webnovel

The Beauty Inside Of Aneisha

Aneisha adalah anak seorang petani di sebuah desa yang sangat terpelosok. Ia terpaksa menyetujui sebuah penawaran seorang penagih hutang. Yaitu menjadi anak angkat seorang saudagar kaya untuk membayar semua hutang kedua orang tuanya. Aneisha yang baru berusia sepuluh tahun itu, diperlakukan bak tuan putri yang sangat disayang dan dimanja. Ia yang tidak bersekolah, disekolahkan. Diajarkan tata krama dan sopan santun. Aneisha si anak petani pun berubah menjadi seorang anak saudagar kaya yang sangat anggun dan bertata krama dengan baik. Parasnya yang cantik sedari kecil, bersinar di saat usianya menginjak delapan belas tahun. Sikapnya yang baik hati dan lembut membuat Tuan Arnold sangat menyayanginya seperti anak kandung sendiri. Hingga suatu ketika, seorang pangeran buangan datang menerobos rumah Aneisha dan menangkap Tuan Arnold serta merebut semua kekayaan yang ia miliki. Pangeran itu adalah Lucas Jahziel. Seorang pangeran yang lahir dari dayang istana yang dijadikan selir oleh sang raja. Pangeran Lucas terkenal dengan kebiadabannya. Ia yang mempunyai dendam pada raja, mencoba untuk memperluas kekuasaannya dan mengambil semua harta bangsawan yang ia lewati. Termasuk ayah angkat Aneisha, Tuan Arnold. Aneisha yang tidak mau Tuan Arnold ditangkap pun menawarkan diri untuk menggantikannya. Akankah Aneisha bisa bertahan dan meluluhkan hati pangeran Lucas hingga terbebas dari penahanan? Ataukah Aneisha akan membantu Pangeran Lucas untuk mewujudkan dendamnya tersebut?

Nasha_Park · Fantaisie
Pas assez d’évaluations
1 Chs

Bukan Sebuah Penjara

Rombongan Pangeran Lucas sampai pada sebuah istana kecil. Aneisha yang kelelahan menatap segan pada istana yang tampak tua dan tak terawat itu. Dengan dinding pembatas yang tinggi dan sebuah pintu yang sangat besar. Aneisha pun digiring untuk masuk ke dalam istana itu.

"Semuanya bawa masuk ke gudang!" teriak salah seorang pengawal. Para budak yang keluar dari tempat mereka keluar dan membantu untuk membawakan semua barang rampasan itu ke dalam tempat penyimpanan.

Sementara Pangeran Lucas turun dari kudanya dan langsung masuk ke dalam istananya. Budak lelaki membawa kuda putihnya masuk ke dalam kandang yang besar.

Aneisha terdiam mengamati semua para budak yang terlihat bersih dengan pakaian yang cukup layak. Bahkan mereka tak tampak kesusahan atau sedih.

"Apa kali ini Pangeran Lucas membawa gandum?" tanya seorang budak wanita yang cukup tua. Tubuhnya yang sudah rapuh membungkuk dengan menggunakan tongkat sebagai penyangga.

"Tentu Nyonya Nastasha. Kali ini Pangeran juga membawa beberapa kacang-kacangan," ucap pengawal itu dengan sopan.

"Lalu, siapa dia? Apa pangeran kembali membawa budak wanita?" tanya Nyonya Nastasha menatap pada Aneisha yang hanya bisa berdiri terpatung dengan kedua tangan yang masih terikat.

"Ah saya lupa melepaskan ikatan tangannya," ucap pengawal itu dan melepaskan ikatan pada tangan Aneisha. Namun, tiba-tiba saja Aneisha menodongkan sebilah pisau pada pengawal itu yang langsung mengangkat kedua tangannya.

"Dimana Pangeran itu? Aku perlu bicara dengannya," tanya Aneisha dengan sedikit mengancam pengawal itu.

"Tenanglah Nona manis, apa kau lapar?" tanya Nyonya Nastasha berjalan mendekat. Aneisha menarik pengawal itu dan mencengkram tubuhnya dengan kuat. Bahkan tangan mungil itu memiting leher pengawal hingga hampir kehabisan oksigen.

"Kau bisa melukai pria itu. Taruhlah pisaumu dan mari kita makan," ajak Nyonya Nastasha dengan suara yang lembut.

"Tidak! Jangan mendekat!" ucap Aneisha dan menghunuskan pisaunya ke arah orang-orang yang mengelilingi dirinya. Ia terlihat sangat syok dan ketakutan.

"Tunjukkan kediaman Pangeran Lucas!" perintah Aneisha pada pengawal itu.

