" Aku mau berendam biar badanku terasa segar!" kata Vina saat Max ingin memeluknya, lalu dia menggeser tubuhnya ke pinggir ranjang.
" Kita mandi bareng, ya!" kata Max dengan wajah berharap.
" Aku ingin sendiri, Max!" jawab Vina tegas.
" Kali ini aja, sayang!" pinta Max dengan wajah memohon.
" Kau tahu aku tidak suka dan tidak akan pernah mau melakukan itu!" ucap Vina tegas.
" Hanya mandi saja!" ucap Max.
" No! Karena aku tahu kamu tipe pria macam apa!" jawab Vina cepat.
" Tapi aku suamimu, Vina!" protes Max.
" Apa karena kamu suamiku, jadi kamu bisa melakukan apa saja yang kamu mau? Ini bukan jamannya lagi, Max sayang! Jadi jangan pernah mengharapkan hal itu terjadi!" tutur Vina lagi. Wajah Max benar-benar berubah menjadi kecewa dan mengurungkan niatnya untuk pergi ke kamar mandi. Vina kemudian berdiri dan berjalan ke dalam kamar mandi. Max sekali lagi merasa sedih akan sikap Vina, dia tahu jika Vina tidak pernah mau mandi bersama, tapi dia sangat menginginkannya. Max sebenarnya selalu menginginkan istrinya lagi saat berhubungan, tapi dia takut jika akan diperlakukan seperti biasa, dengan Vina yang hanya mau melakukannya sekali saja. Vina memang bukan tipe wanita yang tergila-gila dengan kegiatan di atas ranjang, baginya karir adalah nomor satu, dan seks adalah hal yang tidak terlalu penting dalam hidupnya. Berapa kalipun para pasangan melakukan itu, toh semua menurutnya rasanya sama saja. Vina adalah orang yang tergolong cepat bosan dalam melakukan sesuatu. Padahal Max adalah seorang pria dengan nafsu besar yang kadang bermain single hingga berkali-kali. Terkadang Max heran melihat istrinya, apa yang salah dengan hormon dopamin istrinya. Sejak masih gadis, Vina adalah seorang workaholic, dia terkadang tidur di butiknya jika banyak pekerjaan. Vina tidak mau jika banyak orang menganggapnya berhasil hanya karena nama besar mamanya, karena itu dia berusaha sekuat tenaga untuk fokus pada pekerjaan dan butik yang memang warisan dari mamanya agar bisa sukses. Dan memang usaha tidak mengkhianati hasil, butiknya menjadi butik yang diperhitungkan di belahan Asia dan Amerika. Dia banyak melakukan pagelaran mode di dalam dan luar negeri. Karena itu juga Vina tidak memiliki kekasih selain bersahabat dengan Kenzi, karena dengan adanya kehadiran Kenzi dalam kehidupannya, sudah cukup baginya untuk melakukan apapun bersama-sama dan Kenzi kebetulan selalu ada kapanpun dan dimanapun dia membutuhkannya. Vina memang pernah tertarik secara emosional pada Kenzi, tapi dia mengurungkan niatnya karena Kenzi mengatakan padanya jika dia sangat menjunjung tinggi nilai persahabatan dan tidak akan merusaknya dengan pertengkaran antar kekasih. Akhirnya Vina hanya menyimpan perasaannya itu dan ketika Max datang untuk menyatakan cintanya, dengan cepat dia menerima kehadiran pria itu. Jadi bisa dikatakan jika Max adalah pengalihan dari luka hati Vina. Tapi hanya Vina yang tahu tentang hal ini dan....author tentunya...xixixi!
Max berjalan pelan setelah mencoba meredakan hasratnya yang tiba-tiba naik melihat tubuh polos Vina yang berjalan dihadapannya tadi. Dia menuju ke kamar mandi, dilihatnya Vina sedang bersantai di dalam bathup sambil melakukan panggilan dengan seseorang.
....
" Terus gimana?" V
" Ya gue harus kesana, Vin!" K
" Ke Spanyol?" V
" Astaga, Vin! Pelan napa? Gue masih bisa denger kalee!" K
" Serius Ken! Lo kudu berangkat?" V
" Iya! Papa nggak bisa kesana, makanya gue yang kesana!" K
" Gue ikut, ya?" V
" Apa'an, sih? Kayak lo masih single aja!" K
" Max pasti ngijinin!" V
" Nggak! Gue nggak mau kalo sampe Max ngamuk!" K
" Nggak bakal, Ken!" V
" Vin! Lo udah punya suami, beb! Lo nggak bisa seenak jidat lo pergi sama gue!" K
" Please, Vin! Ya! Lo pergi sendiri'kan?" V
" Iya! Tadinya gue akan ngajak Linda..." K
" Nggak! Gue nggak mau lo ngajak dia!" V
" Astaga! Ni orang! Gue udah bilang gue nggak budek!" K
" Abis lo jahat! Kita nggak pernah lagi pergi berdua!" V
" Eh, nenek lampir! Kayak lo masih sendiri aja!" K
" Max pasti ngerti, Ken! Sebelum ketemu dia kita udah bersahabat, Ken!" V
....
