webnovel

KONTES DARI SANG SEPUPU

Kevin meyambung ucapan Naura dengan cepat. "Lama," desisnya bergumam. Nada suaranya begitu kecil hingga tak ada yang dapat mendengar desisan tersebut.

Sementara Naura. wanita itu hanya bisa tersenyum tipis saja.

"Baik, bagaimana acara pernikahannya diselenggarakan satu minggu lagi?" Anuraga memberikan usul namun Kevin menggelengkan kepalanya.

"Tidak!"

"Dua minggu?" Anuraga memberikan toleransi, pikirnya satu minggu lagi itu merupakan waktu yang cepat bagi Kevin.

"Satu hari!"

Semua orang di sana terbelalak tak percaya tak terkecuali Naura.

"Serius!" gertak Anuraga, memandang sang anak tanpa berkedip mata.

"Apakah ayah melihat guratan lelucon di wajahku?" tanya Kevin tanpa ekspresi.

Anuraga terdiam, sama sekali tak melihat raut tersebut.

"Setan apa yang merasuki tubuh cucuku, Ya Tuhan?" monolog Agraham yang sedari tadi hanya diam meyimak saja. Ia tak menyangka jika sang cucu yang trauma pada wanita akibat masa lalu, kini tiba-tiba membawa wanita yang menurutnya aneh dan secara gamblang mengatakan ingin menikah dalam waktu satu hari lagi.

"Mungkin ayah memang terpaksa harus mempercayai akan hal ini. Nanti sore ayah akan mempersiapkan semuanya termasuk para wartawan yang akan menyorotimu untuk masuk ke dalam media."

"Tidak perlu!" Lagi-lagi Kevin menyanggahnya cepat.

"Kenapa, Nak?" Kali ini Maria yang bertanya.

"Aku tidak menginginkan pernikahan yang mewah, cukup sederhana saja dan tak perlu masuk media, bagiku itu akan memperusuh suasana," balas Kevin santai.

Maria terenyum bangga mendengar itu. "Kau sudah dewasa anakku. Baiklah ibu menyetujui pendapatmu. Acaranya tidak perlu mewah."

****

Detik demi detik, menit demi menit dan jam demi jam telah terlewati, kini hari sudah berganti.

Dentingan jarum jam begitu terdengar tajam membentur gendang telinga seorang wanita yang tengah dirias.

Naura meremas-remas jari-jemarinya, jantungnya sedari tadi berdetak cepat dan sulit untuk dikendalikan.

Waktu berkata ini sudah malam, tapi acara pernikahan baru akan diselenggarakan.

Dalam adat kampung Naura, jika menikah di malam hari itu hanya dikhususkan untuk pria duda atau wanita janda saja, jika masih lajang maka acara pernikahan harus dilaksanakan pada pagi atau siang hari.

Naura tidak tahu mesti akan hal ini, ia menikah di tengah-tengah kota, mungkin adatnya memang berbeda.

"Sudah beres, Nona. Kau tampak terlihat sangat cantik," ucap seorang MUA yang telah berhasil mengubah kecantikan Naura.

Lamunan Naura buyar, wanita itu tersenyum tipis. "Terima kasih."

"Sama-sama, Nona."

Naura melihat pantulan dirinya di cermin. Cukup kaget, bahkan ia sempat tak dapat mengenli diri sendiri, ini bukan dirinya! Naura sudah terbiasa berpenampilan serba natural, dan kini tiba-tiba wajahnya dirias begitu menor dan itu malah terlihat seperti badut, pikirnya.

Wanita itu tampak kesusahan hanya untuk mengerjapkan matanya saja. Naura merasa ada beban berat yang melekat pada bulu matanya. "Eum, Mbak. Apakah ini bisa dilepas?" tanyanya sembari menunjuk pada bulu mata.

Seorang perias terkekeh geli. "Nona, jika bulu mata palsu itu dilepas maka kadar kecantikan nona akan berkurang."

"Oh ya?"

"Iya, jadi biarkan saja. Lagi pula itu hanya sementara."

Naura mengangguk paham. Tangannya terulur mengambil kacamata kemudian memakainya dengan perlahan, takut-takut menggores kasar pada riasannya.

Naura sengaja tak membicarakan perihal pernikahan ini pada sang ibu. Kata Kevin, itu tidak perlu karena pernikahan ini hanyalah sementara.

"Hey menantuku kenapa kau memakai kacamata?" Arumi tiba-tiba datang dari balik pintu. Wanita berusia itu begitu tampak anggun dengan kebaya berwarna biru malamnya, sesuai dengan suasana.

Naura menoleh, mengukir senyuman canggung. Ia pun dibuat terpana dengan kecantikan ibunya Kevin. "Aku … sudah terbiasa memakai kacamata, Ny-nyonya," jawabnya terdengar gugup.

"Matamu minus?" Arumi mendekat pada Naura, mengusap bahunya lembut layakya seorang ibu yang sangat menyayangi anaknya.