"Kau tidak bisa ke sana," jawab pengawal itu dengan senyum sinis.

"Apa maksudmu?" tanya Aneisha. Belum mendapatkan jawaban sebuah panah melesat cepat hingga melukai tangan Aneisha hingga membuatnya menjatuhkan pisaunya.

Pengawal yang ia sandra memutar tubuhnya dan mendorong Aneisha sehingga ia berlutut di depan Nyonya Nastasha.

"Sepertinya Pangeran terlalu baik padamu Nona. Bawa dia ke penjawa bawah tanah!" perinta Nyonya Nastasha dengan tatapan tak suka. Ia pun berjalan pelan kembali ke dapur.

Aneisha berontak saat para pengawal kembali mengikatnya dan membawanya dengan paksa.

***

Sruk!

Aneisha didorong kencang masuk ke sebuah penjara bawah tanah. Dengan hanya beralasan tanah dengan bambu besar. Aneisha ditinggalkan begitu saja.

"Akh!" pekik Aneisha saat merasakan luka pada lengannya dengan darah yang masih mengalir. Ia pun merobek gaun bagian bawahanya sedikit dan melilitkannya pada lengannya yang terluka.

"Ini ... dimana?" tanya Aneisha menatap heran pada tempat itu.

"Ayah ... apa kau baik-baik saja?" gumam Aneisha menatap pada sinar bulan yang masuk melalu celah kecil ke arah tempatnya.

***

Di rumah Tuan Arnold, beberapa pelayan yang tersisa sedang membereskan kekacauan yang baru saja terjadi. Semua tamu sudah pulang dengan perasaan yang syok. Mereka bahkan bersumpah untuk tidak kembali lagi ke sana.

"Bagaimana bisa, Aneisha melakukan hal itu? Aku yakin itu bukanlah sebuah sihir," tanya Tuan Arnold pada Anna yang baru saja selesai diobati oleh tabib.

Anna terbangun dari tempat baringnya dan menatap kosong. Seolah masih tak percaya dengan apa yang baru saja terjadi.

"Nona Aneisha mempelajari ilmu kimia. Ia membeli beberapa bahan kimia beberapa minggu yang lalu dan membuat beberapa percobaan. Dengan mencampurkan beberapa bahan saja. Nona Aneisha bisa membuat api dengan sangat mudah. Tapi ... tangannya pasti terluka cukup parah. Karena itu sangat berbahaya dan Nona Aneisha hanya menggunakan sarung tangan biasa," jelas Anna dengan perasaan yang sangat sedih. Ia kembali menangis mengingat semua yang sudah dilakukan oleh Aneisha.

***

Aneisha menatap telapak tangannya yang melepuh, Ia duduk dengan memeluk kedua lututnya. Menyenderkan kepalanya pada tumpuan lutut. Menangis sedih.

Tiba-tiba seseorang membuka pintu penjaranya. Seorang wanita lebih muda dari Aneisha datang dengan membawa beberapa roti gandum dan segelas air putih.

"Nyonya Nastasha bilang kau datang dari tempat yang sangat jauh. Perutmu pasti lapar dan ... lukamu apa sudah sembuh?" tanya gadis muda itu dengan menaruh nampan berisikan makanan itu di dekat Aneisha. Aneisha hanya memalingkan wajahnya.

"Akh!" pekik Aneisha saat gadis itu menyentuh luka pada lengan Aneisha.

"Aku harap lukanya tidak terlalu parah," ucap gadis itu dengan menarik lengan Aneisha dan membuka balutan kain pada luka Aneisha. Perlahan ia melepaskan balutan itu dan terlihatlah luka yang cukup dalam dan tak berhenti mengeluarkan darah.

"Astaga, seharusnya kau tidak melakukan hal itu. Sehingga kau bisa bergabung dengan kami. Orang-orang menganggapmu sebagai salah seorang yang sangat berbahaya. Tapi aku tau, kau melakukan itu karena merasa terancam bukan?" tanya gadis itu dengan telaten menjahit luka Aneisha.

"Akh!" Aneisha terus meringis menahan sakit yang ia rasakan. Bahkan saat gadis itu melihat telapak tangan Aneisha yang melepuh. Ia pun membersihkannya dengan sangat hati-hati.

"Siapa namamu?" tanya Aneisha dan membuat gadis itu tersenyum lebar.

"Evelina, kau bisa memanggilku Ev. Kau sendiri? Siapa nama kakak?" tanya Evelina dengan hati yang senang.

"Aneisha. Berapa usiamu?"

