webnovel

A Golden Woman

Gadis itu sudah terjaga ketika sang fajar baru saja menampakkan sinar keemasannya. Ia benar-benar tak sabar menghabiskan waktunya di balai pelatihan istana. karena disana ia bisa mempelajari banyak hal dan itu akan sangat berguna untuk membantu kerajaannya memenangkan pertempuran. Ya. Meskipun Athena bukan kunci utama atas setiap kemenangan kerajaan Matinus, gadis itu punya andil besar dalam merancang strategi perang. Sang raja memang tak salah mengangkat putrinya menjadi kepala strategi perang untuk kerajaan Matinus 5 tahun lalu ketika ia berusia 16 tahun. Kemampuan berpikir dan membaca perasaan serta situasi dengan cepat dan tepat membuat setiap rancangan strategi perangnya tak pernah meleset.

Athena meraih kain hitamnya dan mengenakannya di wajah. Ia keluar dari ruangannya dan berlari kecil menuju tempat pelatihan.

"Kau ini terlalu bersemangat adikku." Suara yang tiba-tiba terdengar itu membuat Athena terlonjak. Ia kira tak ada orang lain di tempat pelatihan tapi ternyata sang kakak sudah ada disana.

"Cihhh seharusnya kau kesini saat matahari membuat bayanganmu tepat didepanmu."

Apollo tertawa kecil sambil menarik langkahnya dan mendekati sang adik.

"Kenapa? Apa aku tidak boleh kemari pagi-pagi? Tadi aku tak sengaja memergoki adikku yang diam-diam keluar dari ruangannya dan kemari."

"Jangan banyak bicara. Mari kita mainkan kakak." Tantang Athena sontak membuat Apollo mengerutkan keningnya dengan satu alis terangkat.

"Kau menantang panglima perang kerajaan Matinus Athena?" tanya Apollo dengan tatapan sedikit merendahkan.

"Tentu saja kau pikir aku takut?" gadis itu secara tiba-tiba menarik pedang dan mengarahkannya tepat di depan wajah Apollo yang saat itu sudah dalam posisi siap. Athena mendengus. Ia tak mengerti bagaimana kakaknya benar-benar punya gerakan cepat jika itu berhubungan dengan pedang.

Apollo menepis pedang tajam Athena dan mengarahkan pedangnya kearah Athena akan tetapi gadis itu berhasil menghindar. Tak beda jauh dengan Apollo, Athena pun dengan semangatnya terus menyerang Apollo tanpa memberinya waktu untuk istrahat. Ia tahu jika ia berhenti maka Apollo tak segan-segan menghantam wajah atau perutnya dengan pedang tajamnya yang entah sudah berapa banyak jiwa tewas karena pedang itu.

Athena mulai lengah. Ia sadar bahwa Apollo bukan lawan yang tepat untuknya.

Tiba-tiba pedang Apollo mengarah keleher Athena. Ujung pedang menyentuh kain yang digunakan untuk menutupi wajah gadis itu. Apollo menggerakkan tangannya cepat sehingga kain itu terlepas dan menampakkan sosok gadis cantik dengan tatapan dalam dan meneduhkan. Athena benar-benar berbeda ketika berada dimedan perang dan di istana. Ia akan menjadi setengah iblis jika sudah membuat sebuah strategi dan ia pun akan menjadi bidadari ketika ia duduk di depan cermin kamarnya. Apollo menggelengkan kepalanya berusaha mencari kesadaran yang sempat hilang.

"Apa kau mengaku kalah Athena?" tanya Apollo sambil menarik pinggang adiknya dan menatapya dalam.

Athena berdiri tenang ketika sang kakak tiba-tiba memeluknya. Ia balik menatap wajah sang kakak dengan tatapan menantang. Senyum kecil muncul di wajah cantiknya.

"Aku tidak pernah bilang aku kalah Apollo."

"Kau ini memang keras kepala. Bagaimana jika kau sudah bersuami dan suamimu meminta pengakuan kekalahanmu?"

"jangan bahas mengenai hal itu. kau tahu aku tak suka jika itu menyangkut masa depanku."

"Tapi Athena kau sekarang berusia 21 tahun. Ini waktu mu untuk menikah. Kau lihatkan semua putri dan putra yang mulia yang baru berusia belasan tahun mereka sudah menikah."

"Akan kupikirkan nanti kak. Lagi pula aku sangat nyaman berada di Matinus. Aku suka dengan pekerjaanku kakak."

Apollo terkekeh mendengar penjelasan adiknya. Ia lalu melepaskan pegangannya dari pinggang Athena dan menangkup wajah cantik nan mungil itu. Tatapannya begitu lembut dan sebuah senyuman manis terlihat diwajah tampannya.

"Maksudmu menyusun rencana peperangan? Dengar Athena, Erasmus sudah dewasa dan kini saatnya dia menggantikan posisimu. Bukankah itu tujuan yang mulia menempatkan Erasmus didekatmu?"

"Kau benar kakak." Athena bersuara manja tanda meminta kecupan hangat di keningnya. Tentu saja Apollo paham. Ia mengecup kening Athena dengan lembut dan mengacak rambutnya.

"Lebih baik kau membantu para pelayan di istana bukankah nanti malam ada acara besar di Matinus?" tanya Apollo.

"Ahhh kau benar. Aku tidak boleh membiarkan para pelayan melakukan kesalahan lagi." Athena menjauhkan tubuhnya dari Apollo. Ia berlari menuju ke dapur istana dan melihat banyak pelayan yang tengah sibuk memasak. Ada juga beberapa pelayan yang mendekorasi taman belakang istana.

"Nona…."

Athena membalikkan badannya ketika suara yang tak asing itu memanggilnya.

"Ada apa Erasmus?"

"Yang mulia menyuruh anda untuk mencoba beberapa pakaian yang ia beli. Beliau ingin anda mengenakan salah satu pakaian tersebut."

"Dimana letaknya?"

"Di ruangan anda nona."

"Aku akan kesana. Dan kau jangan lupa latihan denganku ditempat biasa Erasmus!"

"Aku mengerti nona."

Athena meninggalkan dapur istana dan berjalan cepat menuju keruangannya. Di atas meja mahogany ia melihat beberapa tumpukan pakaian. Athena meraih sebuah gaun abu-abu yang dihiasi berlian-berlian kecil di ujung dan menjuntai indah. Matanya berbinar memandangi gaun itu. Ia kembali memperhatikan gaun yang lain namun ia tak mendapati gaun yang seindah gaun pertama.

"Terimakasih ayah." Gumamnya sambil tersenyum lebar menampakkan dengan jelas wajah indahnya.