Sudah coba berbagai cara
Agar kita tetap bersama
Yang tersisa dari kisah ini
Hanya kau takut kuhilang
Perdebatan apapun menuju kata pisah
Jangan paksakan genggamanmu
-Tulus-
"Maaf, Dek ... Mas udah berusaha tapi ternyata nggak bisa."
Malam ini adalah malam yang tak akan pernah dilupakan bagi seorang Dania Larasati, kala suaminya, Raihan Adiprana, mengucap kata talak.
"Tapi Mas ... aku salah apa? aku kurang apa, Mas? tolong kasih tahu ... biar aku bisa perbaiki ... " Laras masih berharap ada secercah harapan untuk biduk rumah tangga yang sudah hampir sepuluh tahun dia jalani.
"Kamu nggak salah apa-apa, kamu nggak kurang apa-apa. Cuma perasaan Mas aja yang nggak bisa lagi dibohongi. Mas udah berusaha buat cinta sama kamu. Tapi ..."
"Tapi apa, Mas?"
Hening.
Satu detik.
Dua detik.
Tiga detik.
"Mas? Tapi apa?"
"Tapi aku nggak bisa, Ras! Tolong ngerti!" Raihan sudah menaikkan suaranya satu oktaf.
Laras hanya bisa menunduk sambil menyeka bulir bening yang tak kunjung berhenti mengalir dari pelupuk mata. Dia akan otomatis menciut jika Raihan sudah membentaknya. Suara tegas dan keras khas militer selalu membuat Laras tak berkutik.
Raihan memang seorang abdi negara angkatan darat dan masuk ke dalam jajaran korp pasukan khusus. Bahkan, ayah dari tiga orang anak ini pernah dikirim ke Lebanon mewakili Indonesia dalam rangka misi perdamaian dunia yang digagas oleh PBB.
Namun, untuk soal pengabdian dan kesetiaan, Laras juga bisa diuji dan tahan banting. Terbukti, dia rela meninggalkan pekerjaan impiannya sebagai bankir dan memilih mengabdi menjadi istri seorang pasukan khusus dengan segala aturan ketatnya. Dan dia pun harus rela menunggu dengan harap-harap cemas selama Raihan bertugas di negara konflik selama satu tahun penuh. Tapi rupanya, semua itu belum cukup mengetuk dan membuka hati Raihan. Meski Laras, telah memberinya tiga buah hati nan lucu sekalipun.
"Besok aku akan urus pemberkasannya, kamu terima beres saja, tinggal tanda tangan dan datang sidang."
"Tapi Mas ... anak-anak ... ?"
Bagi Laras, luka hatinya mungkin bisa terobati, tapi ia tak akan setega itu membiarkan si sulung dan si kembar harus tumbuh dewasa tanpa kasih sayang yang lengkap.
"Anak-anak biar ikut kamu aja. Aku tetap akan menafkahi mereka sesuai kewajibanku. Kamu nggak usah khawatir."
"Apa kamu nggak bisa bertahan demi mereka ... please ...." Laras beranikan diri menahan lengan kekar Raihan yang tertutup jaket.
Terpaksa, Laras memohon demi anak-anak. Meski hatinya kini sudah resmi patah walau ketok palu hakim belum bertalu.
"Hh ... Aku udah nggak mau nyiksa diri sendiri dan kita semua dengan dalih demi anak. Aku janji, anak-anak nggak akan kehilangan figur ayahnya walaupun kita udah pisah."
"Jadi ... malam ini aku pamit." Laras harus menelan kecewa karena permintaannya tak dikabulkan, dan kini tangannya dihempas begitu saja.
Raihan pun pergi meninggalkan Laras sendiri di kamar, tanpa menoleh.
Deru mobil terdengar semakin menjauh, tanda Raihan telah pergi. Meninggalkan semua cerita dan kenangan yang akan terpatri dalam ingatan.
Perlahan, Laras menghampiri kamar anak-anaknya. Si sulung Aidan dan si kembar Shafa dan Shifa masih terlelap di alam mimpi.
"Maafin Mama, Nak ... gak bisa bikin Papa kamu tetap tinggal ... " Laras mengelus rambut tipis si kembar yang baru genap lima tahun. Lalu mencium kening keduanya.
"Kakak Aidan jagoan Mama, Kakak harus jagain Mama sama Adek-Adek yah ... Kakak superhero Mama ..."
Laras pun menciumi Aidan dan memeluknya. Malam ini Laras memutuskan untuk tidur bersama ketiga buah hatinya. Berharap semua yang ia dengar dan perdebatkan dengan Raihan barusan adalah sebuah mimpi ... Mimpi yang buruk dan berdoa esok mimpi buruk itu akan sirna.
🌿🌿🌿🌿🌿
Hulaaa... Aku dateng lagi bawa cerita baru.wkwkwkwk
Sok-sokan update judul baru, padahal embuh kapan bisa tayang bab selanjutnya.😂
Ini gegara dicurhatin sama temen, mendadak terlintas di otak buat dijadiin cerita. Jadi, cerita ini terinspirasi dari kisah nyata yah. Ada lah temen author yang sangat setrooong , wonder women, super mom, Salut!💪
Happy reading😘