webnovel

Takdir Cinta Sang Arjuna

Bagi Caramel, gak ada yang lebih sial dan menyakitkan dari cinta yang terkhianati dan pernikahan akibat perjodohan. Apalagi harus terperangkap dalam kehidupan bersama seorang CEO menyebalkan. Dan, bukan perkara yang mudah buat Caramel untuk berdamai dengan hatinya ketika dia akhirnya harus memilih antara bertahan untuk sebuah akhir yang membahagiakan atau membiarkannya pergi dengan membawa segenap hatinya. Bagi Arjuna, keputusannya untuk menerima perjodohan hanyalah semata-mata demi Papa. Toh kalo dikemudian hari pernikahannya ternyata gak berjalan mulus, dia bisa bercerai. Tapi ternyata cinta datang lebih cepat dan membuatnya nyaris menyerah untuk mengalah. Sampai akhirnya ... sesuatu dari masa lalunya datang dan mengancam semua hal yang udah susah payah diusahakannya. Mampukah Caramel dan Arjuna melewatinya bersama tanpa ada lagi hati yang harus menjadi korban?

Chan_Chew · Urbain
Pas assez d’évaluations
24 Chs

14

Gak terasa seminggu udah Caramel berteman sepi setelah dia meminta Arjuna meninggalkannya sendiri. Seminggu udah dia merelakan kesunyian menjadi pendamping hari-harinya. Caramel sadar, percuma kalo dia harus terus menerus meratapi takdir yang semakin gak berpihak dengannya. Bener kata Arjuna, sekaranglah waktunya untuk bangkit. Ada banyak hal dan kerjaan yang menanti kelihaiannya setelah cuti panjang.

Caramel menghentikan laju mobilnya dan memarkirnya di tempat biasanya. Sejenak dia melirik kaca spion tengah, memastikan bahwa dirinya siap untuk memulai rutinitas lamanya. Hari ini adalah hari pertamanya kembali ke kantor setelah cuti panjang pasca menikah. Jadi gak heran kalo Caramel sangat-sangat semangat hari ini.

"Drtdrt .." Caramel melirik smartphonenya. Ada pesan masuk dari jejaring Whatsapp. Ah, dari atasan tersayangnya ternyata.

Fr : Mrs. Boss

Selamat kembali ke kantor, Cara. We miss you so much. Anyway, happy wedding ya. Sorry telat banget, maklum faktor "U".

Oh iya, there's a good news fo' ya. Mulai hari ini kamu dipromosiin naik jabatan. You're not my secretary anymore, but you'll be Mr. Juna's personal assistant. He's our newly President Director. Goodluck Darl.

Caramel menghela nafas begitu ia selesai membaca pesan singkat WA barusan. Kalo aja gak inget tempatnya sekarang mungkin dia udah jejingkrakan. Menjadi personal asisstant dari seorang direktur adalah impiannya dari dulu. Bener-bener gak pernah sekalipun terlintas di benaknya kalo impiannya itu sekarang bakal jadi kenyataan.

Caramel melengkungkan senyum terbaiknya. Hari ini bakal menjadi hari paling bersejarah baginya. Sejenak dipandanginya meja kerjanya yang selama sepuluh tahun menjadi ladang penghidupannya mencari rejeki itu kini harus ditinggalkannya demi impiannya yang hari ini menjadi kenyataan. Dengan cekatan dia merapikan barang-barang yang akan dibawanya ikut serta nanti dan menyiapkan beberapa berkas yang harus ditindaklanjuti oleh penggantinya.

"Mel," Terdengar suara khas Romeo membuat Caramel menghentikan aktivitas beberesnya. "mau kemana? Kok meja kerjanya lo rapi-rapi barang-barang lo?"

"Pindah," sahut Caramel singkat.

"Pindah? Pindah kemana? Trus kalo Lo pindah, gue sendirian dong?" Romeo merajut dengan gaya khasnya.

Caramel tersenyum. Dirangkulkannya lengannya ke bahu Romeo. Bertahun-tahun cowok itu menjadi partner in crime-nya di kantor. Semua karyawan di perusahaan ini sangat paham gimana kedekatan antara Romeo dengannya. Bahkan, diawal kedekatan mereka, gak sedikit dari karyawan di perusahaan ini menyebut mereka sebagai sepasang kekasih walaupun seiring berjalannya waktu anggapan itu hanya sekedar angin lalu.

