webnovel

2

Karra terbangun dengan nafas tercekat dan perutnya yang masih sakit akibat tertembak. Sedikit mendelik suasana yang hening, Karra terkejut beberapa orang mengelilinginya sambil menatap penasaran. Karra melihat sekelilingnya.

Tunggu..

Di hutan?

"Apa yang terjadi?" Tanya Karra pada seorang pria tua.

Seorang anak kecil membantunya untuk duduk, Karra sempat berterima kasih lalu menatap kembali pria tua itu menjawab.

"Kita tahanan para bandit. Kau berasal dari kota?"

Mata Karra membulat sempurna. Tahanan bandit? Yang benar saja! Yang Karra ingat ia tertembak di gedung tua. Seharusnya Karra terbangun di rumah sakit bukan di hutan rimbun seperti ini!

"Aku orang kota. Ke-kenapa harus menjadi tahanan bandit?" Rasa penasaran Karra muncul.

Pria tua itu menghela nafas lesu. "Sebagian dari kami juga berasal dari kota. Saya hendak mencari kayu bakar, terjatuh di lubang dan berakhir menjadi tahanan bandit selama sebulan."

Wanita paruh baya menyahuti, "karna kau perempuan. Mereka akan menjual kita para perempuan."

Karra terpaku di tempat. Kesialan mulai menghantui hidupnya, bagaimana bisa menjadi tahanan bandit dan berakhir dalam perdagangan manusia?!

"Apa yang kalian lakukan disini! Sedang merencanakan sesuatu?" Gertak seorang bandit pria berkepala plontos.

"Bersiap-siap dirilah kau! Sebentar lagi kau akan dijual!" Kata bandit satunya mengarah wanita tua tadi. Karra tidak suka dengan pria dengan luka di peilipisnya dan bertato kunci pada leher kanannya.

Seketika kerumunan bubar, dua orang bandit itu berjalan meninggalkan mereka. Karra masih mengumpulkan nyawanya, berusaha meyakinkan bahwa ini adalah mimpi.

Karra mengibaskan tangannya sambil terkekeh pelan, "ah! Ini adalah mimpi."

Langit gelap hanya di terangi bulan. Para tahanan duduk meratapi nasib sambil melamun seolah-olah tidak ada cara lain untuk kabur. Karra jadi teringat dengan cerita sejarah yang telah bacanya.

Sebentar..

Hutan ini mirip sekali di dalam cerita sejarah itu. Jangan-jangan?

Akankah Sang Kaisar datang menolong para tahanan bandit dan bertemu dengan Sang Ratu dari kerajaan Magnae?

Berusaha menggunakan feeling, Karra menyesuaikan dengan cerita sejarah yang telah Ia baca. Entahlah kenapa Karra sangat yakin kejadian saat ini mirip dengan cerita yang Karra baca. Karra bersikeras mengingat lagi jalur-jalur untuk digunakan jalan keluar yang di tuliskan pada cerita itu.

Setelah mengingat dengan cukup jelas, Karra menggeser duduknya mendekati Pria tua yang tadi menjelaskan padanya. Selagi ini mimpi, Karra berniat baik untuk membebaskan para tahanan bandit.

Karra menyenggol lengan pria itu, "apa kau tahu jalan keluar?" Bisik Karra.

Pria itu menoleh lemah, "selama sebulan ini kami mencari jalan keluar tapi tidak pernah ketemu dan berakhir dengan cambukan bandit."

Karra merasa sedih atas apa yang terjadi pada tahanan ini, Karra menatap penuh yakin. "Aku tahu jalan keluarnya."

Pria itu menghembuskan nafas lelah, "sekali pun kau tau, pasti akan berakhir kita di cambuk."

Karra menggeleng keras, "kali ini aku serius. Aku akan membantu kalian kabur dari sini."

Pria itu menatap Karra dengan penuh harap, Karra mengangguk pasti dengan arti tatapan pria itu. "Arah jam 5! Kita hanya melewati tanaman berduri dan sungai, 100 meter dari sungai kita akan masuk dalam sebuah desa. Arah jam 3 bisa, hanya saja itu daerah lembab dan banyak binatang buas. Sedangkan arah jam 12 dan jam 7 ada penjaga, tidak mungkin kita melewati para penjaga itu. Tepat jam 2 subuh kita berangkat."

Seolah mendapat secercah sinar, Pria tua itu menggenggam tangan Karra. "Kau benar-benar malaikat! Sudah saatnya kita pergi ke tempat aman."

Karra mengangguk, lalu menyuruh pria itu untuk memberitahu para tahanan lainnya dan terlihat wajah mereka gembira. Perasaan Karra lega dengan bantuannya kali ini, masih ada yang janggal di pikirannya.

Sang Ratu dari kerajaan Magnae!

Mata Karra dengan cepat mencari sosok ratu itu, wanita cantik berambut pirang dengan kulit seputih susu. Dengan berpegangan pada ciri-ciri wanita itu, Karra mendapatinya sedang bersandar pada pohon menatap tanah dengan lesu. Karra seketika menjadi iri dengan kecantikan Sang Ratu, pantas saja Sang Kaisar menjadi bucin karena kelembutan hati serta kecantikan Sang Ratu.

