webnovel

The Fleeing Chaos Demon

Asheel Doom, iblis yang lahir dari kekacauan, dan orang yang terlahir sebagai raja, kabur karena takut dengan mimpi yang dia alami. Dia pergi sambil mengajak rekan-rekannya yang ia temui di masa lalu, dan mereka tiba di sebuah dunia modern yang terdapat iblis, malaikat, malaikat jatuh, dan dewa. Ini hanyalah kehidupan sepasang Dewa yang dibuang ke Alam Fana.

Nobbu · Anime et bandes dessinées
Pas assez d’évaluations
289 Chs

Puncak Kekacauan 3

Setelah Asheel selesai berurusan dengan Sariel dan Tarmiel, dia segera mengalihkan pandangannya ke Klan Iblis yang tersisa.

Pada saat ini, hanya ada beberapa anggota Klan Iblis yang masih bertahan dan kebanyakan dari mereka merupakan member dari Sepuluh Perintah Tuhan.

Mereka adalah Galand, Derieri, Monspeet, dan Fraudrin.

"Apakah kalian tidak akan maju?" Asheel berkata dengan nada dinginnya yang terdengar seperti mesin. Matanya memandang rendah mereka yang berada dalam pandangannya.

Mereka ragu-ragu sejenak sebelum Monspeet melangkah maju.

"Apakah kami mempunyai pilihan?"

Nadanya terdengar sangat berat dengan ekspresi serius di wajahnya. Semua kemalasan yang dia tunjukan sebelumnya telah menghilang.

"Pilihan, ya? Itu tergantung pada kalian sendiri, apakah kalian akan bertahan atau tidak dalam kekacauan yang akan datang."

"Kekacauan?"

Mereka semua mengerutkan alisnya dan menjadi waspada terhadap perkataannya. Eksistensi kuat seperti Asheel sudah cukup untuk membuat seluruh Britannia berada dalam kekacauan.

Itulah yang ada di pikiran mereka, karena sejauh ini kekuatan yang di tunjukkan Asheel sebanding dengan Dewa mereka.

Untuk Asheel sendiri, dia bisa membuat situasi di seluruh dunia kacau hanya melalui jentikan jarinya.

Yang menjadi masalah adalah; apa metode yang akan dia gunakan untuk memuaskan hasrat dan nafsunya?

Menatap mereka semua sekali lagi, Asheel membuka mulutnya: "Ya, kekacauan. Aku menginginkan kekacauan sejati yang hanya diciptakan untukku, aku ingin melihat kalian semua saling berjuang, aku ingin tahu bagaimana kalian akan saling membunuh satu sama lain."

Perkataannya sangat mengejutkan mereka. Bahkan Raja Iblis yang terkenal jahat dan tiran tidak akan melakukan hal itu, tapi yang ada di depan mereka hanyalah kejahatan murni.

Sosok tabu yang seharusnya tidak pernah ada.

Melihat reaksi mereka, Asheel mengeluarkan seringai merendahkan. "Ahh, ciptaanku yang lucu. Kalian ada hanya untuk menghiburku dan sebagai pemuas nafsuku.

"Nah, terserah bagaimana kalian akan bertahan."

Setelah mengatakan itu, Asheel mengulurkan tangannya dan dua buah item muncul di genggamannya.

Keduanya adalah sebuah patung, yang terdapat di tangan kiri adalah sebuah patung Iblis emas dengan kepala kambing dan enam lengan, dengan setiap lengannya terdapat permata warna-warni di genggamannya. Di tangan kanan adalah patung malaikat, dengan enam pasang sayap yang melambangkan kesucian dan keadilan.

"Armageddon Evil!"

"Justice King Michael: Armageddon!"

Kedua patung itu bersinar, dengan patung Iblis memiliki sinar merah, dan patung malaikat memancarkan sinar putih suci.

Patung itu menghilang menjadi serpihan cahaya dan menyatu dengan dunia ini.

Anggota Klan Iblis yang tersisa hanya bisa melihatnya, mereka tidak memiliki kekuatan untuk menghentikannya.