"Kak Aneisha? Itu nama yang sangat cantik. Persis seperti orangnya. Aku empat belas tahun. Kakak?"

"Delapan belas tahun. Apa yang kau kerjakan di sini? Apa kau dipaksa menjadi budak dan mempelajari hal tentang kesehatan seperti ini?" tanya Aneisha dengan wajah yang prihatin.

"Kenapa kakak berwajah sedih seperti itu? Aku sangat senang bisa tinggal di sini. Aku bisa melakukan apa saja. Aku mempelajari ilmu kesehatan dengan senang hati. Karena aku suka membantu orang lain. Apalagi merawat mereka yang datang dengan penuh luka," jelas Evelina dengan wajah yang terus tersenyum senang.

"Kau ... senang tinggal di sini? Kenapa? Bukankah ini sebuah penjara yang jauh dari kota?" tanya Aneisha tak mengerti.

"Tapi semua orang suka tinggal di sini. Kami tidak akan pernah kelaparan ataupun kedinginan saat musim dingin. Dan semua orang diperlakukan sama di sini. Tak ada yang berbeda."

"Apa maksudmu? Bukankah pangeran itu ... sangat menyeramkan?"

"Kakak tidak suka dengan pangeran? Aku sangat menyukainya. Dia tampan dan ... sangat hangat."

"Apa? Apa maksudmu dia hangat. Dia pria yang sangat jahat dan mempunyai hati yang dingin. Seharusnya kalian semua membenci pria itu," seru Aneisha tak bisa mempercayainya.

"Kakak pasti tidak mengenal pangeran dengan baik. Lain kali aku akan menunjukkan betapa hangatnya pangeran," ucap Evelina dan bergegas untuk pergi.

"Tunggu! Ajak aku bersamamu! Aku ... ingin melihat kalian. Bagaimana kalian bisa hidup senang di sini. Tunjukkan padaku!" pinta Aneisha dengan tatapan yang tajam.

Evelina terdiam sejenak untuk berpikir. Ia tau jika dia mengabulkan permintaan Aneisha, dirinya akan mendapatkan sebuah hukuman.

"Oke, tapi ... hanya sebentar saja. Semua orang sedang sibuk mempersiapkan makan malam untuk semua pengawal yang baru saja datang," ucap Evelina menyetujui. Ia pun memegang tangan Aneisha dan menuntunnya untuk berjalan keluar dari penjara bawah tanah.

Evelina membawa Aneisha untuk melihat ruang makan yang bersebelahan dengan dapur. Semua pengawal dan para budak makan dengan canda tawa tanpa henti. Wajah mereka terus berseri dengan senang. Bahkan beberapa dari mereka bersenandung dan menari menghidupkan suasana malam itu.

"Lihatlah, kami hidup dengan bahagia di sini. Tak kekurangan apapun bukan?" tanya Evelina mencoba meyakinkan Aneisha. Aneisha hanya terdiam menatap tak percaya.

Evelina pun membawa Aneisha ke tempat pengobatan. Seperti apa yang Evelina katakan, para pengawal yang mengalami luka dan cedera sedang diobati di sana.

"Ini ... tidak mungkin. Yang aku dengar, tidak begini," gumam Aneisha masih sulit untuk mempercayainya.

"Dan ini ... adalah ruangan favoritku. Semua anak-anak sangat suka berada di sini," ucap Evelina dan membawa Aneisha masuk ke ruangan yang penuh dengan buku-buku tua. Namun, banyak anak-anak yang serius membaca buku atau bahkan melakukan eksperimen.

"Apa tangan kakak terluka karena melakukan campuran bahan kimia? Itu sedang populer bukan?" tebak Evelina dan membuat Aneisha terkejut.

"Kau tau tentang itu?" tanya Aneisha tak percaya.

"Tentu saja. Semua anak-anak di sini melakukannya. Tapi, seharusnya kau menggunakan sarung tangan dari karet agar tidak melepuh seperti itu."

Evelina berlari menghampiri temannya yang lain. Meninggalka Aneisha yang masih sulit untuk mempercayai semuanya. Ia berjalan-jalan menelusuri ruang itu yang tampak seperti sekolah. Hingga langkahnya terhenti saat melihat sebuah pintu kecil. Aneisha yang penasaran pun memasuki ruangan itu.

Ruangan yang cukup gelap dan juga kecil. Membuat Aneisha hampir tidak bisa melihat apa-apa. Hingga ia menabrak sesuatu di depannya. Aneisha mengangkat wajahnya. Sebuah lilin menyala dan terlihatlah mata elang yang Aneisha lihat itu.

"Aaa!" teriak Aneisha terkejut.