Setelah bangun sangat pagi, Sariel dan Wina mempersiapkan semua keperluan mereka. Ia baru saja diminta oleh seseorang untuk mengubah bentuk kebun dan taman milik orang kaya yang tidak dikenalnya.
Entah atas rekomendasi dari siapa hingga meminta pada Sariel untuk mendesain ulang taman miliknya, padahal Sariel bukanlah seorang Desainer. Ia hanya seorang wanita muda biasa yang sangat suka berkebun. Dan tentu saja Sariel merasa kalau orang tersebut sudah salah dalam mengambil keputusan.
Tetapi, ia tetap menerima tawaran tersebut dengan senang hati. Bagaimanapun bentuk pekerjaannya, asalkan itu halal maka ia akan melakukannya. Dan sebaliknya merasa sangat bersyukur karenanya.
Mereka menaiki sebuah mobil dengan bak terbuka dibelakangnya untuk membawa semua alat yang mereka perlukan dan sebuah mobil mini bis untuk mengangkut para pekerja Sariel yang biasanya bekerja di kebun miliknya.
Setelah melakukan perjalanan yang cukup memakan waktu. Pada akhirnya, mereka sudah sampai pada tujuan.
Begitu Sariel menginjakkan kakinya. Ia terperangah menatap pemandangan didepannya. Sebuah kafe yang didesain dengan sangat modern hingga membuat siapa saja yang melihatnya bakalan tertarik untuk masuk kedalamnya walaupun hanya sekedar duduk untuk mencicipi secangkir kopi.
Matanya bergerak kearah sisi kanan dan kiri taman. Ia tak menyangka ternyata bukan taman rumah yang di minta oleh kliennya untuk di dekor olehnya. Melainkan sebuah taman kafe dan resto. Sedangkan Suasana kafe saat ini masih terbilang cukup sepi, berhubung waktu masih sangat pagi.
Terlihat jelas beberapa karyawan tampak sibuk bersiap dan beberapa diantaranya sibuk membersihkan meja dan kursi kafe.
"Nona Sariel!"
Salah seorang lelaki dengan pakaian rapi dengan kemeja biru muda melekat di badannya. Perawakannya sedikit pendek dengan badan berisi. Wajahnya oval dengan sedikit jambang di sekitar dagunya. Rambutnya yang lurus dan sedikit panjang tampak bergerak tertiup angin. Berjalan menghampiri Sariel yang memperhatikannya dengan seksama. Lelaki itu tampak mengulurkan tangannya dan disambut oleh Sariel dengan segera.
"Perkenalkan. Saya adalah Irwin, manajer di kafe milik Tuan Salim."
Sariel mengangguk diiringi dengan seulas senyum manisnya. Lelaki yang cukup berumur didepannya ini terlihat sangat ramah.
"Bagaimana persiapannya, Nona? Apakah Nona bisa memulai pekerjaannya hari ini?"
Mata Sariel bergerak melirik kearah bawahannya yang terlihat sangat antusias. Inilah yang menjadi semangatnya bekerja bersama mereka. Mereka orang yang loyal dalam pekerjaan serta sangat menjunjung tinggi kepercayaan.
"Kami pasti siap, tuan Irwin. Tapi..."
"Ada apa?" tanya Irwin cepat dengan raut wajah sedikit khawatir.
"Saya rasa kalau Tuan Salim sudah salah dalam merekomendasikan saya disini. Saya bukan seorang desainer."
Irwin menggeleng cepat diiringi dengan senyum lebar khas lesung pipitnya.
"Saya yakin kalau Tuan Salim tidak pernah salah dalam merekomendasikan orang. Beliau adalah seorang pebisnis yang sangat handal dan cerdas. Tentu saja hal seperti sekarang ini adalah pilihan beliau berdasarkan hasil pengamatan beliau sendiri. Dan yakinlah kalau memang benar pekerjaan yang Nona lakukan benar-benar mampu membuat Tuan Salim mengaguminya."
"Terima kasih," sahut Sariel kembali percaya diri. Ia memang sering melakukan pekerjaan seperti sekarang ini, tetapi yang memintanya hanyalah orang biasa ataupun para pegawai pemerintah. Dan yang biasa di desainnya cuma taman kecil didepan ataupun dibelakang rumah.
"Baiklah. Saya akan membawa Nona untuk berkeliling sebentar sebelum Nona memulai semuanya."
