Deku memandangi ruang kamarnya untuk terakhir kali. Ini adalah operasi pertama untuk mencabut penyakitnya.
Kesempatan sembuh hanyalah 50% bisa jadi setelah operasi ia akan sembuh atau malahan akan mati.
Sebenarnya ini tidak terlalu buruk mengingat dirinya adalah anak yang tidak terlalu banyak berhubungan dengan orang lain.
Tidak punya keluarga, teman sekolah pasti sama sekali tidak peduli.
Sosok pria kecil nan pucat itu memandangi bentuk tubuhnya yang benar benar seperti tengkorak.
Kulitnya benar benar pucat seperti tidak berdarah. Benar benar dirinya seperti mayat hidup saja.
Mungkin deku bersyukur bila ia bisa mati secepat itu. Menyusul ibunya di alam sana.
_
_
Tidak lama suster datang, dia memegang selembaran kertas di dadanya dan membawa kursi roda sembari tersenyum sendu.
"Kau sudah siap tuan deku?" tanyanya ramah.
Dia memandang prihatin pada ku. Deku hanya menatap sambil tersenyum lirih. Sebenarnya ia juga sedang kasihan pada dirinya.
" Tentu saja suster, bagaimanapun saya sudah siap. Jangan memperhatikan ku seperti itu" seru deku dengan suara lemah nyaris hilang.
Suster itu terlihat terkejut dan meminta maaf, deku tidak suka dikasihani.
Dirinya cukup dirinya sendiri, semakin banyak yang peduli maka semakin banyak kesedihan yang akan didapat .
Lagipula sejak awal dia sudah sendiri, sahabat sahabatnya hanya datang tanpa di duga.
Mulai memasuki hidup deku, hingga deku tidak sadar ia telah mewarisi penyakit ibunya.
Masa hidupnya tidak lama lagi, dan tidak akan berakhir bahagia. Bahkan ia tidak bisa menemui bakugo sebelum operasi.
Perasaan nya pada bakugo masih belum tersampaikan, maksud dari kalimat akhir bakugo masih menjadi pikiran.
Apa dia ingin aku membencinya?, bagaimanapun aku memang tidak bisa membencinya.
Bakugo memang kasar, tetapi ia sudah banyak membantu sosok pria kecil ini. Bagi deku bakugo adalah sosok yang berharga.
Bagaimana pun bakugo membencinya dia tetap menyayangi bakugo.
_
_
Deku duduk di atas kursi roda dan mulai dibantu suster keluar dari kamar. Bahkan kaki nya mulai tidak bisa berjalan sendiri karena terlalu kurus dan lemah.
Deku melihat sekeliling kamar yang dilalui. Matanya masih bagus namun kehidupan nya mulai terasa redup.
Rasanya ia hidup hanya tinggal hitungan hari saja. Selama hari itu ia akan berusaha tidak membuat beban pikiran orang orang.
Todoroki dan Lida akan segera pergi, deku tidak ingin mereka menangis saat bersamanya.
Deku melihat todoroki dan Lida yang duduk di sebelah ruangan deku. Mereka tersenyum melihat deku.
Deku hanya tersenyum balik , dan suster mengizinkan kami berbicara sebentar.
_
_