"ARGH!!" Pekik Grace begitu kewarasannya sudah kembali. Ia segera menutup mata dengan dua tangan.
Jeritan Grace membuat Adro terkejut. Ia menghentikan gerakannya dan langsung menatap gadis itu dengan kaos masih di tangan. "Ada apa? Apa ada monster?" ia menoleh pada jendela yang berada di belakangnya.
"Ti-tidak ada monster. Tapi kenapa kau membuka bajumu di sini?!" Tanya Grace, masih menutup mata dengan wajah memerah padam.
"Huh? Bukankah tadi kau berkata tidak keberatan jika aku mengganti bajuku? Apa di duniamu, wanita tidak seharusnya melihat pria bertelanjang dada? Maafkan kelancanganku. Aku tidak tahu itu, karena di negriku, banyak pria bertelanjang dada saat melakukan olah raga pertarungan di depan umum." Ucapnya sembari mengenakan kaosnya kembali.
Grace mengerjap-ngerjap. Lalu ia meringis atas kebodohannya sendiri.
'Kenapa kau sebegitu bodoh, Grace? Memang tidak masalah jika laki-laki bertelanjang dada, 'kan? Kenapa kau yang harus merasa malu? Itu sama saja dengan menyatakan bahwa dirimulah yang berpikir aneh-aneh atas tubuh sexynya! Dasar wanita gila!' Pikir Grace dalam hati.
Terburu-buru, Grace meraba bagian atas bibirnya untuk memeriksa apakah ia mimisan atau tidak. Setelah merasa aman, ia segera melepas tangannya dan membuka mata. "Ahahaha…" ia melontarkan tawa yang dibuat-buat.
"Maaf, aku hanya bercanda. Di duniaku, tidak masalah jika laki-laki bertelanjang dada. Namun memang sedikit aneh jika mereka melakukannya di tempat-tempat pelayanan masyarakat, seperti rumah sakit. Aku hanya bercanda untuk mengagetkanmu…" tawanya lagi dengan keringat dingin mengaliri punggungnya.
"Oh..." Adro ikut tertawa. "Aku mengira kau sungguhan takut. Selama hidupku, aku tidak pernah dibercandai oleh siapa pun kecuali saudara-saudaraku saat kami masih kecil,"
"Be-begitu, ya? Aku sungguh minta maaf karena sudah keterlaluan," Grace menundukkan wajahnya.
Adro menggeleng sambil tersenyum. "Tidak masalah. Ini adalah hal baru bagiku. Ternyata lucu juga mendapat gurauan dari seorang perempuan."
Lalu, Grace menyarankan Adro untuk melepas kaosnya dan meletakkannya di bawah semburan angin AC menggunakan kursi. Sementara itu, ia memberikan selimut kepada pria itu untuk menutupi tubuh polosnya.
Dan akhirnya, Adro bisa mengisi perutnya yang sudah menderita dari tadi. Ia melalui banyak hal berat hari ini yang sebenarnya membuat energinya terkuras, meski hal itu tidak sebanding dengan pengalaman-pengalamannya saat pergi berperang yang membuatnya terus bertarung selama beberapa hari tanpa makan.
Grace tahu, Adro pasti merasa asing dengan makanan yang dibelikan oleh Sarah. Ya, gadis itu membawakan mereka sepaket Sushi.
"Ini adalah Sushi. Makanan ini terbuat dari nasi, ikan-ikanan laut, dan rumput laut. Ada bumbu tambahan, yaitu kecap asin dan wasabi untuk memberikan rasa pedas." Jelas Grace saat Adro membuka bungkus makanannya.
"Selama hidupku, aku hanya beberapa kali makan ikan laut karena kerajaanku cukup jauh dari lautan. Biasanya aku selalu makan daging atau ikan air tawar," Adro menatap kagum pada makanan yang disajikan dengan unik tersebut. Ia bahkan merasa bingung apakah itu makanan utama atau hanya kudapan manis.
Grace tersenyum lembut. Ia menatap wajah Adro dengan hati geli. Meski wajah pria itu terlihat tegas, ekspresinya berubah seperti anak-anak saat ia mendapati sesuatu yang baru dan terasa unik baginya.
"Kau bisa memakan ini menggunakan sumpit," Grace mengeluarkan sumpit dari plastik pembungkusnya. Lalu ia menjepit sepotong sushi dan menunjukkannya kepada pria itu.
Adro menatap benda yang berada di antara jemari lentik Grace dengan bingung. Lalu ia mengambil sumpit tersebut dari tangan Grace dalam arahan gadis tersebut. Sayangnya, jemarinya belum terbiasa sehingga sumpit beserta makanan itu langsung jatuh kembali ke piring plastiknya.
"Aku tidak menyangka cara makan di dunia ini ternyata begitu sulit," Gumam Adro dengan kening mengkerut.
