webnovel

THE BIG BOSS BRONDONG

Sinopsis Alex, remaja 16 tahun. Tampan, Tinggi, tapi bermasalah, dikeluarkan dari sekolah, diremehkan dan dikucilkan. Sejak  Ayah dan Ibu Alex meninggal karena kecelakaan. Alex hidup luntang-lantung. Saudara-saudaranya mengusirnya karena Alex bukan saudara kandung mereka. Pria Arab, Waleed Alan Tabarak, mengaku sebagai Ayah kandungnya. Menjemputnya paksa dan menjadikan dirinya sebagai CEO di perusahaan minyak cabang Indonesia. Dia menjadi CEO termuda sepanjang sejarah. Bahkan, Alex harus melanjutkan sekolahnya di SMA meskipun dia seorang CEO. Nama belakang Alex menjadi Alex Waleed Tabarak. Ayahnya merupakan salah satu pangeran Arab yang pernah menikahi perempuan Indonesia. Seketika hidup Alex berubah drastis. IG: @i_karameena

IrmaKarameena · Urbain
Pas assez d’évaluations
23 Chs

Pangeran Muda

 

3.

Pangeran Muda

~Saat daun-daun berguguran. Kupikir semuanya telah berakhir. Tetapi, malah baru dimulai. ~

 

Suara hati Alex setelah Pamannya (yang dia kira adalah Ayahnya) meninggal.

Copyright ©Irma Karameena the novel & the quotes

***

Malam merengsek masuk, berdiri di atas sana, dan sudah naik sebagai panggung waktu, bersama bintang-bintang sebagai hiasan indah alam raya. Malam ini telah membuka jalan untuk anak muda malang sore tadi. Dan kini mobil mewah itu mengantarkannya ke sebuah tempat yang belum pernah dirinya kunjungi. Seperti sebuah keajaiban dalam satu malam, segalanya bisa berubah. Tak ada yang tak mungkin di dunia ini. Bisa dibilang ini bukan keajaiban tetapi keberuntungan yang tertunda bagi Alex. Menjadi anak seorang pangeran Arab memang garis tangannya. Artinya, hidupnya bukan keajaiban tiba-tiba, namun keajaiban yang tertunda.

"Kita sudah sampai, Tuan Muda," kata Marco sambil membuka pintu mobil, "hotel ini milik Ayah kandung Tuan muda. Dan dia tinggal di penthouse hotel. Lantai paling atas."

Apa???

Penthouse???

Alex turun dari mobil itu sambil mendekap ranselnya. Wajahnya mendongak ke atas. Menatap tingginya hotel itu. Hotel bintang lima di Jakarta Selatan. The Westiny.

Selama ini Alex berkhayal tentang hotel mewah dan memasukinya. Ini seperti mimpi baginya. Tetapi pria itu bilang, hotel ini milik Ayahnya? Ayah kandungnya? Apa? Sungguh Alex tak pernah menyangka. Kalau Ayahnya bukan orang Arab biasa.

Saat masuk hotel, seluruh orang di sana membungkuk hormat padanya.

"Selamat datang, Tuan muda."

Mereka memanggilku tuan muda? Kata Alex dalam hati. Pintu hotel itu terbuka dan tertutup dengan otomatis. Marco memencet lift. Beberapa Bodyguard juga masuk ke dalam lift itu. Dan Alex masih terpaku. Melihat kesana-kemari. Betapa mewahnya hotel ini. Lampu-lampunya bersinar terang dan tak pernah mati.

"Tuan muda, ayo masuk," kata Marco.

Alex akhirnya masuk ke dalam lift juga.

KLIK~

Lift berhenti.

Mereka sudah sampai di lantai paling atas. Penthouse. Mereka di sambut dengan ribuan pelayan berseragam. Lampu-lampu mewah. Ornamen-ornamen bling-bling menghiasi mata Alex. Semuanya berwarna silver dan keemasan.

Ah, sungguh mewah.

Apakah ini rumahku? Gumam Alex dalam hati.

"Ini akan menjadi rumah Tuan Muda," kata Marco.

Dua orang pelayan laki-laki membukakan baju kotor Alex. Lalu membawa Alex ke dalam kamar mandi. Dan itu sangat luas. Mereka menyiapkan air hangat di bak mandi besar dengan pewangi dan beberapa campuran cairan sabun herbal. Alex suka wanginya. Tercium sangat maskulin.

Pelayan-pelayan laki-laki itu menuangkan sampoo di atas rambut Alex. Dan memandikan Alex seolah-olah Alex belum pernah mandir. Mereka melayani Alex seperti seorang pangeran muda.

"Kenapa kalian memandikanku? Aku bisa mandi sendiri. Kumohon, tinggalkan aku," kata Alex sedikit gugup dan malu.

Lalu mereka keluar dari kamar mandi tanpa sepatah katapun. Menutup pintu dan membiarkan Alex mandi sendiri di dalam. Mereka sudah menyiapkan semua. Berbagai macam jenis sabun, pembersih wajah, pembersih betis, pembersih ketiak, semuanya LENG-KAP!