Naura menganggukan kepalanya.

Arumi tidak bisa memaksa lebih, karena bagaimana pun juga mata minus sangat sulit untuk terlepas dari kacamata terkecuali menggunakan lensa mata khusus.

"Tidak apa-apa, seperti ini pun kau sudah terlihat sangat cantik."

Naura tersipu malu mendapatkan pujian itu, ia mengulum bibirnya. Merasa tak percaya bahwa dirinya cantik. Padahal jika Naura tidak dirias seperti ini banyak orang di luaran sana yang mengolok dirinya akibat wajahnya yang jelek.

"Mempelai pria sudah siap," sahut seorang perias tadi.

Arumi menuntun Naura untuk berdiri, melangkah pelan, menuruni anak tangga satu persatu, dan menempatkan wanita itu di samping Kevin.

Kevin hanya melihatnya sekilas, sama sekali tak berminat menatap wajah Naura. "Wanita itu sangat jelek, bahkan dalam acara seperti ini pun harus memakai kacamata," ungkapnya dalam hati.

Sesuai request, tamu yang datang hanya beberapa orang saja.

Keluarganya benar-benar tidak tahu menahu dengan rencana Kevin tentang pernikahan ini. Pria itu telah membungkam mulut penghulu dan para saksi yang datang menggunakan uang tunai.

Ya, Kevin menyogok orang-orang itu agar tidak menjalankan pernikahan ini semestinya sah di mata Tuhan ataupun Negara. Karena nyatanya Kevin membuat pernikahan ini mutlak merujuk pada pernikahan kontrak.

Pernikahan sakral hanyalah bualan semata untuk mendapatkan harta warisan.

"Untuk mempersingkat waktu, mari acara pernikahan ini kita mulai," ucap sang penghulu berapi-berapi dan menutupi kenyataan yang sebenarnya. Tak apa, yang terpenting sekoper uang jatuh pada telapak tangannya dengan mulus.

Semua orang yang berada di sana membenarkan posisi duduknya agar terlihat lebih serius, menatap ke depan dan mulai menghayati setiap detik acara terlaksana.

****

"Wih, selamat sepupuku. Sebentar lagi kau akan melepaskan keperjakaanmu." Aland tertawa garing, menepuk-nepuk bahu Kevin seolah apa yang ia katakan merupakan sebuah lelucon yang menarik.

Kevin mendengus kesal, ini pasti ulah ayahnya yang mengundang Aland, si sepupu sialan.

"Berhenti berucap jika kau tak ingin mulutmu aku robek saat itu juga!"

Sontak Aland menghentikan tawanya, menutup mulut dengan telapak tangan dan menampilkan raut wajah sok kagetnya. "Waw, kau begitu menyeramkan, Honey," ucapnya terkesan meledek. Sepersekian detik kemudian ia kembali tertawa, masa bodo dengan ancaman tadi.

Kevin mendesis, satu hal yang orang tuanya tidak tahu tentang Aland, pria itu merupakan orang yang teramat menyebalkan. Ia menyilangkan kedua tangannya di depan dada, mempersilahkan alunan tawa terus keluar dari mulut sepupunya.

Seorang wanita cantik nan peminim tiba-tiba datang langsung merengkuh tubuh Aland yang berhasil membuat pria itu tersedak oleh tawanya sendiri.

Clara, kekasih dari Aland ikut tersentak. Ia langsung menepuk bahu Aland. "Sayang, kau tidak kenapa-napa?" tanyanya harap cemas.

Aland meggerakan kepalanya. "Tidak, Sayang. Kau hanya mengagetkanku saja."

"Maaf, aku bersalah."

Kevin mendecih melihat pemandangan yang sok romantis tersebut. "Andai saja orang tuaku tahu dengan keburukanmu pasti mereka tidak akan memberikan harta warisan kepadamu secara percuma-cuma."

Seperti kata pepatah, setiap kebaikan pasti akan ada keburukan. Di dunia ini tidak ada yang sempurna.

Aland memang merupakan pria yang sangat cerdas, dewasa, ulet, dan paham seluk-beluk tentang perusahaan. Tapi sayangnya di samping itu Aland merupakan seorang pria pemain wanita, penggila sex dan sering pergi ke Klub Malam.

"Haha, sepertinya orang tuamu mudah terlena dengan otak cerdasku," balas Aland masih saja dengan tawa mengesalkannya. Tangannya terulur memeluk pinggang sang kekasih.

Kevin memalingkan wajahnya kala tak sengaja melihat tangan Aland yang bergerak liar. "Aku tahu kau sudah menegang, seret wanitamu ke kamar. Kau telah menodai kedua mata suciku."

Setelah mengatakan itu Kevin berlalu pergi, namun langkahnya tiba-tiba terhenti dengan kedua tangan yang terkepal kuat.

"Bagaimana kalau kita membuat kontes, kau ajak istrimu! Siapa yang dapat bertahan lama maka dialah pemenangnya!"