Jam masih menunjukkan pukul 7 pagi, tapi seorang gadis cantik dengan rambut warna pirang keemasan sudah mulai bekerja membuka kedai kopi yang dia bangun dengan hasil jerih payahnya sendiri. Kedai ini dia bangun dengan cara mengumpulkan uangnya sedikit demi sedikit sejak masih duduk dibangku sekolah.
Dialah Aubrey Green, gadis berusia dua puluh empat tahun yang menyukai kesendirian, sedikit senyum, dan sedikit berbicara. Namun, tangannya selalu ringan untuk membantu siapapun yang membutuhkan bantuannya. Aubrey mempekerjakan dua orang perempuan muda untuk melayani pelanggan yang ingin minum kopi dan makan cemilan roti di kedainya. Aubrey sendiri kini sudah bekerja sebagai salah seorang dosen di sebuah universitas terkemuka di kota.
Ting …
Tanda seorang pengunjung datang ke kedainya. Dua orang karyawannya belum datang, Christin dan Liza. Alhasil, Aubrey lah yang harus melayani. Beruntung keadaan kedai sudah bersih dan rapih. Semua bangku pun sudah kembali ke tempatnya semula.
Seorang pria dengan warna rambut perak, tinggi, dan sangat tampan, namun sayang tampangnya sedikit bodoh itu masuk menuju kasir tempat dimana Aubrey berdiri.
"Selamat pagi, anda mau pesan apa?" Aubrey menyapa dengan ramah dan penuh kelembutan.
"A-aku ingin pe-pesan kopi … cappuccino dan roti apa saja 2. Apakah bisa?" Pria itu lebih banyak menundukkan wajahnya dan jarinya menggaruk-garuk tengkuk lehernya serta senyum yang dipaksakan.
"Ada, mohon tunggu sebentar, akan saya siapkan." Aubrey tetap menjawabnya dengan lembut. Pria ini tersenyum tipis namun matanya tidak menatap Aubrey. Aubrey pun tersenyum seadanya saja agar tidak dibilang judes dan galak.
Pria dengan warna rambut perak itu duduk di kursi khusus bawa pulang dengan diam tanpa suara. Setelah beberapa lama, pesanan pun siap.
"Tuan, pesanannya sudah siap." Aubrey membungkusnya dengan rapih dan memasukkannya kedalam paper bag. "Semuanya 20 dollar." Ujar Aubrey. Pria itu pun mengeluarkan beberapa lembar uang dari dompetnya dan memberikannya ke Aubrey.
"Ambil saja kembaliannya." Pria itu pun keluar kedai kopi dengan buru-buru. Meninggalkan Aubrey yang bengong dengan kembalian ditangannya.
"Oh, pagi-pagi sudah terima tamu aneh. Untung cakep." Aubrey tertawa kecil dan melanjutkan kembali mengecek pembukuan sebelum dua karyawannya yang sebentar lagi datang.
"Bu dosen, maafkan kami terlambat. Jalanan macet jadi kami terjebak didalamnya." Christian dan Liza datang bersamaan dan langsung membuat kehebohan.
"Sssst, kalau disini jangan panggil aku bu dosen. Aku tidak mau pekerjaanku disangkut pautkan dengan di kedai." Ujar Aubrey dengan mata menyipit.
"Ups, maafkan kami." Kedua perempuan muda itu pun tertawa cekikikan.
"Ya sudah, kalian lanjutkan bekerja. Aku mau langsung berangkat ke kampus. Ada mata kuliah pengajaran pagi. Selamat bekerja ya." Aubrey memberi semangat dua karyawannya dan dibalas dengan senyuman ceria dari mereka. Dosen muda itu mengambil jaket dan memakainya lalu mengambil tas tangan dan keluar meninggalkan kedai kopinya, The Aubrey's.
Suhu udara sangat dingin diluar, musim dingin telah tiba. Dan, menurut perkiraan cuaca, musim dingin tahun ini akan lebih lama dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Aubrey merapatkan jaketnya dan berlari kecil menembus jalanan untuk menuju halte bus terdekat.