"Gila! Apa Ayah kandungku sekaya ini?" kata Alex mencoba menepuk-nepuk wajahnya, "aku tidak bermimpi kan? Atau aku sudah ada di alam lain? Apa aku ini di surga sekarang?"

Pelayan-pelayan itu juga menyetelkan musik klasik. Musik itu terdengar mengalun pelan dan tenang di telinga Alex. Lalu, pelayan-pelayan itu memberikan Alex handuk. Setelah selesai mandi. Dan salah satu pelayan mengeringkan rambut Alex dengan handuk. Alex didudukkan di sebuah tempat dengan kaca di mana-mana. Seperti ruang rias raksasa.

Lalu datang pelayan lagi, dia memotong rambut berantakan milik Alex. Dia tampak ahli memotong rambut. Apa dia tukang cukur rambut khusus di sini? Gumam Alex.

Pelayan itu juga memberikan Alex pakaian yang pantas. Terlihat elegan, rapi, dan sesuai umur Alex. Mungkin mereka para stylish khusus juga di sana.

"Tuan besar sedang menunggu di kamarnya," kata Marco, "oh ya, Saya Marco. Sekertaris perusahaan dan asistant pribadi Tuan besar selama dua puluh tahu lebih."

"Oke," Alex hanyamengangguk saja. Sesekali dia menatap dirinya di kaca-kaca ang terpampang luas di sekitarnya. Ketampanannya semakin terpancar.

"Silakan masuk, Tuan muda," ucap Marco.

Pintu terbuka lebar. Di sana berjejer para pelayan wanita dan pria. Sama banyaknya seperti di ruang depan penthouse.

Ruangan itu sangat lebar. Ada ranjang di tengah. Itu terlihat sangat kecil, saking luasnya kamar Ayah. Dan ada kursi-kursi mewah berjejer dengan rapi. Semuanya penuh lilin-lilin dan lampu-lampu mewah.

Seseorang itu duduk membelakangi pintu. Mengenakan setelan jas mewah berwarna kuning keemasan.

"Pergilah kalian semua. Tutup pintunya. Biarkan aku dan putraku bicara secara pribadi," kata suara itu dengan tegas.

Semua pelayan keluar. Kecuali Marco. Sepertinya, Tuan besar orang yang disiplin dan tak dapat dibantah. Alex berjalan kikuk  di depannya.

"Duduk," kata pria dengan kumis dan brewok tebal itu. Orang itu duduk dengan sangat wibawa. Menatap Alex lekat-lekat.

Alex duduk dengan gugup. Ini pertama kalinya bertemu dengan Ayah kandungnya.

"Kudengar, pamanmu meninggal?" tanya Tuan besar padanya.

Alex mengangguk.

"Yeah? Mau apa kau? Kau telah membuangku."

Tuan Waleed tak langsung menjawab. Dia tampak tenang dan tak marah sama sekali.

"Kau salah anak muda... Pamanmu yang tak ijinkan aku membawamu. Aku hanya punya 4 anak. Dua putra di Arab, satu putra di Dubai, dan satu putra di Indonesia. Dan itu kau. Tinggallah di sini, daripada kau tinggal diluaran. Seperti tikus mau mati saja!"

Ayahnya meneguk minuman dingin di tangan kanannya. Dia nampak sangat wibawa di mata Alex. Sungguh, dia benar-benar seperti Ayah di negeri dongeng baginya.

"Apa kau tahu siapa aku?"

Alex menggeleng.

"Kau benar-benar sekaya ini?" tanyanya basa-basi.

Tetapi pertanyaan itu, justru Marco yang menjawab.

"Tuan besar adalah Pangeran Waleed Alan Tabarak, salah seorang pangeran Arab. Memiliki perusahaan minyak di mana-mana. Selain hotel dan property,  Tuan Pangeran Waleed juga punya perusahaan minyak cabang Indonesia."

Apa? Dia seorang pangeran Arab? Artinya aku pangeran juga? Gumam Alex. Alex belum mempercayai ini.

"Berapa usiamu sekarang? Tampaknya kau masih sekolah," kata Tuan Waleed.

"Enam belas tahun."

"Ohh... berarti sudah bisa jadi CEO. Jadi aku tak perlu repot-repot tinggal di sini. CEO sebelumnya baru saja kupecat juga. Dia mengkorupsi dana proyek pengeboran minyak," ujarnya. Lalu menaruh gelas di atas meja.

TEK!

Terdengar tegas. Saat dirinya menaruh gelas. Alex menatap gelas itu. Lalu menatap wajah Tuan Waleed.

"Apa? Aku jadi CEO?" tanya Alex.

"Ya. Apa kau tak mau?"

Tuan Waleed mengernyitkan dahi.

"Mau..."

"Kau sama denga Talal waktu itu. Talal berani menjadi CEO di perusahaan minyak cabang Dubai. Usianya waktu itu baru 17 tahun. Kau juga pasti bisa. Sebentar lagi, umurmu bertambah kan?"

Marco memberikan sebuah kertas pada Tuan Waleed. Surat pemindahan posisi CEO sebelumnya pada CEO baru. CEO sebelumnya bukan kalangan keluarga, tetapi orang umum.