"Mulai hari ini gue ..." Caramel sengaja menggantungkan ucapannya. Dia tau, Romeo pasti gemes penasaran setengah mati. Dan dugaannya seratus persen terbukti saat melirik raut muka Romeo yang cemberut.

"Kebiasaan deh. Herman deh, lo seneng banget bikin gue kepo," sahut Romeo jengkel. "Mulai hari ini lo mau kemana?"

Caramel tertawa renyah. "Mulai hari ini gue pindah kerja."

"Hah? Pindah kerja? Seriusan, Mel?" tanya Romeo yang kemudian cuma dijawab dengan anggukan kepala oleh Caramel. "Pindah kerja kemana?"

"Ke lantai dua puluh lima," sahut Caramel singkat.

"Maksudnya ke lantai dua puluh lima? Itu bukannya lantai khusus jajaran direksi?"

"Mulai hari ini gue jadi asisten pribadi dirut kita yang baru," sahut Caramel sembari tersenyum.

Romeo membulatkan matanya begitu mendengar ucapan Caramel. Dia gak salah dengar kan? Itu artinya ... "Your dreams is coming true, Mel."

Caramel menggangguk girang. "Don't miss me ya, Rom."

"You kidding me? I miss you already," sahut Romeo sembari ketawa renyah. Beberapa saat kemudian dia menghambur diri ke pelukan Caramel. "Take care ya, Mel. Kalo ada apa-apa, I'm always be here for you."

Sekali lagi Caramel mengangguk. Di antara semua rekan kerjanya, cuma Romeo yang paling dekat dengannya. Bagi Caramel, Romeo lebih dari sekedar teman. Dia adalah sahabat dan kakak yang gak pernah dimilikinya sebelumnya.

*

Caramel menarik nafas dalam-dalam dan dihempaskan perlahan sebelum akhirnya dia memasuki ruangan kerja sang direktur. Ini kali pertama menginjakan kaki di ruangan itu.

"Selamat siang Pak. Saya Caramel," sapa Caramel ramah sambil memasang senyun terbaiknya.

"Selamat siang, Ibu Caramel." Terdengar suara khas sang direktur sembari memutarkan kursi kerjanya. "Kita ketemu lagi."

Senyum Caramel langsung memudar begitu seseorang yang disapanya memutar kursi kerjanya dan menampilkan wajah datarnya. Matanya nyaris gak berkedip. Kali kedua dirinya dikejutkan dengan hal yang gak pernah disangkanya. Setelah pesan singat dari Mrs. Boss, sekarang kejutannya justru datang dari atasan barunya, Sang Direktur.

"Kamu?" tanya Caramel bingung. "Maaf, maksud saya, Anda Bapak Arjuna?"

Arjuna mengangguk pelan. Segurat senyum tipis mengembang samar di bibirnya. Dirinya juga sama terkejutnya dengan Caramel. "Selamat siang, Ibu Caramel. Saya terima info dari Manajemen, bahwa Ibu yang akan menjadi asisten pribadi saya. Sebelumnya, saya ucapkan selamat datang. Semoga kita bisa bekerja sama dengan baik."

Caramel tersenyum tipis. "Terima kasih, Pak."

Diam-diam Caramel merutuki ketololannya sendiri. Semestinya dia udah mencari tau segala sesuatu tentang Arjuna, termasuk perusahaan-perusahaan mana aja yang menjadi miliknya.

Arjuna bangkit dari kursi kebesarannya dan melangkah menuju salah satu sudut jendela besar yang terbentang di ruangannya. Ini pertama kalinya dia bertemu Caramel lagi setelah berhari-hari meninggalkannya sendirian berteman sepi. Gak dipungkirinya darahnya langsung berdesir dan jantungnya berdegup kencang sejak dia mendapati kenyataan bahwa Caramel-lah yang menjadi asisten pribadinya.

"Ada beberapa hal yang harus kita sepakati agar hubungan pekerjaan di antara kita bisa solid. Pertama, saya bukan tipikal pribadi yang kaku dan gila hormat. Saya sangat appreciate arti kejujuran dan loyalitas. Once ketika Anda tidak jujur dengan saya, saat itu juga saya rekomen Anda untuk mundur sebagai asisten pribadi saya. Oh ya, Anda juga gak perlu 24 jam selalu ada didekat saya. Jadi, Anda cuma perlu standbye untuk hal-hal yang sifatnya lebih urgen di luar jam kantor. Jangan sungkan untuk permisi jika memang Anda tidak bisa. Anda gak perlu khawatir tentang hal itu, saya gak akan report ke Manajemen, selama Anda jujur dan membuka komunikasi yang baik dengan saya."