Grace hanya bisa terkekeh. "Mari aku tunjukkan lagi. Pertama, gerakkan satu sisi sumpitnya seperti ini dengan jarimu. Lalu, jepit sushinya. Setelah sudah terjepit, barulah kau suap ke mulutmu. Ahhh..." Grace mengarahkan sushi itu ke mulut Adro sambil membuka mulutnya sendiri tanpa sadar.
Namun, Adro yang sedari tadi fokus menyaksikan wajah Grace, seakan tersihir oleh segala perintahnya hingga ia ikut membuka mulut. Lalu, kesadaran Adro kembali dengan cepat saat mulutnya sudah terbuka setengah dan makanan itu nyaris masuk ke dalam.
Pria itu menatap Grace dengan tercengang. Dan hal itu pun juga membuat Grace tersadar atas tindakannya. Ia menatap terkejut pada kedua iris biru Adro, sementara pria itu menatap kedua iris hazelnya.
Grace segera menarik tangannya. Ia dan Adro sama-sama bergerak salah tingkah. Suasana canggung dengan cepat mendominasi udara di sekeliling mereka.
"Ji-jika kau kesulitan menggunakan sumpit, maka kau bisa menggunakan tangan kosong untuk memakannya," Ucap Grace setelah berdehem. Lalu ia memukul ringan kepalanya sendiri dan bergumam, "Bodohnya diriku. Bahkan seorang anak kecil perlu waktu cukup lama untuk belajar menggunakan sumpit. Maaf membuatmu kesulitan,"
Adro menggeleng. "Kau tidak perlu menyalahkan dirimu. Terima kasih sudah bersedia mengajariku. Sepertinya menggunakan tangan kosong akan lebih mudah untuk saat ini," Tuturnya seraya mengambil sushi itu dengan kedua jarinya.
"Apa ini langsung dimakan saja?" Adro menatap Grace sebelum benar-benar memasukkan makanan itu ke dalam mulutnya.
Grace mengangguk dengan senyum tipis. "Kau bisa memakannya dengan cara apa pun. Ini adalah negara yang bebas, selagi kau tidak merugikan orang lain, tentunya,"
Demikian, Adro melahap sushi itu dan mengunyahnya pelan. Ia tidak berbicara dan keningnya mengkerut sebagai bentuk dirinya yang mencoba menyimpulkan apa yang lidahnya rasakan.
"Bagaimana?" Grace menatap Adro dengan mata bulat penuh ekspektasi.
Setelah menelan makanan itu, Adro akhirnya bicara, "Makanan ini memiliki rasa yang sangat bertolak belakang dari tampilannya. Namun ini terasa sangat enak,"
Grace tersenyum lega. "Aku senang ternyata kau menyukainya," ucapnya dengan helaan panjang bagaikan seorang peserta perlombaan memasak yang tengah berhadapan dengan juri.
"Terima kasih sudah menyediakan makanan untukku, Grace." Ucap Adro sepenuh hati.
Seketika, kedua pipi Grace memerah. Ia berusaha menyembunyikannya dengan menatap ke sembarang arah yang berakhir pada jendela kamar. Sungguh, ia harus banyak-banyak menampar pipinya sendiri ketika berhadapan dengan pria ini.
Grace mengerti bahwa Adro hanya mencoba bersikap sopan padanya. Adro juga adalah seorang pangeran yang tinggal di kerajaan lawas. Tentu ia akan bersikap formal dan sopan seperti ini. Namun, Grace tidak bisa memungkiri sebuah fakta bahwa pria yang memiliki wajah tampan akan membuat segala tindakan sopannya menjadi puluhan kali mematikan untuk seorang wanita biasa berhati lemah seperti Grace. Wajah indah itu akan membuat wanita lengah menyalahartikan senyum itu.
Grace segera berdehem untuk menghilangkan kegugupannya. "Tidak perlu berterima kasih. Kau adalah makhluk hidup. Tentu aku akan memberimu makan. Semua orang tentu akan hal yang sama jika berada di posisiku,"
Namun, Adro malah menggeleng. "Tidak semua orang sebaik dirimu. Aku mengatakan ini berdasarkan pengalaman hidupku,"
"Be-benarkah? Haha..." Grace menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal. Ia merasa canggung. Namun sepertinya, Adro tidak merasakan hal yang sama. "Kau bisa melanjutkan makanmu. Nanti itu akan segera dingin,"
"Apakah ini seharusnya hangat? Karena makanan ini memang dingin sekarang," Tanya Adro seraya menatap sushi-sushinya.
Ah... Grace merasa ingin menggigit lidahnya sendiri. Tentu saja sushi memang termasuk makanan yang disajikan dalam kondisi dingin. "Ma-maksudku: Rusak. Habiskanlah sebelum itu rusak,"