webnovel

THE BIG BOSS BRONDONG

Sinopsis Alex, remaja 16 tahun. Tampan, Tinggi, tapi bermasalah, dikeluarkan dari sekolah, diremehkan dan dikucilkan. Sejak  Ayah dan Ibu Alex meninggal karena kecelakaan. Alex hidup luntang-lantung. Saudara-saudaranya mengusirnya karena Alex bukan saudara kandung mereka. Pria Arab, Waleed Alan Tabarak, mengaku sebagai Ayah kandungnya. Menjemputnya paksa dan menjadikan dirinya sebagai CEO di perusahaan minyak cabang Indonesia. Dia menjadi CEO termuda sepanjang sejarah. Bahkan, Alex harus melanjutkan sekolahnya di SMA meskipun dia seorang CEO. Nama belakang Alex menjadi Alex Waleed Tabarak. Ayahnya merupakan salah satu pangeran Arab yang pernah menikahi perempuan Indonesia. Seketika hidup Alex berubah drastis. IG: @i_karameena

IrmaKarameena · Urbain
Pas assez d’évaluations
23 Chs

Identitas Baru (1)

4.

Identitas Baru (1)

~Setiap hari aku mencoba bangkit. Sekalipun ribuan cacian datang. Apalah  artinya air mata?~

 

Alex saat menghadapi bullying dari genk Yoga.

Copyright ©Irma Karameena the novel & the quotes

***

Esok telah menjelang. Hari ini adalah hari yang paling ditunggu. Bagi seorang remaja yang pernah dipatahkan semangatnya, hari ini merupakan harapan baru baginya. Apa mungkin dunia ini memang benar-benar adil? Mengapa di saat dirinya terpuruk, semuanya berubah seperti mimpi yang bahkan tak pernah dia bayangkan. Tetapi ini memang kenyataannya sebagai seorang remaja yang tertantang untuk menghadapi cahaya apapun, apalagi hanya menghadapi kisah hari ini. Keberanian telah membawanya melangkah dengan dukungan yang Tuhan berikan.

"Ingat ya, Alex. Kau harus bertanggung jawab atas dirimu sendiri dan apapun yang kau pimpin. Aku memberimu 4 bodyguard. Mereka akan selalu ada untukmu. Dan aku mengawasimu meski aku tak disini."

"Baik Ayah," ujar Alex dengan patuh.

Berkali-kali Ayahnya itu menyampaikan tentang tanggung jawab. Sepertinya Tuan Waleed ingin mengajarkan itu pada Alex.

"Cium tanganku. Aku ini Ayahmu. Kenapa tak dari dulu kau mencariku? Pamanmu itu tak becus mengurusmu!" katanya lagi sebelum pergi.

Tuan Waleed tiba-tiba memeluknya. Alex setengah kaget. Rupanya pria yang dia sebut Ayah ini sudah lama merindukannya. Itu sangat terlihat ketika pria itu memeluk Alex erat-erat seakan-akan memang sudah lama diharapkan berada dalam pelukan dan perlindungannya.

"Jaga dirimu, Alex. Kedepannya sering-seringlah kau datang ke Arab. Bertemu dengan keluargamu di sana," ujarnya sambil melepas punggung Alex.

Tuan Pangeran Waleed tersenyum padanya. Berkali-kali menepuk bahu Alex.

"Kau anak yang kuat, Alex," katanya sebelum masuk ke jet pribadi yang sudah menunggunya.

Pangeran Waleed Alan Tabarak dikawal 6 bodyguard. Masuk bersamaan ke dalam Jet pribadi. Lelaki itu menggunakan pakaian ala khas pangeran Saudi. Berbeda dengan pakaian setelan jas saat pertama kali bertemu Alex di penthouse.

Marco, serkertaris dan asistennya berdiri di sebelah Alex. Membiarkan drama Ayah dan Anak itu selesai. Entah kenapa. Dada Alex terasa sesak. Dia ingin menangis. Kenapa ini seperti mimpi? Alex menghapus air yang keluar dari sudut matanya. Lelaki tak boleh menangis, bukan? Harus memiliki tanggung jawab.

Pertemuan itu memang sangat singkat. Tapi pastinya amat berkesan bagi Alex. Sesuatu yang membekas di hatinya. Dan mungkin ini yang disebut darah lebih kental dari air.

"Tuan besar sudah lama memperhatikan Tuan muda," kata Marco melempar senyum haru, "akhirnya kalian bertemu juga. Bertahun-tahun Tuan Waleed hanya bisa memandang Tuan Muda dari dalam mobil saja."

Marco mencoba menceritakan kisah kasih seorang Ayah yang lama tak terungkap. Alex menoleh pada Marco. Matanya mulai berkaca-kaca.

"Tuan besar tahu apapun yang terjadi pada Tuan Alex. Beliau sangat menyayangi Tuan. Apalagi Tuan adalah pangeran termuda, anak termuda Tuan Waleed."

"Apakah dia juga tahu saat aku disiram air got oleh ibu kos?"

Marco mengangguk.

"Tentu saja, Tuan besar langsung menyuruh saya menjemput Tuan muda saat itu juga," kata Marco melipat kedua tangannya.

"Sekarang kita akan kemana?" tanya Alex masih dengan suasana sedih.

"Ke kantor, Tuan. Sedikit perkenalan saja. Setelah itu Tuan muda bisa berangkat sekolah di jam siang."

"Jadi kau sudah mendaftarkan aku?"

"Ya, Tuan. Semuanya sudah beres kok."