"Baik, Pak. Ada hal lain mungkin yang mau Bapak tambahkan?"

Arjuna membalikkan badan. Dipandanginya sosok Caramel lekat-lekat dari ujung kepala sampai ujung kaki. Dihadapannya berdiri sosok Caramel dengan official look yang sangat menggoda. Sebagai seorang suami, dia gak rela kecantikan istrinya jadi konsumsi semua karyawan di perusahaan ini. Dia harus cari cara supaya kecantikan Caramel gak jadi konsumsi semua karyawan di perusahaan ini.

"Mulai hari ini tolong dibuatkan revisi peraturan perusahaan, bahwa semua karyawan perempuan dilarang keras pakai rok ke kantor terutama rok yang model span atau bodycon. Harus pakai kemeja dan celana panjang bahan. Untuk sepatu, dilarang pakai flat shoes. Harus heels atau wedges. Khusus untuk sekretaris, harus memakai blazer, kemeja, celana panjang bahan warna hitam, dan sepatu heels. Untuk heelsnya, tolong jangan model pantofel dengan hak tahu. Penampilan harus rapi, wangi, dan oke. Itu tugas pertama Anda untuk menginformasikan dan menginstruksikan ke semua karyawati di sini."

Caramel mengangguk. Wajahnya gak seramah tadi. Air mukanya mulai bete. Balok mana balok?, teriak Caramel dalam hati. Kalo aja dia bisa menghilang dengan segera dari hadapan Arjuna, mungkin dirinya udah daritadi menyingkir dari sana. Bertahun-tahun dirinya menjadi sekretaris di perusahaan, baru sekali ini dia menemukan atasan yang model Arjuna. Ah mimpi apa dia semalem ya? Ini sih bukan berkah dengan promosi barunya, tapi musibah!

"Dan yang terakhir," Arjuna udah berdiri di sisi Caramel, sedikit membungkukan badan agar posisi mulutnya sejajar dengan telinga Caramel. "jangan sampe seorangpun yang tau, kalo kamu adalah istri saya. Gak boleh ada seorangpun di perusahaan ini yang tau kalo kamu adalah istri saya. Paham?"

Ucapan Arjuna barusan membuat Caramel langsung mengalihkan pandangannya. Alisnya berkerut. Yang bener aja? Ini belum satu hari dirinya menjadi asisten pribadi sang direktur dirinya udah mendapat intimidasi. Nih ya, emangnya kenapa coba kalo sampe ada karyawan yang tau dirinya ternyata adalah istri direktur yang memimpin perusahaan tempatnya bekerja? Emangnya itu suatu kesalahan? Toh semua karyawan ini perusahaan ini punya mata dan punya kuping. Cepat ato lambat mereka pasti bakal tau dengan sendirinya. Ya gak?

Caramel langsung bergidik ngeri begitu menerima tatapan maut dari Arjuna. Well, sepertinya Arjuna emang gak main-main dengan ucapannya yang terakhir. Entah bagaimana dan apa maksudnya dia sengaja menyembunyikan status pernikahan mereka di kantor ini, mungkin cuma dirinya dan Tuhan yang tau. Caramel mah apa atuh? Cuma remahan rengginang di kaleng biskuit!

"Noted, Pak," sahut Caramel pelan. Diam-diam dia merutuki ketololannya dahulu sebelum menerima pinangan Arjuna. Seharusnya dia bisa mencari tau dulu semua hal yg berkaitan dengannya, termasuk soal perusahaan-perusahaan yang dia pimpin. Bukan apa-apa, ini supaya menghindari badai gunjingan orang-orang yang menganggapnya rendahan karna sudi mendekati super big bos kece kayak Arjuna demi karirnya yang melonjak tajam.

Ah, pantes aja Arjuna kewongnya sama Caramel, lah kelakuannya aja begini. Cewek juga pasti ngeri duluan lah kalo mau deketin dia. Dan satu-satunya cewek kurang beruntung yang mau gak mau berurusan dengan Arjuna cuma dirinya!

