webnovel

The Fleeing Chaos Demon

Asheel Doom, iblis yang lahir dari kekacauan, dan orang yang terlahir sebagai raja, kabur karena takut dengan mimpi yang dia alami. Dia pergi sambil mengajak rekan-rekannya yang ia temui di masa lalu, dan mereka tiba di sebuah dunia modern yang terdapat iblis, malaikat, malaikat jatuh, dan dewa. Ini hanyalah kehidupan sepasang Dewa yang dibuang ke Alam Fana.

Nobbu · Anime et bandes dessinées
Pas assez d’évaluations
289 Chs

Janji, ya !?

Dengan perasaan bersalah yang selalu menyerangnya, Asheel seperti tidak tahan lagi dan ingin segera memberi tahu Merlin mengenai beberapa hal tentang dirinya.

Ini sangat aneh karena emosinya jatuh dalam kegelisahan yang berat, biasanya dia tidak seperti ini. Tapi karena Chaos Distraction, dia bisa menjadi apa saja.

Setelah mempersiapkan diri, dia membuka matanya dan menatap Merlin dengan ekspresi serius.

"Merlin," dia berkata dengan lembut.

Merlin tetap memperhatikannya meskipun terdapat kegelisahan di hatinya.

"Aku menyadari kamu belum tahu apa-apa tentangku. Bukan hanya aku, tapi juga kita bertiga," kata Asheel menatapnya dengan penuh kasih.

"Kalau begitu beritahu aku!" Merlin mendesak dengan mata penasaran sekaligus serius.

"Kita bertiga bukan dari Alam ini," kata Asheel sambil tersenyum.

Merlin memiringkan kepalanya, "Apakah itu Dunia Iblis? Ataukah Alam Surgawi? Aku tidak peduli dari mana kamu berasal karena aku sebenarnya juga menyembunyikan asal usul-ku padamu."

Dia memutuskan untuk memberitahukannya sejak semuanya telah sampai pada tahap ini.

"Bukan itu," Asheel menggelengkan kepalanya. "Kami berasal dari Dimensi lain, Alam Semesta lain."

Mata Merlin terbelalak saat mulutnya membentuk O, "D-Dimana itu ?!"

"Tempat yang sangat jauh," Asheel tersenyum.

"Kalau begitu, a-apakah kamu akan kembali? Apakah kamu akan meninggalkanku?" Merlin dengan cepat bertanya dengan kegelisahannya yang menumpuk di hatinya.

Asheel hanya tersenyum dan menggelengkan kepalanya, "Aku tidak akan kembali, setidaknya belum."

Mendengar itu, Merlin tersenyum lebar, tapi dia disadarkan dengan keraguan yang tiba-tiba muncul, "Kamu belum menjawab pertanyaan kedua-ku !?"

Ekspresi Asheel tiba-tiba menjadi murung, dan kepalanya menunduk.

"T-tidak mungkin...!" Merlin berkata dengan tidak percaya, dia lalu berdiri dan mengguncang kerah Asheel. "Hei, jawab aku! Kau tidak akan meninggalkanku, kan ?!"

Melihat Asheel masih tidak menjawab, sosok Merlin terjatuh dan hatinya terjun ke jurang keputusasaan, dia menjadi sangat murung.

Biasanya dia bisa menyembunyikan emosinya dengan baik, tapi saat kenyamanan yang baru saja dia temukan merasa terancam, itu bisa membuatnya mengeluarkan semua hal yang ada dipikirannya.

Baru hari ini, dia mengira telah menemukan kebahagiaan dalam hidupnya. Tetapi semuanya tidak berjalan sesuai yang dia pikirkan, kebahagiannya seperti telah direnggut dan itu perlahan-lahan akan menghilang.

"Aku mempunyai kondisiku sendiri."

Asheel hanya mengucapkan kata itu, tapi itu membuatnya terdiam.

Asheel sendiri sadar jika dirinya saat ini bukanlah dia yang biasanya. Kecenderungan saat mengalami Chaos Distraction, emosinya yang saat ini tidak stabil sangat memengaruhi dirinya. Dengan kegelisahan kecil, itu bisa menjadi lebih besar secara tidak terduga, dan bisa saja sebaliknya.

Merlin mencoba menenangkan dirinya, lalu dia berkata dengan gugup, "Lalu apa yang harus kulakukan agar bisa terus bersama denganmu?"