Max sengaja menguping pembicaraan mereka, dia mendengar semuanya. Hatinya sedikit merasa cemburu mendengar betapa dekatnya mereka berdua, Vina dan Kenzi. Max memang menyadari bahwa mereka adalah sahabat baik sebelum menikah dengannya dan selama menjadi istrinya, Vina memiliki banyak rahasia yang disimpan sendiri. Hal ini mungkin dikarenakan intensitas kebersamaan mereka yang terbatas hingga mereka jarang bisa duduk berdua berbicara dari hati ke hati. Dan sebagai suami, Max merasa tidak mampu menjebol dinding tersebut, dinding yang dibangun sendiri oleh Vina diantara mereka berdua. Max membuka pakaiannya dan masuk ke dalam shower, dia mengguyur tubuhnya dengan air dingin selama beberapa menit, tapi Maspinya tidak mau tidur. Max keluar dari dalam shower dan melihat istrinya memejamkan matanya di dalam bath up. Max mendekati Vina, hasratnya yang masih sedikit reda, timbul lagi akibat rasa cemburunya. Max masuk ke dalam bathup hingga mengagetkan Vina.
" Max? Apa yang kamu lakukan?" tanya Vina marah.
" Aku mau kamu lagi, sayang!" ucap Max. Vina menatap Max sebel, tapi pikirannya berputar.
" Ok! Kamu boleh melakukan lagi, tapi ijinkan aku pergi ke spanyol! Anggap saja kita sedang Barter!" kata Vina dengan menggoda. Max sedikit kecewa dengan ucapan Vina, tapi dia memang sangat mencintai wanita yang ada dihadapannya itu. Max tidak menunggu lama, dia lalu mencumbu istrinya dengan sedikit kasar akibat kemarahan yang ada di dadanya. Dan Vina merasakan kekasaran Max.
" Max! Sakit! Akh!" teriak Vina saat Max dengan keras menggoyang Vina. Tapi Max tidak perduli, dia mempercepat gerakannya.
" Akhhhh!" teriak Max. Lalu dia terjatuh lemas diatas Vina yang telah meneteskan airmata.
" Aku benci kamu, Max! Kamu seperti binatang!" kata Vina. Max hanya diam saja menatap istrinya, dia tidak mengatakan apa-apa. Vina membuang wajahnya tidak mau melihat Max. Max berdiri dan membersihkan tubuhnya di shower. Lalu dia mengganti pakaiannya dan masuk ke dalam ruang kerjanya. Sementara Vina meringis karena misvinya terasa nyeri akibat gerakan kasar dari Max. Vina semakin anti pati pada sex. Vina membuka kran air hangat untuk mengatasi rasa nyerinya, sesekali dia meringis menahan perih. Setelah dirasa cukup, Vina mengeringkan tubuhnya dan tidur di ranjang dengan selimut yang menutupnya hingga ke atas kepala.
" Apa yang aku lakukan?" ucap Max ambigu.
" Kenapa aku sangat marah dan tidak bisa menahan emosiku?" ucap Max lagi. Arghhh! Aku harus melakukan sesuatu! Aku harus membawa Vina pergi dari Indonesia! batin Max. Aku nggak mau bayang-bayang Kenzi masih ada dipikirannya! batin Max lagi. Max kemudian menyelesaikan pekerjaannya dan tertidur disana.
Matahari menyapa dari balik jendela ruang kerja, Max mengerjap-kerjapkan matanya karena sesekali matahari masuk lewat sela-sela jendela dan membuat silau wajahnya. Max membuka matanya, dia menggerak-gerakkan kepalanya yang terasa pegal akibat tidur sambil duduk.
" Sudah pagi! Apa Vina masih marah?" tanya Max ambigu. Max berdiri dari kursinya dan menuju ke pintu ruang kerjanya. Dia berjalan ke arah kamarnya dan membuka pintu tersebut dengan perlahan, Vina tidak ada di tempat tidur, mungkin dia di kamar mandi! batin Max.