webnovel

Lebih Kuat Dari Sebelumnya

Sekarang, di depan matanya terlihat sebuah ruang tamu dengan gaya Eropa yang terbuat dari batu abu-abu. Seketika dirinya justru tengah berdiri di ujung ruang tamu persegi panjang itu.

Di dekat kirinya ada perapian, tungku lusuh berwarna coklat kemerah-merahan, dengan potret seorang pria berambut keriting dengan wajah serius yang terukir di sana. Entah kenapa John tidak bisa mengulurkan tangannya walau hanya sekedar untuk menyentuh kepalanya. Dirinya terasa membatu, dingin dan halus.

"Hah?" Dia sedikit terkejut, memaksa untuk menggerakan jari-jarinya seperti tengah ada sengatan listrik.

"Sensasi begitu jelas... ini bahkan jauh lebih kuat dari sebelumnya. Tapi, sepertinya..."

Memikirkan hal tersebut membuat John buru-buru menoleh ke arah belakang. Dinding yang berada di belakangnya, celah yang baru saja dia gunakan untuk melangkah masuk kini menyusut dan menghilang dengan kecepatan yang tak dapat ditangkap oleh mata telanjang.

Retakan samar-samar kembali terlihat dan dari sana terdapat pantulan cahaya halus di arah dapur. Sebelum John mengambil sikap apa pun, celah itu tiba-tiba mengecil dan terus menyempit. Hanya dalam beberapa kedipan, celahnya hilang sepenuhnya.

John berdiri dalam diam, dia masih merasa seperti sedang bermimpi. Tanpa sadar dia menundukkan kepalanya dan melihat jejak gas hitam di udara sekitarnya. Hal itu terlihat seperti benang yang terus-menerus mengalir ke tubuhnya dan masuk ke dalam kulitnya.

Dia merasa seperti diterima oleh dimensi itu, seolah dirinya terinfeksi dalam sudut pandang sains. Perasaan yang aneh kembali menggebu-gebu. John sepertinya merasa bahwa dia bisa menghabiskan banyak waktu di sini.

Sebuah pesan yang terasa di dalam sanubari. Sesuatu yang disebut naluri, naluri yang tidak bisa dijelaskan. Seperti ada rasa aman yang tidak bisa dijelaskan terjadi di sana.

Setelah duduk, John menatap ke atas dan memandang ke sekitar ruangan itu. Di tengah aula persegi panjang, ada meja makan putih besar yang mencolok. Kain putih tertutupi oleh noda merah gelap, warnanya gelap, rusak dan tua.

Tanah hitam bergaris kuning ditaburi dengan batu yang terasa dingin, keras, dan juga ditempatkan secara misterius. Di langit-langit yang berwarna kuning pucat, ada tempat lilin hitam berbentuk kelopak. Enam belas lilin putih yang tersisa dibiarkan menggantung di atas, tak peduli masih panjang atau sudah pendek.

Di kedua sisi ruangan, ada jendela besar berbentuk persegi panjang di satu sisi dan dinding berwarna kuning pucat yang dilengkapi dengan berbagai lukisan cat minyak di satu sisi.

John berhenti dan berjalan menuju jendela besar yang menarik perhatiannya terlebih dahulu. Ketika sampai di jendela itu, perlahan-lahan dia meraih dan mengangkat tirai abu-abu-hitam, memandang keluar melalui jendela berbentuk kotak-kotak.

Jendela itu berwarna abu-abu dan memiliki rasa suram, dengan beberapa pandangan pohon telanjang yang bergoyang saat tertiup angin. Saat melintasi dinding di arah kejauhan, hanya ada kegelapan yang dapat dilihat olehnya.

John memutuskan untuk menurunkan tirai, dirinya terdiam, berbalik dan berjalan menuju ke arah dinding lainnya. Ada semua jenis lukisan minyak yang tergantung di sana. Hanya saja semua potret lukisan itu tampak buram saat ini, dan siapapun jelas hampir tidak dapat membedakan antara lukisan gaya potret dengan lukisan berbentuk pemandangan.

"Tidak ada bedanya dengan mimpi sebelumnya, detailnya sama-sama begitu ternyata nyata, hanya saja itu terlihat kabur," pikiran John sedikit lebih tenang.