Asheel menghela nafas, "Apakah kamu sangat ingin terus bersama denganku?"

"Um!"

Melihat tekad di mata Merlin, dia merasa senang di hatinya.

"Sebenarnya kamu bisa terus berada di sisiku, hanya saja aku akan berada di tempat lain saat itu," kata Asheel.

"Apa maksudmu?" Merlin bingung.

"Aku memang tidak akan kemana-mana, aku berada di dimensi ini untuk mengklaimnya sekaligus melakukan urusan pribadi yang hanya bisa dilakukan di tempat ini."

"Lalu apa masalahnya?" tanya Merlin mendesaknya.

"Aku hanya akan masuk ke mode tidak aktif selama bertahun-tahun," kata Asheel sedikit lega setelah mengatakannya.

Merlin tambah bingung, "Hanya itu?"

"Yah, aku tidak tahu pasti berapa lama aku akan tidak aktif. Mungkin ratusan tahun, atau mungkin ribuan tahun, puluhan ribu juga masih mungkin."

Mata Merlin membelalak setelah mendengarnya, "Selama itu....?!"

"Bukan berarti aku mau meninggalkanmu, tapi itu karena keadaanku yang membuat kita harus berpisah selama itu," kata Asheel dengan tidak berdaya.

"Kenapa harus melakukan itu?" tanya Merlin dengan bingung.

"... aku mempunyai alasanku sendiri..."

Melihat Asheel tidak ingin mengatakannya, dia juga tidak memaksanya. Tetap saja dia akan merasa sedih dan putus asa jika harus ditinggalkan selama itu.

"Maukah kamu menungguku selama itu?" kata Asheel sambil tersenyum, sebenarnya dia tidak berharap banyak pada Merlin.

Tapi jawaban Merlin membuat hatinya terguncang.

"Aku akan selalu menunggumu tidak peduli berapa lama itu. Bahkan jika kamu tidak bangun, akulah yang membangunkanmu. Bahkan jika kamu akan meninggalkanku, aku akan berusaha mengejarmu!" Merlin mengatakan semua itu dengan tekad.

Asheel terdiam sejenak sebelum berkata, "Kenapa kamu mengatakan semua itu kepada orang yang baru saja kamu temui beberapa saat yang lalu?"

Mendengar pertanyaan itu, Merlin mengeluarkan senyum terbaiknya yang terlihat sangat manis. "Karena kamu adalah orang pertama bagiku, orang yang menempati hatiku."

Jawaban Merlin membuat kehangatan di hati Asheel, dia tidak bisa menahan untuk menepuk kepalanya, "Kuharap perasaan itu masih sama setelah aku bangun dalam tidur panjangku!"

Merlin yang senang di tepuk kepalanya mendengus saat dia berseru, "Apakah kamu meremehkanku ?! Aku sudah membuat janji untuk diriku sendiri, tentu saja aku akan memegang perkataanku!"

Mengatakan demikian, dia lalu menatap Asheel dengan serius, "Kamu juga Asheel! Berjanjilah untuk tidak pernah melupakanku walaupun kamu berada dalam situasi dimana kamu melenceng di luar kendalimu!"

Asheel sedikit berkeringat mendengar betapa akurat perkataan Merlin, tapi dia dengan cepat menenangkan dirinya saat dia juga memasang ekspresi serius:

"Aku janji tidak akan pernah melupakanmu setelah aku bangun!"

Nada itu terdengar tidak ada keraguan dalam perkataannya.

Melupakan semua orang yang pernah ditemuinya, bahkan orang yang memiliki arti penting terhadap dirinya juga bisa terjadi selama dalam proses Chaos Distraction.

Chaos Distraction sangat tidak bisa ditebak, yang bisa dilakukan Asheel hanyalah menahan dampak itu sekuat yang dia bisa.

Tapi janjinya dengan Merlin kali ini, dia sangat percaya diri untuk melakukannya. Dia sudah bertekad sejak awal untuk tidak pernah melupakan orang-orang yang dia anggap berharga dalam hidupnya.

Merlin juga puas dengan dengan tekad itu, tapi masih merasa ada yang kurang. Dia mengulurkan tangannya dan mengangkat jari kelingkingnya.