Dengan pelan, Karra duduk di sampingnya dan melirik Sang Ratu. "Apa yang kau pikirkan? Kau sudah mendengar kabar gembira? Kita akan bebas dari sini."

Sang Ratu tersenyum menatap balik Karra dengan lembut, "kau orang baik. Bagaimana aku bisa membalas kebaikanmu? Sungguh! Aku berhutang nyawa padamu."

Karra mengusap bahu Sang Ratu, "tidak perlu membalas apa-apa, dan aku tidak menerima hutangmu."

Sang Ratu tersenyum, "kau memang orang baik." Sang Ratu menatap bulan. "Sedikit lagi jam 2, kita benar-benar harus meninggalkan tempat ini."

Pria tua itu mendatangi mereka berdua dan berbisik untuk segera bergegas. Dengan peralatan seadanya, parang untuk memotong tumbuhan duri yang menghalangi jalan mereka dan obor untuk penerangan mereka. Karra dan Sang Ratu sama-sama menatap yakin lalu mereka segera beranjak.

"Para bandit sedang tertidur. Kita harus pergi sebelum mereka bangun." Bisik pria tua itu lalu menatap Karra, "kau pimpin jalan."

Karra berjalan sambil menggenggam tangan Sang Ratu. Seorang pemuda di depan yang bertugas untuk memangkas pohon berduri dan pria tua di belakang bertugas memegang obor. Karra mengisyaratkan mereka untuk tetap diam tidak ada yang boleh berbisik selain komando dari Karra sendiri.

"100 meter lagi ketika melewati air sungai kedalamannya batas lutut orang dewasa. Berhati-hatilah ketika berjalan, jangan menabrak satu dengan yang lain itu akan membuat kita tertangkap." Kata Karra.

Dan benar saja, terdengar gemericik air sungai yang menenangkan, mereka menyebrangi sungai dengan selamat. Karra semakin yakin akan ada sebuah desa di depan sana yang bisa menjadi tempat persinggahan mereka.

Seorang anak kecil berkepang dua menatap ibunya."Ibu.. apakah kita akan selamat?" Ibunya mengangguk pelan sambil mengelus dahi anaknya itu.

Karra tersentuh dengan pertanyaan dari anak kecil itu, bertanya di saat mereka benar-benar selamat. Karra mengedarkan pandangannya, kerlap-kerlip lampu di depan sana mulai terlihat dari atas bukit yang mereka pijaki.

Karra menoleh belakang menatap orang-orang yang mengikutinya. "Kita akan berjalan menuju gerbang, dan kita akan bertemu dengan penjaga gerbang."

Mereka semua bernafas lega, mereka melanjutkan perjalanan sampai di depan gerbang kerajaan.

Para penjaga kerajaan mengernyit heran terhadap kumpulan orang ini, seorang prajurit menghadang mereka. "Apa yang kalian lakukan disini?"

"Kami para tahanan bandit. Dan kami berhasil melarikan diri." Kata Karra menatap yakin terhadap kedua prajurit itu.

"Tunggu sebentar, saya akan memberitahu kepada Kaisar." Kata teman prajurit.

Karra bernafas lega, lalu menoleh kebelakang menatap mereka dengan senang dan seolah berkata bahwa mereka akan baik-baik saja, lalu menoleh pada Sang Ratu yang di sampingnya Karra menggenggam tangan Sang Ratu yang kedinginan itu untuk berusaha tetap kuat.

Sang Ratu tersenyum, "kau penyalur energi positif. Terima kasih."

Karra membalas dengan senyum lalu membungkuk hormat, "aku tersanjung atas pujian Ratu, Terima kasih kembali."

Sang Ratu menatap kaget, "kau.. bagaimana kau tau aku ini seorang Ratu?" Bisiknya.

Karra mengumpat dalam hati kenapa bibirnya bisa keceplosan, Karra hanya menutupi dengan tawa kecil. "Dari awal aku sudah mengira-mu Ratu. Dan ternyata tebakanku benar."

Sang Ratu mengangguk, "tolong jangan beri tahu siapapun. Ini rahasia."

Karra mengangguk yakin, "aku akan menjaga rahasia ini. Percaya padaku."

Angin dingin berhembus pelan membuat Karra menggigil, pakaiannya yang tidak mendukung saat ini. Karra menoleh pada Sang Ratu, "dimana Sang Kaisar? Kenapa lama sekali? Tidak peduli kah kami yang kedinginan disini? Apa jarak tempatnya menuju gerbang sangat jauh? Huh tidak ku sangka Sang Kaisar-"

"Sudah puas mengoceh?"

Suara berat itu. Karra menoleh cepat, menatap sosok di depannya. Sang Ratu membungkuk hormat dan diikuti lainnya terkecuali Karra.

Prajurit di samping sosok itu menatap sinis, "apa kau tidak pernah di ajarkan sopan santun?"

Karra tidak memperdulikan ucapan itu melainkan mengetuk telunjuk pada bibirnya, sambil mengingat sesuatu tatapannya yang mengarah ke segala arah. Detik kemudian, mulutnya terbuka lebar dan jari yang menuju ke arah sosok itu.

"K-kau.."

Awalnya Karra tidak berpikiran kesana. Melihat garis silver pada mata sosok di depannya, Karra jadi yakin akan sosok itu.

"YEAGER!"

**

Tbc