Kesamaan mimpi itu membuatnya stabil secara emosional. Dia mengulurkan tangan dan menyentuh permukaan lukisan minyak. Seperti sebelumnya, masih belum terasa sentuhan. Tangannya seolah terbungkus kapas tebal.

Dia sangat sabar, dan melihat semua lukisan minyak satu per satu, lalu mundur selangkah dan memandang ke arah pintu keluar yang ada. Pintu kayu itu berada di sudut lobi yang mengarah ke kamar lain.

John terus berjalan, mempercepat langkahnya ke arah pintu tersebut. Tangannya berhasil memegang gagang pintu hitam yang diukir dengan motif kepala kuda. Dia memutarnya dengan lembut.

"Klik," suara decitan pun kini terdengar.

Dengan sedikit pintu yang terbuka, dia perlahan berjalan ke ruangan lain yang saling berdekatan. Pintu kamar itu dipisahkan oleh tirai berwarna gelap. Pada saat ini, tirai itu dibaut dan dipisahkan dengan diberi tanda angka delapan untuk mengungkapkan pemandangan yang ada di dalamnya.

Di dalam sana, terdapat dua rak buku yang berwarna merah gelap, begitu besar menghadap ke pintu. Dari kejauhan ada berbagai buku yang tersusun rapi.

"Ini ruang kerjanya," tebak John.

Langkahnya terhenti, dia tidak melangkah masuk. Menurut pengalaman mimpi yang terjadi masa lalu, buku-buku dalam ruangan itu jelas serratus persen tidak terlihat, semua dalam ketidakjelasan. Jadi, John memutuskan untuk beralih ke tempat lain dan melihat sesuatu yang baru saja.

John berbalik dan melangkah mundur, dirinya kembali ke aula. Dia berjalan di sekitar aula dan dengan cepat menemukan pintu lain. Setelah memasuki ruangan tersebut, dia melihat sebuah kamar tidur.

Setelah berkeliaran di kamar tidur sebentar untuk melihat-lihat, John masih tidak menemukan hal baru. Hal itu membuat dirinya memutuskan untuk kembali ke lobi lagi.

Tak lama, dia juga menemukan ruang bawah tanah di lantai dasar yang berada di sudut ruang tamu. Ruangan itu diisi dengan koleksi minuman. Ada sebuah tong besar anggur merah gelap. Udara yang ada di sekitar bahkan ikut dipenuhi aroma kuat yang khas.

Setelah berjalan singkat, dia secara perlahan menilai situasi yang ada saat ini.

"Ini sungguh rumah tua gaya Eropa."

John kembali ke aula, dia merasa bahwa dia akan terbangun. Seorang yang tengah bermimpi biasanya dapat memiliki firasat ketika mereka akan bangun.

"Sambil memanfaatkan waktu yang tersisa, dengan cepat dia pergi untuk mendapatkan petunjuk terakhir."

Tanpa menunda, dia langsung menuju dari ruang belajar ke ruang kerja. Apa yang dilihat John pada pandangan pertama adalah meja rendah berbahan mahoni di tengah ruangan, ditumpuk dengan kumpulan buku dalam rak yang berwarna abu-abu.

Di samping buku itu ada kandil perak yang berwarna sama, dan di sebelah sana ada buku besar yang setengah terbuka. Dia maju ke depan dengan rasa ingin tahu, dan melihat halaman-halaman yang terbuka. Di sana penuh dengan cetakan-cetakan kecil yang padat, masing-masing koleksi yang ada sangat jelas, tetapi dia tidak mengetahuinya sama sekali.

"Kenapa bisa sangat jelas yah?" John terkejut.

Dia melewatkan buku itu dan sesuatu tersenggol dari sana. Rak buku itu penuh dengan semua jenis buku. Dia mengambil salinan sesuka hati, lalu membukanya. Itu adalah sesuatu yang padat berisi surat-surat gosip, yang benar-benar tidak diketahui olehnya.

"Ini tidak seperti gaya teks kuno jenis Celine, tapi teksnya condong mirip tulisan jenis Guren..." John mengerutkan kening saat dia melihat buku-buku kuno dari teks terkenal di TV.

**To Be Continued**