webnovel

6

"Para bandit mulai menculik warga kerajaan Solieth dan memperdagangkan wargaku disana, menurut pengawal pribadiku setelah mencari informasi bahwa markas para bandit tidak jauh dari letak kerajaanmu Yang Mulia."

"Bagaimana Yang Mulia tidak mengetahui posisi markas para bandit yang jaraknya nyaris dekat dengan wilayah kerajaan pusat?" Imbuh Duke Pixis mulai mempersudutkan Kaisar.

Bukannya menjawab, Kaisar malah mempertanyakan hal lain. "Kapan kita menyerang markas para bandit? Menyesuaikan dengan prajuritmu Duke Arther."

Duke Arther mengangguk. "Malam ini. Akan ku siapkan prajuritku untuk mengambil kembali wargaku disana."

"Lalu bagaimana dengan rute perjalanan untuk menyerang markas bandit?" Imbuh lagi Duke Pixis.

Kali ini Duke Arther menanggapi, "para bandit menggunakan binatang buas sebagai pasukan mereka, apabila kita melewati daerah lembab mungkin lebih mempermudah mereka untuk menyerang prajurit kita. Dan juga mengingat kita berada pada musim dingin."

Kaisar mendengar dengan seksama sambil menatap peta di depannya, Karra yang berdiri di sebelahnya ikut menatap peta itu yang justru tidak asing baginya.

"Bagaimana pendapatmu Lady?" Pertanyaan mendadak dilemparkan kepada Karra oleh Kaisar.

Semua mata para bangsawan mulai menatapnya, dalam hati Karra tidak mengumpat melainkan menguatkan dirinya agar tidak salah berbicara mengenai rute perjalanan penyerangan terhadap markas para bandit.

"Menurutku apa gunanya anda Duke Pixis yang sebentar lagi akan diangkat menjadi menteri pertahanan dan keamanan tidak mencari perhatian publik dengan bertindak lebih dahulu apabila ada ancaman yang berada di kerajaan pusat?"

Semua mata menatap Duke Pixis, tentu saja hal itu membuat pria itu mati kutu. Ingin membalas tapi tatapan para Duke seperti meremehkannya. Banyak bangsawan yang perlahan mendukung argumen gadis itu.

"Untuk rute perjalanannya, kenapa kita tidak gunakan saja rute tumbuhan berduri sepanjang satu kilometer itu untuk menyerang markas para bandit? Ku rasa jalur yang berada tumbuhan berduri itu minim sekali binatang buas menyerang karena itu bersuhu kering. Tidak perlu membuang waktu untuk menyerang binatang buas pada jalur bersuhu lembab dan basah disana."

Semua Duke melihat kembali peta, lalu menyerngit ragu pada peta tersebut yang bercoret silang berwarna hitam disana yang artinya ada sebuah jurang dalam. Kaisar meliriknya lalu menunjuk tanda silang itu.

Karra mendecih dalam hati, sepertinya ada yang memanipulasi peta ini. Perlahan mulai curiga dengan para bangsawan, Karra menggunakan instingnya untuk memperhatikan gerak-gerik mencurigakan. Suatu keberuntungan Karra selain menjadi detektif Ia juga mempelajari gerak tubuh manusia apabila menyimpan suatu rahasia. Mata Karra tertuju pada satu Duke yang tersenyum miring tapi sangat samar yang mungkin hanya sedikit orang yang menyadarinya.

Mengeraskan rahangnya, Karra melanjutkan penjelasannya. "Biar ku perjelas. Tanda silang pada peta itu mungkin saja suatu manipulasi agar kalian menyerah pada penyerangan kali ini." Karra sengaja menghindar tatapannya kepada Duke itu agar Duke tersebut tidak harus melakukan rencana lain. "Ah.. itu jangan dijadikan spekulasi saja, mari kita arahkan prajurit terdepan untuk melihat kondisi jalan yang sebenarnya, apakah benar setelah satu kilometer terdapat jurang yang dalam atau tidak."

"Ku harap Duke Pixis, Duke Arther dan aku bisa memimpin jalan melewati jalur tanaman berduri itu."

Terlihat beberapa Duke mulai mengangguk setuju termasuk Jenderal Gith. Kaisar hanya bisa menatap dalam diam gadis itu dan berkata dalam hati.

Mengenai manipulasi, kita sepemikiran gadis kecil.

**

Sesuai dengan kesepakatan rapat bersama sore tadi, malamnya Karra yang baru saja selesai mandi dan berganti gaun di kejutkan oleh pelayan pribadinya Yoon untuk segera bergegas sesuai perintah Kaisar.

Menuruni anak tangga tanpa berhati-hati, Karra hampir tersandung jatuh pada anak tangga terakhir kalau Kaisar tidak segera memeluknya. Menyipitkan matanya, Karra mulai mencurigai Sang Kaisar menggunakan teknik 'modus'.

"Apa kau sedang modus sekarang?"

Kaisar malah menyentil keningnya. Karra mendesis kesal akan memprotes tetapi di halau Kaisar yang menutup mulut menggunakan tangannya.

"Tidak ada waktunya untuk bercanda gadis kecil." Ujarnya lalu melangkah meninggalkan Karra.

Karra mendecih pelan mengikuti Kaisar dari belakang, "kau bahkan yang membuat aku hampir terjatuh. Dasar tidak punya hati!"

Bibir Karra terkatup rapat mendadak saat menatap seluruh prajurit dan beserta Duke Arther dan Duke Pixis. Melewati prajurit yang berbaris berhadapan sambil membungkuk hormat dan Kaisar mengecek  kudanya. Karra melihat sekelilingnya tampak sepi, dan para prajurit diam dan tidak bersuara mulai sibuk dengan mengecek kuda mereka.

