menengok ke arah kanannya, membuat Marry Shania terkejut lupa akan membekam mulut, terbuka dan menjerit kencang. Membuat para serigala mengejarnya.

Marry Shania kembali berlari namun tidak akan bisa, ia telah terkepung.

"Bisa kalian menjauh dariku, kumohon."

Para serigala menggeram lapar melihatnya. "Kalian bisa mencari buruan yang lebih besar, tubuhku hanya tulang," melasnya pada para serigala. "Anjing anjing baik," mohonnya.

Satu detik saja William tidak melempar serigala besar yang hampir menerkamnya, habis sudah Marry Shania. Namun, Marry Shania menyadari sesuatu, dia bertemu dengan mahluk yang salah. Membuat Marry kembali berlari melihat kehadiran William, sebagian serigala kembali mengejar Marry Shania membuat William Dimitri ikut berlari mengejar, sambil melempar setiap Serigala yang ia dapat.

"Ahh!!_" Jerit Marry terkantuk batu membuat ia terhenti tak dapat lagi berlari, sekali lagi Serigala hampir menerjang Marry Shania. Namun, geraman dan mata nyala merah William yang tiba dihadapan para Serigala membuat hewan pemangsa daging itu berlari, tinggallah Marry Shania.

Marry Shania beringsut mundur menatap mata hitam gelap tanpa ada sedikitpun warna putih dimata William Dimitri di dunia terbuka. "Pergilah, kumohon lepaskan aku!" Jerit Marry. William tetap menghampirinya. "Pergilah!!!" Jerit Marry Shania, namun William malah memanggul Marry Shania ke atas bahunya, seperti manusia gua membuat Marry Shania meronta. "Lepaskan! Aku masih ingin hidup! Aku tak tahu kau jenis apa! Tapi kumohon! Hiks," ucapnya sambil meronta menangis.

"Malang sekali nasibku, tidak ada yang pernah peduli padaku. Pamanku-pun ingin membunuhku. Aku berhasil lari darinya, namun aku terkurung dalam Rumah Kastil tanpa cahaya di kota tanpa cahaya, masuk ke hutan, di kejar serigala dan sebentar lagi aku akan mati, hiks" tangisnya dalam gendongan William.

'Aku akan mati,' bathin Marry Shania, saat semakin mendekati Rumah Kastil nenek-nya, disana ia akan menghembuskan napas terakhirnya dengan tragis. William menjatuhkan tubuh Marry Shania hingga berjibaku dilantai Marmer ruang tengah Rumah Kastil. Marry Shania segera bangun berlutut, sedikit waspada tanpa melihat mata hitam legam gelap menakutkan William.

"Ji_ Jika kau mau bunuh aku. Setidaknya berikan aku lampu. Impian matiku adalah mati diruangan terbuka dengan melihat langit biru yang dipenuhi awan awan berjalan. Berikan aku lampu, setidaknya aku masih mati di tempat terang saat kau__ memangsaku," pinta takut Marry memegang sepatu William. William menyingkirkan sepatunya yang dipegang tangan kecil Marry Shania dengan rautnya yang nampak jijik.

'Smith,' bisik William, membuat dalam beberapa detik Vampire Slave-nya, Smith datang. Smith menatap Marry Shania yang berlutut dihadapan William.

"Ya, Tuan paduka? Ada yang bisa kubantu?" Tanya Smith.

"Urus dia! Beri dia ruang lampu terang. Aku tak sudi menggigit dia yang kotor, bau dan beringus!" Ucap William sambil melangkah pergi yang disambut tundukan Smith.

Smith menatap Marry Shania yang menatap dengan raut wajah sedihnya.

"Ayo, Nona." pinta Smith.

Marry mengikuti sambil mencuri lirik Smith. 'Jika kau manusia? Mau kau menolongku?' Tanya bathin Marry Shania.