webnovel

Perihal Notes dan Pria Asing

"Tara!" teriak Meisa yang heboh sejagat raya.

Tara yang sedang asyik membalas chat di GC (Grup chat) tersentak kaget. Ia menengakkan tubuhnya menoleh ke belakang tapi malah mendapat tatapan horor dari Meisa.

"Please deh, Mei. Jangan buat gue serangan jantung bisa, kan? Gue masih mau hidup!" cecar Tara geram.

"Ngapain lo bengong terus natap gue? Ngeri tau!" Tara bergidik takut, ia mengusap lengannya seraya memperhatikan sekeliling kelas.

Meisa menghampiri Tara, membuat Tara mengerutkan keningnya binggung. Ia duduk di samping sembari mengeluarkan sebuah notes kecil di depan Tara.

Tara yang tak paham, menatap sekejap pada notes yang Meisa pegang. "Lo mau ngasih gue itu? Yailah, enggak jaman surat menyurat saat ini tuh. Sekarang itu jamannya digital, Meisa!"

"Ck. Bukan itu maksud gue. Ini, ada yang ngirim notes berisi puisi di loker gue. Padahal loker gue selalu di kunci tiap hari. Dan hari ini gue baru buka, eh ada notes dengan kata-kata manis,"

Meisa menggaruk pipinya yang tak gatal, sambil memperhatikan loker di belakangnya.

"Mungkin orang iseng kali. Lo tau sendiri, kalau anak-anak jailnya enggak ketulungan. Sama kaya lo!" cibir Tara meletakkan kembali notes kecil itu pada Meisa.

"Sembarangan kalau ngomong. Gue enggak jail, lagian yang ngajarin gue jail itu lo," tutur Meisa tak mau kalah.

Tara melebarkan matanya. Untungnya Meisa sudah beranjak dari tempat duduk sebelum mendapatkan jitakan maut dari Tara. Meisa menatap loker miliknya serta tak lupa mengunci dari luar.

Kini, netra matanya beralih menatap sebentar notes di tangan sebelum membuangnya di tong sampah. Merasa ucapan Tara ada benarnya, Meisa tanpa ragu membuang notes itu di tong sampah belakang kelas. Di mana, terletak paling pojok ruangan dengan sapu serta lap pel di gantung di dinding.

Setelah itu, Meisa kembali duduk di samping Imelda dengan buku novel yang sudah ia pinjam beberapa menit yang lalu.

Tanpa sadar. Seseorang kembali mengambil notes yang baru saja Mayang buang. Ia mengusap pelan notes yang sudah terkena debu. Sebelum ada yang melihatnya, ia segera memasukkan notes itu di dalam saku celananya dan pergi meninggalkan kelas yang kebetulan sangat ramai.

Hari di mana yang tak pernah aku lupakan, yang kini telah menjadi kenangan.

Waktu kita bersama saling bercerita, tentang aku dan kamu, tanpa ada si dia.

Waktu di mana, senyumanmu merekah tanpa ada beban.

Bolehkah kita kembali pada masa itu? Bercerita dengan senja menjadi latar belakangnya. Dan, bolehkah aku merindu pada saat-saat itu? Bahkan di setiap detik, aku rindu. Rindu tentangmu yang tak pernah pergi.

Seketika Meisa speechless saat mendengar suara seseorang dari pengeras suara di pojok kelas. Bukan suaranya yang Meisa kenal tapi puisi yang dia bawakan.

"Tumben benget sekolah ngadain acara baca puisi. Biasanya aja, dia setel musik melow sama Jaz. Kayaknya penyiar ganti haluan." Kata Tara, saat mendengar suara cempreng milik Toriq yang kembali menyapa pada pendengar.

"Tara. Lo tau engga? Puisi yang tadi dibacakan oleh Toriq, itu puisi dari notes yang gue temui di loker!" seru Meisa.

Ingin memastikan kebenaran. Meisa beranjak dari duduknya, menghampiri tong sampah yang menjadi pembuangan terakhir. Meisa melebarkan matanya saat menyadari kalau notes itu hilang.

"Ra, notes-nya hilang. Dugaan gue benar! Kalau itu dari pengemar gue." Tutur Meisa membuat Tara bergegas menghampirinya sembari menoleh ke tong sampah.

"Serius itu notes hilang?" tanya Tara penasaran.

"Serius Tara budin! Lo enggak liat muka gue serius gini!" desis Meisa kesal.

"Udahlah. Percaya sama gue, itu cuman orang asing dan kenapa Luna baca puisi. Mungkin aja dia enggak sengaja liat lo buang tuh notes, terus dibaca deh di Radio FM Scm." Ujar Tara panjang lebar sekadar untuk menenangkan Meisa yang gusar.

"Gimana kalau itu benaran dari pengemar gue?" ucapan Meisa sontak saja membuat Tara pura-pura muntah, jijik.