Mereka kembali masuk ke mobil mewah itu. Mereka meninggalkan bandara. Menuju perusahaan. Langit terlihat cerah. Awan-awannya putih bersih seperti kapas. Langit itu berwarna biru bersih. Dia mencoba membuka kaca mobil. Lantas, dibiarkannya tangannya menjulur keluar. Ini seperti dia merasa benar-benar bernafas, menghirup udara segar pagi yang dulu tak pernah seindah dan senyaman ini. Mungkin, karena dirinya mulai menemukan jati dirinya yang sebenarnya.

"Ternyata... aku seorang pangeran juga," katanya dengan senyuman sambil menoleh pada Marco, "beraninya mereka memperlakukanku dengan buruk."

Marco dan sopir tertawa kecil mendengar ucapannya. Dibelakang mobil mereka, ada mobil para bodyguard yang terus mengikuti. Mulai detik itu, mereka akan selalu mengikuti kemana pun Alex pergi. Lalu tanpa sengaja, mobil yang ditumpanginya itu melintasi rumahnya yang dulu. Rumah kenangan bersama para sepupunya yang mengusirnya seperti manusia tak berharga. Bahkan di usianya yang masih teramat belia. Tak pernah dalam hidup Alex akur dengan mereka, tidak sekalipun, selalu saja ada masalah yang dipeributkan. Selama ini dirinya memang tak pernah diperlakukan dengan baik.

"Pelankan mobilnya," kata Alex pada sopir.

Ada sebuah tulisan di depan rumah itu. Tertuli sangat jelas dalam redaksi 'RUMAH INI DIJUAL-HUB. ARDHY +62 88xxxxx'.

"Beraninya mereka menjual rumah ibuku," kata Alex sambil menunduk sedih. Setiapkali dirinya mengingat rasa pahit perlakuan saudara-saudaranya itu.

Marco hanya tersenyum saat memperhatikan tuannya yang malang ini. Sepertinya memang tidak mudah melupakan hal-hal yang menyakiti kita. Ibarat sebuah paku yang sudah tertancap dalam, sekalipun telah dicabut, tetap saja ada bekasnya, itu seperti tak akan pernah ada akhirnya. Barangkali seperti itu yang Alex rasakan saat ini.

Sesampai di lantai tower perusahaan. Alex disambut dengan hormat oleh para karyawan. Semuanya membungkuk saat Alex masuk ke dalam kantor. Dengan menggunakan kemeja putih biasa. Dan masih menggunakan jaket di luarnya. Alex menggunakan pakaian semi-formal sesuai usia.

"Silakan masuk, Bos," kata beberap staf di sana.

Marco mengantarkan Alex ke dalam ruangan CEO.

"Semuanya sudah dibersihkan dan didesain ulang. Sesuai dengan selera Tuan Muda," kata Marco.

"Yeah! Ada ring basket di ruanganku," katanya lalu mengambil bola basket dan memasukkannya ke dalam ring.

Marco, staf, dan bodydguard bertepuk tangan untuknya. Lalu, Alex mencoba duduk di kursi kerja. Dan memainkan beberapa benda di atasnya.

"Oh ya, ajarkan aku tentang laporan keuangan, paman," katanya pada Marco.

Tadi malam, Alex sempat diajari tentang beberapa urusan kantor. Agar tak terlalu kaget saat dirinya mulai masuk kantor. Alex pasti bisa memimpin perusahaan meskipun masih sangat muda. Walaupun saat ini Alex belum mengerti mengapa Ayahnya percaya padanya di usianya masih remaja, dia yakin mungkin Ayahnya ingin dirinya belajar soal bisnis.

Sebelum itu, Marco menghidupkan slide di ruangan itu, menjelaskan beberapa poin penting sekitar lima belas menit. Dan, penjelasan Marco selesai.

"Sebentar lagi ada meeting besar, Tuan," kata Marco, "sekitar sepuluh menit lagi."

"Oke," katanya santai.

Sepuluh menit kemudian, semua staf dan pegawai perusahaan itu berkumpul di aula besar. Marco sudah menyiapkan segalanya. Alex duduk di depan, bersampingan dengan Marco. Suasana terlihat semi formal. Berbeda dengan suasana setiap Tuan Waleed datang.

"Mulai sekarang. Aku memimpin perusahaan. Meskipun aku lebih muda dari kalian. Bukan berarti aku bodoh. Lakukan sesuka kalian. Ciptakan ide-ide dan terobosan baru setiap divisi dan perorangan. Buatkan aku blueprintnya. Kumpulkan paling lambat besok ke emailku. Marco akan mengumumkan emailku lewat beberapa staf inti. Setelah itu besok aku akan mengevaluasinya."

Para pegawai saling berbisik. Dan membicarakan Tuan Muda ini.

"Katanya dia masih 16 tahun."

"Dia anak Boss waleed. CEO baru kan?"

"Masih SMA?"

"Boss kita brondong lho!"

"Eh... tapi ganteng sangat...!"

Menjadi bahan bisik-bisik diantara pegawai wanita di sana akan menjadi santapan sehari-hari Alex. Tetapi baginya, itu semua tak terlalu penting, selama pekerjaan mereka bagus, selebihnya Alex tak peduli tentang hal lainnya.

"Terserah kalian suka atau tidak suka dipimpin anak SMA sepertiku. That's point, buktikan kemampuan kalian," ujar Alex dengan wajah ramah, khas remaja SMA.

***

To be continued...

Instagram @i_karameena