Sariel mengangguk sambil mengikuti langkah Irwin yang terus menjelaskan taman seperti apa yang di inginkan oleh Tuannya serta beberapa bunga yang membuat Tuannya alergi. Dan beberapa jenis pohon dan bunga yang sangat disukai oleh Tuannya.
Setelah mendengar semua penjelasan tersebut, Sariel segera menghampiri para bawahannya. Ia langsung meminta para buruh yang ia bawa untuk mengerjakan semua perbaikan dan perubahan pada taman tersebut tanpa membuang-buang waktu. Ia bahkan mengganti beberapa pohon yang sudah tua yang dimaksud oleh Irwin tadi dengan pohon yang populer akhir-akhir ini. Dan tak lupa ia memberikan sebuah stek pohon kasturi yang cepat berbuah sebagai bonus untuk pemiliknya karena sudah memberikan pekerjaaan pada mereka semua.
Setelah agak siang, Sariel mengajak beberapa buruh kasarnya untuk beristirahat sejenak sekaligus menikmati makanan yang sudah disajikan oleh pemilik cafe dan resto tersebut.
Saat Sariel dan rombongan yang kesemuanya adalah lelaki berumur kisaran 35-40 tahun tersebut sedang beristirahat. Arya tampak melintas tidak jauh dari mereka. Lelaki paruh baya tersebut sedang bersama beberapa orang kliennya. Mereka tampak sedang berbincang hangat diiringi sesekali dengan tawa renyah.
Mereka sepertinya sedang mengobrol mengenai pekerjaan. Mungkin saat ini mereka sedang melakukan pertemuan bisnis. Sedangkan Sariel tidak sedikitpun memperhatikan semua itu, dia juga tidak m ngetahui keberadaan ayahnya.
Sariel terlihat sibuk melahap makanan yang ada didepannya, dibarengi dengan candaan garing bersama buruhnya.
"Bagaimana konsep taman baru ini menurutmu, Arya?" Salim menunjuk beberapa taman yang baru saja diubah oleh Sariel.
Saat ini mereka sedang melihat-lihat hasil pekerjaan Sariel yang sudah rampung. Dan pertemuan yang dilakukan oleh Arya pun juga sudah berakhir.
"Bagus sekali. Ini konsep taman pertama yang pernah aku lihat dan sangat berbeda dari konsep taman biasanya." Arya mengangguk. Ia cukup mengangumi konsep taman yang baru rilis tersebut menurutnya. Dan ini yang pertama di lihat olehnya dengan taman campuran antara pohon berbuah tropis dengan bunga musim panas.
"Boleh aku tahu siapa yang memberikan konsep ini padamu?"
Salim tertawa mendengarnya, ia tahu kalau Arya tidak hanya sekedar tertarik untuk melihatnya saja tetapi sahabatnya tersebut pasti juga ingin merekrut orang tersebut untuk bekerja di perusahaan miliknya. Bahkan Salim tahu kalau Arya juga pernah memintanya untuk mencari orang yang bisa mendesain dan mengubah taman restoran miliknya yang tempo lalu dilihatnya sedikit berantakan.
Terlihat jelas ketertarikan Arya dimatanya. Tak berhenti lelaki paruh baya tersebut berdecak kagum memperhatikan konsep tersebut. Tetapi ada satu hal yang mengganjal dipikirannya, Arya merasa cukup familiar dengan beberapa tanaman berbuah yang dipadu padankan tersebut. Ia seperti sering melihatnya.
Beberapa kali Arya mengingatnya, tetapi ia sama sekali tidak ingat dimana ia pernah melihat konsep seperti itu. Terlihat jelas kalau Arya sedang berpikir keras hingga menimbulkan beberapa kernyitan dan lipatan di dahi tuanya yang sudah berkeriput samar.
"Ada apa? Apakah ada yang terlihat tidak sesuai dimatamu?"
Arya menggeleng sambil melirik kearah sahabatnya. Ia berusaha untuk melupakan semua rasa penasarannya tersebut.
"Aku ingin bertemu dengan orang yang sudah mendesain taman ini. Dan juga kebun belakang milikmu tersebut. Aku cukup tertarik dengan pekerjaannya yang terbilang bagus dan rapi."