"Ngarep! Mana ada orang yang nge-fans sama lo. Modelan kaya gini dijadikan idola, kalau pun iya, itu pengemar lo matanya katarak," cecar Tara seraya memutar tubuh Meisa ke depan dan ke belakang.

"Eh, bisa jadi itu dari mantan mantan lo Mei!" ujar Lia menimpali membuat Tara maupun Meisa mengalihkan pandangan ke depan.

"Eh iya, lo kan banyak mantan, bahaya Mei!" seru Tara membuat Meisa heran.

"Bahaya gimana?" Meisa menautkan kedua tangannya di depan dada.

"Dia bisa jadi Orion!" sela Lia mampu membuat Meisa dan Tara saling pandang satu sama lain.

"Gila! Gue nggak sadar. Iya yah, gimana kalau itu dari Orion?" ujar Tara membuat Meisa semakin ketar ketir tidak karuan. Terlebih lagi kejadian malam lalu membuat Meisa benar-benar takut menemui Orion.

"Eh, Mak Ijah. Daripada menerka nerka mulu, mending kita samperin tersangka pertama," cetus Lia. Namun, Meisa yang tak paham mengerutkan keningnya binggung.

Tara mengibas-ibaskan telapak tangannya, ia mendadak gerah. Apa lagi melihat tawa renyah dari Meisa. Di sampingnya, Lia pun sama, mendengkus sebal dengan sikap Meisa.

"Cogan apaan? Kepala plontos bin licin kek gitu dikata cogan," ujar Tara kesal.

"Cogan itu, yang punya tubuh atletis, putih plus berlesung pipit. Apa lagi, jago main basket, beuh ... ngiler jadinya." Tutur Lia sembari berandai-andai.

"Apa lagi, punya ABS. Ahh, otot-ototnya itu loh." Timpal Lia. Dah, klop banget mereka berdua. Jika pembahasannya tentang cowok ganteng, mata mereka hijau dan siap-siap berdandan ala-ala.

Kenapa pula jadi bahas cogan? Pikir Meisa sembari menepuk jidatnya sendiri melihat kedua temannya yang mendadak akur jika bahas cogan. Memang benar, kehadiran cogan di muka bumi sangatlah mengubah cara pikir mereka berdua.

"Cogan, cogan mulu. Sadar woy! Ngapain lo berdua pada bahas cogan? Gimana masalah notes itu?" ujar Meisa frustrasi.

"Gampang itu mah." Cetus Tara sembari melanjutkan ucapannya tentang cogan sama Lia.

"Dan, asal lo tahu Lia, kalau cowok ada yang punya tahi lalat di hidung. Aw! ... manisnya enggak ketulungan." Sambung Tara girang membuat Meisa memutar bola matanya malas.

"Usah sono, lo berdua kalau mau gosip jangan di sini!" sahut Toriq menyudahi pertikaian mereka. Namun, sayangnya ucapan Tiror tak di dengar oleh kedua gadis yang masih beragumen tersebut.

"Sekalian aja punya tahi lalatnya idup, kek tompel." Timpal Meisa kesal. Merasa terabaikan oleh mereka dan pembahasan mereka yang tak bermutu, Meisa memilih pergi.

"Meisa!" terisk Lia.

Meisa memutar tubuhnya ke belakang. Ia berkacak pinggang menatap Lia dan Tara secara bergantian.

"Menjauh dari kalian berdua. Bisa bahaya hidup gue kalau pembahasan lo berdua cogan, cogan mulu. Otak gue enggak satu server. Lagi pula, gue kan polos." Sahut Meisa sebelum menjauh dari mereka berdua.

"Wah parah. Lo kira gue sama Lia ngehasut lo ke jalan yang enggak benar, gitu?" ujar Tara.

"Heh, inget. Julukan 1000 mantan masih tersemat buat lo. Polos dari cina!" kelakar Lia.

"Nah, tuh tau." Celetuk Meisa sembari tersenyum lebar menatap wajah mereka berdua secara bergantian. Lalu, ia bergegas pergi, bahkan berlari menjauh dari Tara yang sudah mengeluarkan tanduknya.

Di sisi lain, Cantika terbengong-bengong melihat situasi kelas tampak kacau bagaikan kapal pecah. Lagi pula zaman sekarang masih aja pake surat cinta?

Cantika membalikkan badannya dan terperangah saat menabrak seseorang di depannya.

"Lo suka sekali nabrakin orang?" ketusnya berlalu pergi meninggalkan Cantika yang tampak bingung.

"Dia siapa, kok seakan-akan tahu tentang gue?" tutur Cantika menatap kepergian pria dengan iris abu-abu tak lupa akan penampilannya yang sedikit berbeda dari siswa lain.

"Anak baru? Tapi ... kenapa dia pakai anting di telinga kirinya?" gumam Cantika masih terus memperhatikan pria itu dengan saksama.

"Gue harus selidiki."