Tidak butuh waktu lama, bus yang ditunggu pun tiba. Aubrey segera memasukkan koin didekat pak supir dan mencari tempat duduk yang tersedia. Beruntung, penghuni bus hanya beberapa orang saja jadi Aubrey bisa memilih duduk dimana saja. Favoritnya adalah di deretan kursi paling belakang. Aubrey mengeluarkan earphone dari dalam tasnya dan mencolokkan kedalam lubang kecil di telpon genggamnya khusus untuk kabel. Dan, akhirnya lagu Ed Sheeran pun menemani perjalanannya.
"Selamat pagi, miss Aubrey." Semua mahasiswa yang berpapasan denganya mengucap salam hormat dan tersenyum. Aubrey adalah seorang dosen paling muda di kampus tersebut. Dia sekolah lulus lebih cepat dan kuliah pun lebih singkat dibanding teman-temannya karena kecerdasannya. Namun sayang, Aubrey tidak memiliki banyak teman. Bahkan pacarpun dia tidak pernah punya. Baginya, yang utama adalah sekolah dan menjadi seorang dosen sesuai cita-citanya.
"Pagi Aubrey, apa kabarnya hari ini?" Tom, salah seorang dosen menghampiri meja Aubrey dan menyapanya dengan berdiri di sisinya.
"Pagi Tom, aku baik-baik saja, terima kasih. Kamu juga kan?" Tanpa perlu melihat siapa yang menyapa, Aubrey sudah tahu siapa lagi orang pertama yang selalu menyapanya di ruangan dosen ini.
"Kamu cantik sekali hari ini." Tom adalah pemuja sejati Aubrey. Dosen pria yang terkenal playboy dan beruntung dikaruniai oleh wajah tampan dan dari keluarga kaya raya. Dia pernah datang sekali kerumahnya dan Chesa melihatnya. Adik tirinya itu pun terpikat dan jadilah mereka kencan meskipun hanya berlangsung beberapa bulan saja.
"Terima kasih sekali lagi, Tom. Tapi maaf, aku harus mempersiapkan materi untuk pengajaran pagi ini." Aubrey menatap Tom dengan pandangan memelas, meminta untuk ditinggalkan sejenak.
"Okay okay. Kita makan siang bersama nanti ya. Aku ke mejaku dulu." Tom mengedip nakal satu matanya ke Aubrey dan meninggalkan jejak dengan sebuah senyuman. Aubrey menggeleng-gelengkan kepalanya.
Jam sudah menunjukkan pukul 9 pagi. Jam kelas pengajaran Aubrey sudah dimulai. Aubrey mengajar ekonomi untuk mahasiswa semester awal. Semua mahasiswa lelaki menyukai dosen mereka yang masih muda dan cantik. Warna rambut keemasan dan panjangnya menjadi ciri khas Aubrey. Dengan kemeja dan celana panjang, ditambah lagi pengetahuannya yang luas membuat Aubrey terlihat lebih elegan dan sangat disegani.
Selesai dua jam mata pelajaran, Aubrey kembali menuju ruang dosen dan beristirahat satu jam sebelum menuju kelas berikutnya.
"Miss Aubrey? Ada yang mencari di ruang tunggu tamu." Seorang dosen perempuan masuk dan memanggil perempuan yang baru saja duduk.
"Siapa yang mencariku sepagi ini?" pikir Aubrey.
Perempuan dengan rambut pirang itu pun berjalan mendekati ruangan yang biasa digunakan untuk menerima tamu. Pria itu? Pengunjung pertama di kedainya pagi ini. Aubrey tidak bisa melupakan warna rambut dan pembawaanya yang sangat unik.
"Maaf, apa betul anda mencari saya?" Aubrey mendekati pria yang duduk dengan wajah menunduk.
"Oh, anda miss Aubrey?" Pria itu melihat Aubrey dan sama terkejutnya dengan Aubrey.
