webnovel

Terlahir Kembali: Dokter Genius Cantik

“Fariza… Fariza-ku yang malang. Kenapa kamu begitu bodoh?” Suara tangisan tersedu-sedu membangunkan Fariza dari tidurnya. "Di mana aku?" Yang dia ingat hanyalah dia telah memenangkan Hadiah Nobel pertama dalam pengobatan tradisional, dan tertabrak oleh sebuah truk besar saat perjalanan pulang. Kini dia mendapati dirinya terlahir kembali pada tahun 1980an di tubuh orang lain yang memiliki nama yang sama dengannya. Ternyata kehidupannya sebagai Fariza yang baru saat ini ternyata sangat buruk. Dia, adik, dan ibunya diperlakukan tidak adil oleh ayah kandungnya serta keluarga dari selingkuhan ayahnya. Dengan kecerdasan dan pengalamannya dari abad 21, Fariza yang sekarang tidak takut menghadapi semua permasalahannya dan perlahan-lahan membereskannya satu per satu.

MikaZiyaddd · Urbain
Pas assez d’évaluations
119 Chs

Pak Bupati

Manajer yang bertanggung jawab, Rama, sedang makan dengan orang-orang penting di ruangan pribadinya. Setelah dipanggil oleh Winda, suasana hatinya menjadi buruk. Usai memahami keseluruhan cerita, Rama melirik Winda. Jika dia ingat dengan benar, Winda baru-baru ini memiliki pasangan yang merupakan keponakan seorang bupati, dan dia mendengar bahwa mereka akan segera menikah.

Saat memikirkan hal ini, wajah Rama menjadi sedikit cerah. Dia langsung berkata, "Pegawai kami tidak bermaksud begitu. Saya harap Anda bisa mengerti. Pakaian bisa dicuci jika kotor, kami akan bertanggung jawab."

Rama sedikit mengangkat suaranya saat menegur Winda. "Saya sangat kecewa dengan apa yang kamu lakukan. Cepat minta maaf kepada tamu ini. Sebagai hukuman atas kelalaianmu, hari ini kamu harus membersihkan hotel setelah tutup." Ini adalah teguran palsu. Rama sangat melindungi Winda.

Setelah mendapat teguran dari atasannya, Winda berpaling untuk meminta maaf kepada Adimas lagi, "Tuan, saya benar-benar minta maaf. Saya benar-benar ceroboh tadi. Saya akan membersihkan pakaian Anda."

"Baiklah. Kalau begitu, pergi dan bicara dengan koki untuk menyajikan teripang panggang daun bawang lagi." Setelah Rama selesai berbicara, dia berbalik dan ingin pergi. Namun, Satria tiba-tiba berkata, "Jika aku tidak salah, pak bupati juga sedang makan di sini."

Langkah kaki Rama tiba-tiba berhenti. Dia berbalik dan bertanya dengan curiga, "Anda… Apa yang Anda kamu lakukan? Bagaimana Anda bisa tahu?"

Pada saat ini, Galang, sekretaris bupati yang bernama Pak Arya itu, kebetulan keluar untuk pergi ke kamar mandi. Dia melihat Satria sekilas. Lalu, dia tersenyum dan berjalan dengan sangat antusias ke arahnya, "Komandan Satria, kenapa Anda ada di sini?"

Setelah mengatakan itu, dia berteriak ke dalam ruangan pribadi, "Pak Arya, Komandan Satria makan di sini juga!"

Seorang pria paruh baya berusia sekitar 40 tahun segera keluar dari ruangan itu dan menyapa Satria, "Satria, tidak mudah untuk menemuimu, jadi ayo makan bersama-sama. Mau minum?"

"Paman, masih ada yang harus kulakukan." Satria bangkit dan tersenyum pada Pak Arya.

Pak Arya memperhatikan Adimas di sebelahnya, dan bertanya dengan heran, "Ada apa dengan bajumu, Adimas?"

"Ini karena pelayan di sini. Mereka bahkan tidak bisa menyajikan makanan, tumpah ke mana-mana. Pelayan seperti itu harus dipecat. Orang yang bertanggung jawab di sini telah melindunginya seperti harta karun!" Adimas mengeluh dengan ekspresi tidak senang.

Meski Pak Arya tidak tahu kenapa Adimas memandang pelayan itu dengan tidak senang, tapi urusan Adimas dan Satria adalah urusannya. "Apa yang sedang terjadi?" Pak Arya tidak bertanya pada Winda, tetapi melihat ke arah Rama yang berada di samping.

Rama sedikit tercengang. Dia tidak berharap kedua anak laki-laki ini mengenal bupati. Terlebih, mereka tampaknya memiliki hubungan yang baik. Dia dengan cepat mengedipkan mata pada Winda dan memberi isyarat padanya untuk mengatakan sesuatu.

Winda juga tidak berharap bupati bisa mengurus urusan hotel dengan seenaknya. Ketika dia gugup, dia langsung menunjuk ke arah Fariza, "Itu… Dia sengaja membuat saya tersandung."