Di bawah tatapan semua orang, dua buah gerbang muncul dari ketiadaan dan mengambang di udara. Gerbang pertama memiliki ukiran Iblis dan Malailat Jatuh, dengan gerbang kedua memiliki ukiran Malaikat. Kedua gerbang itu dipisahkan oleh jarak dalam satuan kilometer, tapi karena ukurannya yang sangat besar dan saling berhadap-hadapan, gerbang itu bisa dilihat dengan jelas oleh siapapun yang berada di sekitar sini.

"A-Apa itu?"

Dengan tanggap, Monspeet menjawab pertanyaan Derieri: "Aku tidak tahu, tapi aura yang dikeluarkan kedua pintu itu sangat tidak mengenakkan. Aku memiliki firasat buruk hanya dengan menyaksikannya."

Gerbang Iblis memiliki aura yang sangat beracun dan destruktif, sementara Gerbang Malaikat mengeluarkan aura yang sangat nyaman dan suci.

Walau Gerbang Iblis seperti memiliki keakraban terhadap Klan Iblis, tapi tetap saja Monspeet bahkan tahu jika sesuatu yang muncul dari dalam sama sekali bukan hal yang baik.

"Sepertinya kita terjebak dalam masalah serius. Mungkin hanya Raja Iblis dan Dewa Tertinggi yang mampu menghentikannya!" Galand dengan suara seraknya yang biasa berkomentar seperti kakek tua.

Saat mereka saling gelisah, suara Asheel menggema sekali lagi:

"Hmph, melihat kalian begitu menantikannya, sepertinya kalian sudah siap akan keputusasaan yang akan menimpa dunia ini. Kalau begitu aku mengucapkan selamat untuk apa yang akan terjadi! Sebagai bonus, kedua gerbang itu merupakan hadiah terbaik dariku!

"Berputusasalah, menangislah, bersujudlah, aku ingin melihat kalian semua melakukannya! Kalian bisa membalas hadiahku dengan melakukan hal itu!"

Perkataannya menggema di seluruh langit Britannia. Tiba-tiba, dunia tampak seperti akan menangis karena seluruh langit di dunia menjadi gelisah dan lebih gelap dari hari biasanya.

Setelah awan menggelap dan melakukan gerakan, air hujan turun diikuti dengan petir yang menggelegar. Suara ledakan kilat bisa terdengar di mana-mana.

"Aku merasa seperti dunia akan runtuh."

"Monspeet-sama, apa yang harus kita lakukan?"

Monspeet melirik ke Fraudrin sebelum menjawab, "Apa lagi yang kita bisa? Seperti yang telah dikatakan orang itu, kita hanya bisa melawan keputusasaan yang akan dia bawa."

"Hee, kau dengan cepat menerimanya." Derieri menyenggol Monspeet dan menyeringai.

"Hah, kita hanya bisa menghiburnya sesuai apa yang dia inginkan." Monspeet menghela napas.

"Kau jatuh sesingkat itu, Monspeet?" Galand bertanya dengan curiga.

"Orang itu lebih kuat dari Raja Iblis, dan kemudian aku percaya pada kata-katanya." Monspeet terkekeh sambil mencubit kumisnya. "Yah, dia pencipta segalanya."

"Apa-!?"

Sebelum Fraudrin bisa berteriak dengan benar, aura Iblis dan Malailat bentrok hingga menghasilkan guncangan luar biasa pada ruang di sekitarnya.

"Sudah dibuka!"

"Bersiaplah dengan apa yang keluar nanti!"

Bukan hanya Klan Iblis, tiga Klan lainnya menjadi waspada dan takut. Beberapa bahkan sudah kabur, dan umat manusia tidak berhasil menjalankan rencana awal mereka untuk memberontak melawan Stigma.

...

Gedung Stigma, Light of Grace.

Sebuah pintu yang menghubungkan ke Alam Surgawi telah diretas oleh Melascula, dan mengalihkan gerbang itu ke Alam Iblis. Tapi, salah satu anggota Sepuluh Peringkat Tuhan lainnya hanya memanfaatkannya.

Gerbang itu tidak terhubung ke Alam Iblis sesuai yang telah direncanakan Melascula, melainkan ke Penjara Iblis.