Setelah membungkukan badan dan pamit undur diri, Caramel langsung melangkahkan kakinya dengan cepat meninggalkan ruangan Arjuna. Nafasnya baru terasa lega begitu dirinya selesai menutup pintu ruangan yang menjadi pemisah antara ruang kerja Arjuna dan ruang kerja Caramel.

*

Caramel menghela nafas dengan berat. Entah udah yang keberapa kalinya dia begitu semenjak meninggalkan ruangan Arjuna. Ini yang baru hari pertama aja rasanya udah semacam mimpi buruk bagi Caramel, gimana hari-hari berikutnya?

"Kamu bukannya kerja malah ngelamun!" Tiba-tiba terdengar suara khas Arjuna, membuyarkan semua hal yang menyita atensinya dan bikin Caramel tersadar dari lamunannya. "Jam pulang kantor masih sejam lagi. Kalo kamu masih mau ngelamun, silakan kamu bungkus barang-barang kamu dan keluar dari sini sekarang!"

GLEG! Caramel meneguk ludahnya dengan susah payah. Baru sekali ini dia menerima perlakuan setajam itu dari atasannya, dan herannya kenapa atasannya itu bisa terpilih menjadi direktur utama di tempat kerjanya. Apa emang di balik sikap dingin dan setengah arogannya Arjuna sehebat itu, ato ini cuma karena hidup Arjuna yang selalu penuh dengan keberuntungan?

"Jadwal saya hari ini udah selesai semua kan?" tanya Arjuna yang mulai melunak begitu melihat wajah memelas Caramel. Caramel cuma bisa menjawab pertanyaan Arjuna barusan dengan anggukan lemas. "Tolong kamu ikut saya karna ada beberapa hal yang harus saya bicarakan dengan kamu secara pribadi. Tolong jangan sampe karyawan di sini kepo. Kalo ada karyawan yang sok-sokan kepo dan nanya ini-itu, jawab aja gak tau. Oke? Lima menit lagi kita berangkat. Silakan kamu siap-siap."

Sekali lagi Caramel mengangguk lemas. Dia bener-bener ilang mood buat menyahuti apapun ucapan Arjuna.

*

Caramel menghempaskan nafasnya dengan berat. Berbeda dari perjalanan bisnis yang biasa Caramel lakukan bersama sang atasan, entah kenapa untuk kali ini dirinya merasa terbeban dengan perjalanannya dengan Arjuna. Pikirannya sekusut benang. Konsentrasinya pun pecah gak beraturan.

Caramel masih gak habis pikir dengan kejadian-kejadian yang beberapa hari ini terjadi. Dari semenjak Arjuna memutuskan untuk melepaskannya dengan kembali tinggal berjauhan dengannya, kejutan promosi dari atasan sebelumnya, sampai kenyataan bahwa ternyata dirinyalah yang terpilih menjadi asisten pribadi sang direksi a.k.a suaminya sendiri.

Bukankah Arjuna punya aspri sendiri? Kenapa harus dirinya yang dipromosikan menjadi aspri Arjuna? Pada kemana itu asprinya Arjuna yang berbelas-belas orang itu?

Caramel melirik selintas sosok Arjuna dari ekor matanya. Terlihat Arjuna yang sama kacaunya dengan dirinya. Walopun begitu, sang lelaki terlihat sangat keras berusaha menutupi kekacauannya itu. Sang lelaki tampak setenang air di samudera. Bener-bener sangat profesional si Arjuna ini. Dia bisa menyembunyikan persoalan pribadinya di saat waktu masih menuntutnya untuk urusan pekerjaan.

"Mel," panggil Arjuna pelan. "Hari ini kamu pengen kemana?"

Hah? What?

*

Arjuna masih bergeming. Instingnya sebagai lelaki mengatakan bahwa Caramel diam-diam mencuri pandang ke arahnya. Arjuna sangat sadar, dirinya juga masih merasa bingung dengan apa yang sedang terjadi. Semuanya seolah berjalan berlawanan dengan yang diinginkannya. Beberapa waktu kemaren dirinya menginginkan menjauh dari Caramel dengan membiarkan tinggal di apartemen terpisah darinya, tapi kemudian kenyataan lain pun terjadi. Pagi tadi dia menerima berkas dari manajemen perusahaan bahwa ternyata Caramel-lah yang terpilih menjadi asisten pribadinya selama di kantor. Itu artinya, dia bakal sering bertemu dan bersama dengannya, kayak saat ini.