"Berjanjilah dengan jari kelingking, dengan begitu aku bisa menghilangkan semua keraguanku saat ini!" kata Merlin saat nadanya terdengar mendesak untuk melakukannya apapun yang terjadi.

Asheel hanya tersenyum dan juga mengulurkan tangannya, "Cara kesepakatan ini merupakan janji yang hanya dilakukan oleh anak-anak."

Merlin mengeluh mendengar komentarnya karena dia memang masih anak-anak, hanya saja dirinya memiliki sikap yang lebih dewasa.

"Tapi kali ini aku akan bermain denganmu!"

Jari kelingking mereka saling terhubung satu sama lain. Kegembiraan bisa terlihat dari ekspresi mereka berdua saat masing-masing dari mereka tertawa bersama.

Setelah mengeluarkan emosi mereka, Merlin tiba-tiba bertanya, "Bagaimana dengan Sera dan Ophis ?! Apakah mereka berdua juga melakukan hal yang sama denganmu?"

"Sera?" Asheel juga tersadar dari kegembiraannya, "Biasanya dia ikut tidur disampingku saat menemaniku dalam prosesnya dengan selalu berada di sisiku."

Merlin malah terganggu oleh hal lain, "Biasanya? Apakah masalahmu itu bukan yang pertama kali bagimu?"

"Ya, aku tidak tahu sudah berapa kali. Dalam setiap tidur panjangku, aku harus menstabilkan diriku sendiri dan itu akan membutuhkan waktu lama," Asheel menghela nafas.

'Tapi selalu berada di sisinya, ya....? Apakah aku juga bisa melakukannya ?!' Merlin terjun dalam pikirannya setelah mendengar perkataan Asheel sebelumnya.

"Jangan sekali-kali melakukan hal yang sama seperti apa yang akan dilakukan Sera padaku. Aku tidak ingin membatasi hidupmu hanya untuk orang sepertiku. Bakatmu dalam sihir adalah yang terbaik di dunia ini. Jelajahilah jalan itu, mungkin kamu akan menemukan tujuan lain dalam hidupmu."

Merlin terdiam sejenak sebelum bertekad jika dia akan menjadi lebih kuat. Tapi dia cemberut sebelum menatapnya, "Asheel, apakah kamu suka menghina dirimu sendiri?"

Mendengar kalimat kedua dari apa yang baru saja dikatakan Asheel, dia malah terlihat marah padanya.

Sementara itu, Asheel meneteskan keringat padanya. 'Apakah aku benar-benar berbicara dengan anak kecil ?!'

"Apakah kamu memikirkan sesuatu yang tidak sopan ?! Asal tahu saja, aku menganggap diriku sendiri sebagai orang dewasa," Merlin menyatakan dirinya sendiri dengan bangga.

Asheel menggelengkan kepalanya dalam kekalahan. Dia sendiri memang sering memandang dirinya sendiri sebagai orang jahat. Bagaimanapun, dia masih tanpa ampun terhadap orang asing.

Melenyapkan seluruh dimensi bukanlah masalah baginya, yang padahal dalam dimensi itu terdapat banyak jiwa manusia yang tidak bersalah.

Karena itu, menganggap dirinya sendiri sebagai orang keji, kejam, dan jahat juga bukan hal yang salah.

"Lalu bagaimana dengan Ophis ?!"

Suara Merlin membangunkannya dari pikirannya.

"Aku tidak tahu, aku sendiri hanya bertemu Ophis beberapa hari yang lalu." Asheel mengatakannya setidaknya dalam perspektifnya.

"Kalian terlihat akrab, tapi sebenarnya hanya orang asing, eh..?!" Merlin sedikit terkejut karena dia mengira Ophis adalah adiknya atau setidaknya memiliki hubungan dekat dengannya.

Yah, itu juga tidak salah.

"Dia adalah adikku."

Perkataan Asheel mengonfirmasi tebakan sebelumnya.

"....." Merlin dibuat terdiam sejenak. Dia langsung mendesaknya karena dirinya tidak mau kalah, "Apa apaan ?! Kamu mengangkat seorang adik begitu saja hanya dalam pertemuan beberapa waktu. Kalau begitu, aku juga akan menjadi keluargamu!"

"....."

Menyadari apa yang baru saja dia katakan, Merlin merasa malu saat dia menundukkan kepalanya mencoba menyembunyikan warna merah di pipinya.