"Ya, nama saya Aubrey. Boleh saya tahu nama anda? Kita sudah dua kali bertemu tapi saya belum tahu nama anda." Aubrey tersenyum ramah. Pria ini seperti kikuk, ragu-ragu, dan tampak tidak percaya diri.
"Liam … Liam Knight." Ujarnya
"Aubrey … Aubrey Green." Dosen muda itu memperkenalkan dirinya.
"Ada yang bisa saya bantu?" Aubrey duduk di sofa yang ada dihadapan Liam. Dan kini mereka sudah duduk berhadapan.
"Aku ingin bertanya, apakah anda sudah punya pacara atau bahkan sudah menikah?" Liam bertanya dengan mata menatap sendu ke Aubrey. Malah sebaliknya, perempuan yang mendapat pertanyaan tiba-tiba seperti itu, membelalakkan matanya dan mulutnya menganga tidak percaya. Pertanyaan macam apa ini?" Pikirnya.
"Maaf, maksud anda apa dengan bertanya seperti itu dan anda siapa?" Aubrey tidak habis pikir ada orang yang bertanya seperti itu di saat pertama mereka berkenalan.
"Maafkan aku juga, aku – aku sedang mencari tahu seperti apa calon istriku sebelum sah menjadi istriku." Jawab Liam dengan senyum takut-takut.
"APA?" Aubrey bangkit berdiri dari duduknya mendengar hal tersebut di pagi hari seperti tersambar petir di siang bolong.
"Anda siapa bisa berkata selantang itu?" Aubrey tidak tahan untuk tidak emosi. Kedua tangannya berkacak pinggang saking tidak bisa bersabar lagi.
"Aku-aku Liam Green, aku kan sudah memperkenalkan diriku tadi." Jawab pria itu dengan tampang polosnya.
"Maksudku … kamu siapa yang bisa berkata aku calon istrimu? Ini prank kan? Kamu sedang becanda kan?" Aubrey melihat sekeliling dan berjalan kesana kemari mencari-cari jika ada kamera yang tersembunyi untuk merekam percakapan dan ekspresinya tadi.
"Ti-tidak ada. Aku datang sendiri, dengan supirku. Dia ada dibawah. Aku kesini karena ayahku bilang, aku akan dinikahkan dengan salah satu anak dari Jerry Green." Ujar Liam sambil berdiri salah tingkah.
Aubrey tidak tahu berapa usia pria ini. Tapi, kenapa kelakuannya seperti anak kecil. Dibalik postur tubuhnya yang tinggi dan atletis, sikapnya yang seperti anak kecil takut-takut membuat Aubrey mempertanyakan IQ nya.
"Maaf, aku tidak tahu apa maksudmu dan aku masih tidak mengerti semua ini. Aku akan bertanya pada ayahku nanti kalau sudah sampai rumah. Ada lagi?" Aubrey bertanya dengan sorot mata tajam.
"Bisakah kamu jawab dulu pertanyaanku? Aku akan pergi setelah itu." Ucap Liam dengan sorot mata berharapnya.
"Pertanyaan apa lagi?" Dengan mencoba menahan emosi, Aubrey mengeraskan rahangnya.
"Apakah kamu sudah mempunyai pacar? Atau suami?" Liam menatap mata Aubrey kini lebih lama.
"Dengarkan baik-baik karena aku tidak akan mengatakannya lagi. Aku belum pernah punya pacar, apalagi suami. Okay? Sekarang keluar dari tempat ini sekarang juga!" Aubrey menunjuk pintu yang menandakan kehadiran pria berambut perak itu sudah tidak diiinginkan lagi lebih lama.
Liam tersenyum tipis dan menjawab, "Baik-baik aku pergi sekarang. Maaf mengganggu waktumu." Pria tersebut sempat tersenyum tipis ke Aubrey namun diabaikan olehnya.
Hai, senang bertemu lagi di karya terbaruku selanjutnya. Semoga kalian suka dan jangan lupa terus dukung aku dengan vote power stone dan komen terbaik yaa, terima kasih.