Kata orang-orang dalam pepatah, pertama bertemu itu gak sengaja. Pertemuan kedua adalah kebetulan. Dan pertemuan ketiga itu namanya jodoh. Benarkah Caramel adalah jodohnya?

Arjuna gak munafik. Seiring berjalannya waktu, perasaannya terhadap Caramel semakin membuncah. Bahkan ketika dirinya terhempas ke simpangan hati dengan kedatangan Dave tempo hari, dirinya masih menginginkan Caramel berada di sisinya. Kehadiran Caramel yang jutek, ngeselin, berkata pedas, dan egois seolah perlahan udah menyatu dengan dunia dan pribadi Arjuna. Dia menginginkan Caramel seutuhnya menjadi istrinya. Dia menginkan Caramel seutuhnya menjadi pendamping hidupnya.

"Mel," panggil Arjuna pelan. "Hari ini kamu mau kemana?"

Caramel tersenyum samar sembari menoleh ke arah Arjuna. "Maaf, Pak, maksud Bapak gimana dengan saya mau kemana?"

Arjuna mengulurkan tangannya dan menggenggam jemari Caramel dengan mesra. Dia tau, Caramel mungkin merasa canggung dengan kenyataan baru yang diterimanya. Bukan sesuatu yang mudah bagi Caramel untuk beradaptasi dengan dirinya yang kini menjadi atasan langsung di kantor. "Saat di kantor, kamu memang sekretaris saya. Tapi saat di luar kantor kayak sekarang kamu adalah istri saya."

Di luar dugaan Arjuna, Caramel membalas genggaman Arjuna. "Terima kasih, Yang," sahut Caramel lirih.

Mendengar perkataan Caramel membuat Arjuna mencondongkan kepalanya ke arah Caramel. Dia pengin memastikan bahwa barusan dia gak salah dengar. Caramel memanggilnya dengan sebutan "Yang"?

"Yang?" tanya Arjuna sembari menahan senyum. "Kamu manggil saya Yang?"

Caramel menarik tangannya dan menutup mulutnya. Dia pasti barusan kelepasan. Aduh gimana dong? Pasti Arjuna berpikir yang bukan-bukan deh. "Maksud saya, terima kasih Pak. Maaf saya salah ucap."

Arjuna tersenyum. Diraihnya lagi tangan Caramel dan digenggamnya lagi. Entah kenapa hatinya merasa seringan angin begitu mendengar cara Caramel memanggilnya beberapa saat lalu. Sesuatu yang udah lama dinantikannya akhirnya terjadi, walaupun pada akhirnya Caramel meralat sendiri ucapannya.

"Never mind, Caramel," sahut Arjuna lembut. Dielusnya punggung tangan Caramel dengan lembut. "Di saat di luar kantor kayak sekarang kamu gak perlu bersikap formal dan aku harap kamu bisa tetep bersikap profesional saat kita di kantor."

"Sebenernya kita mau kemana?" tanya Caramel bingung sembari mengalihkan topik pembicaraannya dengan Arjuna.

"Dih, kamu mau ngalihin topik pembicaraan ya?" Arjuna gak bisa menahan dirinya buat gak menggoda Caramel.

"Enggak. Saya gak mengalihkan pembicaraan. Saya cuma tanya, sebenernya kita mau kemana? Kan dari semenjak di kantor tadi Bapak gak bilang ke saya, kita mau kemana," sahut Caramel gemas.

Gak pake aba-aba, Arjuna tetiba mendaratkan ciuman lembutnya di pipi kanan Caramel. "Terserah kamu, Mel," sahut Arjuna lembut.

"Bener?" Mata Caramel berbinar. Ucapan Arjuna seolah menjadi penyejuk sekaligus obat mujarab bagi dirinya. Seenggaknya untuk saat ini.

Arjuna menggangguk.

"Gimana kalo kita ke Kampung Daun? Kan Bapak bilang tadi ada yang mau dibicarakan secara personal dengan saya."

"Bandung?" tanya Arjuna. Dia tau restoran yang barusan diucapkan oleh Caramel.

"Iya, ke Bandung. Gimana? Menurutku, itu bisa lebih baik dan rileks," sahut Caramel girang.

"Oke," sahut Arjuna tenang. Dia sangat bahagia melihat wajah penuh kesenangan sang istri sekaligus asisten pribadinya.

*