Di gerbang yang suram, menakutkan, dan penuh dengan rantai itu, sebuah kursi roda dengan seorang pria duduk di atasnya muncul.

"Kau, sialan! Gowther, kau mengkhianati kami!" Wajah Melascula jelek saat berteriak dengan marah. Setelah mengalami semua pelecehan sebelumnya, kemarahannya telah mencapai puncaknya dan tidak bisa dipuaskan hanya dengan membunuh beberapa pasukan Stigma.

Pria di kursi roda itu tersenyum saat menatap Melascula, sebelum mengalihkan pandangannya ke langit.

"Hmm, ini tidak sesuai dengan rencana sebelumnya. Variabel lain telah muncul dan mengacaukan segalanya. Aku ingin tahu ke mana ini akan berakhir."

Pria bernama Gowther itu masih tersenyum terlepas dari semua kekacauan yang ada.

"Bajingan, kau mengabaikanku!"

Melascula akan menyerangnya, tapi kemudian terhenti karena tiba-tiba ada orang yang menyuntikan proyeksi ungu di lehernya.

Orang itu memiliki jenis kelamin yang bisa dipertanyakan. Terlihat seperti laki-laki maupun perempuan. Rambutnya berwarna merah muda dan dia memakai kacamata. Tubuhnya sangat kecil dan kurus, dengan ekspresinya yang tidak pernah berubah.

"Cukup merepotkan..." Gowther bergerak lagi dengan kursi rodanya dan menuju keluar.

Boneka Gowther yang baru saja menyerang Melascula mengikutinya dari belakang.

...

Di bawah tatapan semua orang, kedua pintu raksasa itu berderit secara bersamaan.

Saat keduanya akan terbuka, tiba-tiba suara melengking terdengar oleh semua orang yang tersisa di sana.

"Berhenti!"

Elizabeth berteriak sekuat tenaga saat dia terbang menuju Asheel dan berhenti tepat di depannya.

Asheel hanya menatapnya seperti biasa. Matanya dingin, mengeluarkan aura mengintimidasi, dan menampilkan kekuatan yang mengerikan.

Tapi di hadapan semua itu, Elizabeth tidak terpengaruh. Tekad kuat di matanya mampu membuat siapapun yang melihatnya luluh.

"Hentikan semua ini sekarang juga!" Elizabeth berteriak tepat di hadapannya.

"Kau ingin menghentikanku?" Asheel bertanya.

"Ya!"

"Dengan cara apa?"

"Apapun!"

"Tekad yang sangat baik. Tapi, setelah aku memutuskan sesuatu dalam mode ini, tidak akan ada yang bisa menghentikanku. Aku ingin sebuah kekacauan untuk pemuas hasratku, apa kau bisa memberiku itu?"

"Aku tidak bisa memberikan apa yang kau inginkan!" Teriak Elizabeth tanpa ragu.

"Kalau begitu, kau tidak punya apa yang bisa mendorong tekadmu untuk terwujud."

Asheel langsung mengulurkan tangannya dan menarik Elizabeth ke cengkramannya. Tapi sebelum Elizabeth bisa sampai di tangannya, seseorang sudah merebutnya terlebih dahulu.

"Elizabeth! Kau baik-baik saja?!" Meliodas bertanya dengan khawatir setelah melesat dan menyelamatkan Elizabeth.

"Ya, aku baik-baik saja. Terima kasih, Meliodas."

Setelah menurunkan Elizabeth, Meliodas lalu berbalik dan menatap Asheel.

"Asheel, hentikan semua omong kosong ini!"

Asheel yang merasa namanya dipanggil lalu menoleh ke Meliodas. "Hmm, siapa kamu? Mengapa kamu tahu namaku?"

"Kau bahkan telah melupakanku. Apa kau ingat pernah bertemu denganku beberapa tahun yang lalu?!"

Asheel menelusuri ingatannya sejenak dan mengingatnya, "Oh, bocah itu."

Dia lalu menatapnya, "Aku tidak peduli siapa kamu, tapi tidak ada yang bisa menghentikanku. Coba saja jika kamu bisa, hanya itu satu-satunya pilihanmu."