"Kau pewarisku di sini. Semua perusahaan yang kumiliki di Indonesia itu milikmu. Jadi kau tak usah repot-repot rebutan rumah tua mendiang ibumu. Sepupu-sepupumu itu telah mengusirmu, kan?"

Alex menunduk. Mengingat kenangan pahit itu. Rasanya sakit.

"Rumah itu, milik ibumu. Sebagai mahar pernikahanku dan dia," Tuan Waleed tampak mengenang, "aku tidak suka darah dagingku diinjak seperti sampah."

Tuan besar tampak sangat marah. Giginya mengatup. Gemeretak.

"Aku sudah tua. Harapanku satu-satunya itu ada pada putra-putraku. Tidak mungkin aku terus-menerus bepergian jauh dan mengurus bisnis sendiri. Mulailah kuat, jangan bersikap lemah. Belajar! Semua anakku harus hebat dan berani. Gunakan semua yang kau miliki sekarang."

Alex memandang wajah Waleed. Dia tak berani memandang mata lelaki kharismatik itu. Tuan Waleed mengambil pena di sakunya. Dia hendak bersiap menuliskan sesuatu di kertas itu.

"Namamu sekarang Alex Waleed Alan Tabarak. Bukan lagi Alex Rustam Wijaya. Kudengar kau juga dikeluarkan dari sekolah? Dan dituduh pencuri?"

Alex mengangguk lagi.

"Kenapa kau tau segalanya tentangku?" tanya Alex dengan heran. Wajahnya menampakkan kesedihan. Semacam kesal tak berkesudahan.

"Aku selalu mengawasimu meskipun kau tak disisiku," kata Tuan Waleed. Lalu dia melakukan tanda tangan.

Kemudian, Marco memberikan kertas itu pada Alex.

"Sekarang, Tuan muda, silakan tanda tangan. Untuk identitas baru nanti. Biar saya yang urus," kata Marco dengan senyum merekah.

Alex menatap lekat-lekat kertas itu.

TTD,

Founder & Komisaris,

Prince Waleed Alan Tabarak

Lalu di samping kiri tertulis...

TTD,

CEO,

Prince Alex Waleed Alan Tabarak

"Sudah lama namamu itu terdaftar di negara Saudi. Karena aku bukan pria tak bertanggung jawab. Semua orang istana tahu jika aku punya putra dan istri muda di Indonesia," ujarnya.

Alex menandatangani surat pengalihan jabatan itu. Marco mengambil kertas itu lagi. Lantas menyimpannya dalam sebuah map.

"Jangan sekali-kali kau membagi hartamu dengan para sepupumu yang jahat itu. Mereka telah mengusirmu. Dan mereka tak punya hak apapun," kata Tuan Waleed, "semua perusahaan di sini dalam kontrol kerajaan Arab Saudi. Jadi berhati-hatilah. Aku tidak suka sikap tak bertanggung jawab!"

"Baik, Tuan..." kata Alex gugup.

"Panggil saja aku Ayah."

"Baik Ayah..." Alex merasa canggung.

            "Aku besok akan kembali ke Saudi. Aku kesini setiap bulan untuk mengecek perusahaan. Kau tinggal saja di penthouse ini. Kau nikmati semuanya. Kalau kau butuh apapun. Ada pelayan-pelayan itu."

Berjejer pelayan-pelayan di sana, lelaki dan perempuan.  Mereka kembali masuk setelah Marco membuka pintu kamar pribadi Ayahnya.

"Dan dia menjadi sekertarismu sekarang," Waleed menunjuk Marco, "Pak Marco akan mendampingimu memimpin perusahaan. Membagi waktu sekolahmu dan datang ke kantor."

"Baik, Ayah," ujarnya lagi.

Ternyata Ayah kandungnya tak jahat sama sekali. Padahal dibayangan Alex, Ayah kandungnya ini akan menganaktirikannya. Tetapi, ternyata dia membagi kekayaan dengan adil. Ternyata juga, dia sudah lama mengawasi Alex. Dia tak benar-benar meninggalkan dirinya.

"Di sini aku menyediakan 1 mobil alpard, 2 BMW dan 1 jaguard. Kau boleh menggunakannya. Bebas! Dan ingat ya, kau harus merawatnya dan bertanggung jawab. Aku tidak suka laki-laki yang tak punya tanggung jawab. Kalau kau mau, kau boleh membeli mobil baru yang kau suka dari gajimu. Jangan berfoya-foya. Belajar yang benar."

"Baik, Ayah." Hanya itu yang bisa Alex ucapkan.

"Aku juga ingin kau kembali ke sekolah yang mengeluarkanmu itu. Tentunya dengan nama dan identitas barumu, iya kan? Apa kau tak ingin membalas mereka?" tanya Ayahnya.

Ide yang bagus! Pasti mereka kaget melihat Alex kembali bersekolah. Dengan nama baru dan identitas baru. Pastinya dengan penampilan baru. Alex sudah membayangkan apa yang akan terjadi jika dirinya kembali bersekolah di sekolah yang sama, sekolah yang mendepaknya seperti sampah tak berharga.

***

To be continued...

Instagram Author @i_karameena