Ekspresi Fariza tampak tidak bisa dijelaskan. Dia hanya melihat semua ini dalam diam, tetapi sekarang justru difitnah. Wawan, yang sangat ingin pelayan itu mendapat hukuman, tadinya masih sedikit takut ketika melihat Pak Arya keluar. Namun, pada saat ini, dia tidak takut melihatnya karena tahu keponakannya dianiaya. Dia memukul meja dan berdiri, "Seberapa tidak tahu malunya kamu? Kebohongan apa lagi yang ingin kamu buat? Kamu sedang menyajikan makanan di bagian itu, sedangkan Fariza duduk di sini. Bagaimana Fariza bisa membuatmu tersandung? Buktikan padaku!"

Wawan menatap Satria. Saat dia duduk di kursi, dia takut Satria akan menyentuh keponakannya, jadi dia duduk di tengah untuk memisahkan keduanya tadi.

Ketika kebohongan terungkap, Winda tiba-tiba menjadi bingung dan tergagap, "S-saya… saya…"

Ekspresi Pak Arya agak tidak sedap dipandang. Dia memandang pelayan itu dengan wajah serius, "Siapa yang harus kupercaya? Siapa yang bisa memberitahuku apa yang sedang terjadi?" Dia telah berada di posisi pemimpin selama dua periode. Ketika dia marah, dia memiliki tekanan tak terlihat di tubuhnya.

Satria dan Adimas tidak terpengaruh sama sekali. Fariza secara alami tidak akan takut dengan hal seperti ini. Wawan awalnya sedikit takut, tapi saat melihat keponakannya berdiri dengan tenang, diam-diam dia menegakkan punggungnya. Lagipula itu bukan salahnya. Apa yang ditakuti?

Di sisi lain, semua pelayan di restoran itu tidak begitu tangguh. Semuanya menundukkan kepala dan tidak berani melihat kejadian ini. Akhirnya mereka tidak bisa menahan tekanan, dan mereka semua mulai berkata, "Kami akan menjelaskannya." Kemudian, salah satu dari mereka mengatakan semuanya tentang Fariza dan Winda.

Setelah mendengar ini, Pak Arya menoleh untuk melihat Rama dan bertanya, "Begitukah caramu memperlakukan petani yang datang untuk makan di sini?"

Rama berkeringat, dan dengan cepat menundukkan kepalanya untuk mengakui kesalahannya, "Itu salah kami, dan kami akan memperlakukan mereka dengan baik lain kali. Kami berjanji!"

Pak Arya melihat ke arah Winda lagi dan hendak berbicara. Winda memiliki firasat yang buruk dan dengan cepat berkata, "Paman, apakah paman tidak ingat aku?"

"Apakah kamu pacar Rizal?" Pak Arya akhirnya bertanya dengan ragu-ragu setelah berpikir lama.

"Ya, ya, paman, ini aku." Winda mengangguk berulang kali. Dia berpikir bahwa jika dia menunjukkan hubungannya dengan Rizal, Pak Arya akan melepaskannya.

Tetapi yang tidak diduga adalah Pak Arya tiba-tiba berkata dengan wajah serius, "Karena kamu adalah pacar Rizal, jadi lebih baik kamu memberi contoh yang teladan. Mulai sekarang, kamu harus pulang dan merenungkannya dengan hati-hati untuk melihat kesalahan apa yang telah kamu lakukan."

Pak Arya telah membuat keputusan akhir, dan Rama secara alami tidak berani membantah. Winda gagal mempertahankan posisinya. Dia langsung teringat oleh perkataan Fariza yang mengatakan bahwa dia akan dipecat dalam waktu tiga bulan. Perkataan Fariza itu kini menjadi kenyataan pahit bagi Winda.

Pak Arya terlihat tidak apa-apa, tetapi saat melihat wajahnya, sepertinya ada yang salah dengan tubuhnya. Ketika Galang keluar dari kamar mandi, Fariza melangkah maju dan berkata, "Pak, Anda tampak agak tidak sehat. Bolehkah saya memeriksa denyut nadi Anda, sebentar saja?"

Galang berbalik dan menemukan bahwa yang berbicara tadi adalah Fariza. Dia berkata dalam hati, "Seorang gadis yang bahkan tampak tidak memiliki keahlian apa pun ini, tahu apa tentang denyut nadi? Mungkin dia sedang mencari alasan untuk mendekati Pak Arya."

Setelah beberapa tahun menjadi seorang sekretaris bupati, Galang telah mengembangkan kemampuan analisa yang apik dan luar biasa. Dia tidak bisa membiarkan Pak Arya dalam bahaya sama sekali, jadi dia segera berbicara, "Maaf, Pak Arya sedang sibuk. Kami harus pergi setelah makan. Kami masih banyak urusan."

Fariza awalnya memikirkan Pak Arya yang tidak mementingkan diri sendiri. Dia merasa akan sangat disayangkan jika Pak Arya jatuh sakit. Tetapi dia tidak bisa menahannya jika sekretarisnya berkata seperti itu. Jadi, dia berhenti berbicara, tersenyum dan pergi.

Setelah Pak Arya pergi, semua orang tidak kembali makan. Satria dengan tegas meminta Fariza untuk mengemas teripang panggang daun bawang yang ditambahkannya kemudian. Dia memikirkan nenek, bibi dan ibu Fariza yang tidak pernah makan hidangan enak seperti itu. Sementara itu, Fariza tidak lagi menolak. Dia menerimanya dengan senang hati karena itu untuk keluarganya.