Seorang prajurit mendatangkan seekor kuda berwarna hitam untuk Duke Arther, Karra melihat pada punggung kuda itu terdapat luka tetapi di tutup dengan bulu yang lebat. Ketika Duke Arther ingin menaiki kuda itu, Karra menahannya.

"Sebentar!" Cegahnya lalu membungkuk hormat pada Duke Arther.

"Maaf atas kelancangan saya, tetapi yang saya lihat kuda ini mempunyai luka di punggung yang tertutupi bulu yang lebat." Ujarnya lalu menunjukan bukti bahwa kuda tersebut sedang terluka.

Semua prajurit mulai melirik satu sama lain termasuk prajurit tadi yang membawa kuda itu. Karra menatap yakin Duke Arther, "kalau Tuan mengijinkan, mengganti kuda adalah solusinya saat ini. Kuda yang sedang terluka bisa saja membuat anda celaka, Tuan."

"Siapa yang berencana untuk mencelakaiku?" Geram Duke Arther.

"Apa ini waktunya untuk menyalahkan orang lain." Sebenarnya ini adalah pertanyaan, tetapi Kaisar membuatnya menjadi pernyataan.

Duke Arther menghembuskan nafasnya pelan, lalu membungkuk hormat. "Maafkan saya Yang Mulia.

Duke Pixis tidak terlalu banyak bicara memilih menjadi penonton. Mengisyaratkan kepada seorang prajurit untuk mengambil kuda baru untuk Duke Arther. Karra mulai mewaspadai kondisi saat ini, tidak mau ada korban sebelum melakukan penyerangan markas bandit.

"Bergegaslah." Titah Jenderal Gith lalu semua menunggangi kuda mereka.

Karra menatap bingung, kuda mana yang harus Ia naiki sedangkan dirinya sendiri tidak tau caranya menunggang kuda.

"Apa yang kau lakukan? Cepat naiklah dan bergegas." Kata Kaisar mengisyaratkan untuk Karra menumpang padanya.

Bukannya Karra tidak mau, hanya gengsi menutupi pikiran dan hatinya. Menoleh pada Jenderal Gith, namun Pria itu menggeleng.

"Tuan Son, apa aku bisa menumpang denganmu?" Pinta Karra.

"JIAKH!" Pekiknya ketika Kaisar menarik tubuhnya dan terduduk saat itu juga. Rungunya berdengung ketika Kaisar berbisik.

"Kau asisten ku. Harus selalu dalam jangkauanku."

Mulut Karra tertutup rapat seperti dikunci, tubuhnya menggigil karena nafas Kaisar mengenai lehernya. Karra menggerutu dalam hati sambil menahan diri untuk tidak memberontak.

Mereka tiba, dan langsung menyerang markas bandit dan meluluhlantakkan seluruh markas mereka hingga habis tidak tersisa. Sedangkan Kaisar menyusuri hutan lebih dalam dan tampak seorang pria dengan tato merpati mungil di pipi kiri, dengan sigap menyerang Kaisar tanpa berhenti.

"Akhirnya kau datang. Akan ku habisi kau sampai tubuhmu hancur." Kata Pria itu.

Kaisar tidak menanggapi ucapan pria itu. Keduanya bertarung di hutan yang sepi tanpa ada yang menyerah. Karra meringis di balik pohon melihat pertarungan keduanya tanpa henti. Entah mengapa Karra menjadi ngeri dengan Kaisar yang dengan tenang menyerang tangan pria itu hingga putus.

Pria bertato itu mengerang kesakitan lantaran Kaisar memotong tangan kirinya dengan cepat. Bersimpuh di tanah dan pedang yang mengarah pada lehernya serta tatapan datar nan tenang dari Sang Kaisar. Atmosfer di sekitar perlahan memberat, Pria itu sudah menyadari bahwa dirinya kalah.

"Mana janjimu untuk menghabisi ku."

"TIDAK!"

Pria itu tergelak, dengan sekejap pedang Kaisar menyentuh lehernya hingga terlepas. Terguling dengan mata melotot ke arah Karra, sontak Karra menutup matanya sambil bergidik ngeri.

Jenderal Gith memberikan sapu tangan putih lalu Kaisar membersihkan pedangnya yang berdarah. Memberikannya kembali sapu tangan itu kepada Jenderal Gith, Kaisar melirik gadis di belakang pohon yang menutup matanya lalu tersenyum tipis.

"Yang Mulia, para bandit sudah ditumbangkan semua. Akan kami urus jasad ini." Ujar Jenderal Gith.

"Aku masih mengurusi sesuatu dulu, pergi duluan."

Jenderal Gith mematuhi lalu berlalu. Kaisar berjalan ke arah pohon di mana gadis itu berada. Tepat Kaisar menoleh, gadis itu sedang mengatur nafas sambil menatap bulan yang terang di sana. Kaisar tidak mampu menahan senyumnya.

"Tontonan tadi menarik bukan?"

Suara bariton itu sontak membuat Karra terlonjak kaget. Kerlingan mata polosnya menatap Kaisar begitu saja. Kaisar terkekeh dalam hati sambil menatap gadis itu dengan tatapan tidak biasa. Sedangkan Karra menatap pedang Kaisar yang mengkilap akibat terkena sinar bulan.

"Apa ini pedang asli?" Sedikit menyentuh ujung pedang itu Karra langsung melotot lantaran darah keluar dari jarinya.

Bruk

Gadis itu terjatuh pingsan tepat jarinya tergores ujung pedang tajam milik Kaisar. Sedetik sebelum pingsannya, Karra mengumpat dalam hati.

Sialan, ini bukan mimpi.

**

Tbc..