Salim terlihat sangat senang mendengar Arya yang juga sangat tertarik dengan pekerjaan Sariel yang sangat lama di kagumi oleh Salim. Salim kerap melihat Sariel yang bekerja di perkebunan miliknya sendiri yang kebetulan berada dijalan yang selalu dilaluinya menuju kearah jalan pulang. Ia hanya tidak tahu saja kalau Sariel adalah anak sahabatnya sendiri. Karena selama ini Sariel hidup di keluarga Arya sangatlah disembunyikan.
"Baiklah. Kebetulan dia juga sedang beristirahat disana!" tunjuk salim kearah Sariel dan para pekerjanya. Wanita itu tampak duduk membelakangi mereka.
Mata Arya bergerak kearah mereka. Alisnya tiba-tiba menukik, terlihat jelas rasa marah dan kesal di matanya. Ia mengepalkan tangannya kuat. Ternyata orang yang mendesain taman tersebut adalah anaknya sendiri. Pantas saja pengaturan tamannya terlihat sangat mirip dengan taman favilium yang ditempati oleh Sariel.
Dan lagi, walaupun cuma punggungnya yang terlihat, ia sudah hapal betul dengan tubuh anak tersebut. Bagaimanapun, ia tak ingin perasaannya tiba-tiba berubah menjadi sangat tidak nyaman. Ditambah dengan pakaian Sariel yang tampak kotor karena sudah berkubang dengan tanah, bunga, rumput, pohon ditambah dengan berjemur di bawah terik matahari. Sudah dapat ia pastikan bagaimana keadaan Sariel untuk saat ini.
Memang Arya akui kalau ia sangat terkejut setelah tahu faktanya mengenai Sariel. Bertambah kesal lagi saat menyadari kalau Sariel tak pernah puas dengan uang pemberiannya. Padahal jatah bulanan yang diberikannya tidak sekedar hanya cukup untuk sebulan tetapi ia lebihkan sedikit. Namun kenyataannya, wanita itu tetap bekerja diluar untuk mencari uang, seolah menyatakan kalau dirinya tak pernah diberi uang oleh keluarga Arya.
Lelaki paruh baya tersebut terlihat jelas sedang tersinggung dengan pekerjaan Sariel. Ia merasa Sariel sedang mencemooh dan meremehkan kekuasaannya. Bukannya ia merasa kasian melihat wanita muda tersebut, tetapi Arya justru terlihat sangat marah bercampur dengan rasa malu.
Langkahnya tampak urung, bergerak menyeka ujung pelipisnya yang berkeringat menggunakan sapu tangan yang terdapat di saku jas miliknya. Membuat Salim keheranan saat menyadari Arya yang tertinggal jauh dibelakangnya. Ia segera berpaling dan berjalan menuju kearah Arya yang terlihat tidak biasa.
"Ada apa? Apakah kamu sedang ada masalah?"
Arya terkejut, mengalihkan raut wajahnya dan menyembunyikan amarahnya. Sekuat tenaga ia meredam rasa benci dan marahnya melihat keberadaan Sariel bergelut dengan buruh kasar disana.
"Tidak ada. Sepertinya aku tidak perlu bertemu dengan anak itu," tunjuknya dengan dagunya. Ia melihat kearah jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya. "Aku sedang ada jadwal janji temu dengan Group Cy siang ini," timpalnya agak terburu.
Salim mengerutkan dahinya sebentar menatap Arya yang tampak tenang. Ia terkekeh setelahnya.
"Bagaimana kalau hanya sekedar menyapa gadis tersebut. Agar lain kali kamu tidak perlu lagi penasaran untuk melihatnya."
Arya menggeleng, matanya bergerak menatap Salim yang tidak tahu tentang keberadaan Sariel dikeluargannya.
"Lain kali saja. Aku benar-benar tidak bisa menemuinya untuk saat ini. Lain kali aku akan menghubungimu saja kalau aku menginginkan desainnya."
"Baiklah kalau begitu. Lain kali aku tidak hanya akan memperkenalkannya padamu tetapi juga akan membuatmu sangat menyukai gadis itu!" Tunjuknya terkekeh senang.
Arya mengangguk dan segera beranjak dari hadapan Salim yang menatap kepergiannya. Terlihat jelas dimata Salim kalau lelaki itu sedang ada masalah yang lain. Tetapi ia tak ingin memaksa agar Arya bercerita padanya. Mungkin suatu saat nanti sahabatnya tersebut akan membaginya pada Salim.
Langkahnya bergerak menghampiri Sariel yang sudah kembali bersiap untuk memulai pekerjaan mereka. Hanya sekedar menyapa dan bercakap sebentar.
***