Di tengah gelapnya malam yang dingin dan sunyi. Suara tangisan yang samar-samar terdengar dari arah halaman rumah Kanselir Leopold. Di bawah pohon oak yang berdaun rindang. Seorang perempuan berambut pendek bergelombang berwarna pirang yang mengenakan gaun malam berwarna biru gelap tengah menangis sambil memeluk sebuah album foto.
Suara tangisan tersebut membangunkan Elizabeth Malherbe dari tidurnya. Di sampingnya, sang suami tengah tertidur dengan begitu nyenyaknya. Elizabeth bangun dan bergerak secara perlahan. Dia mengambil segelas air putih hangat untuk mengatasi rasa hausnya.
"Suara tangisan ini selalu kudengar beberapa hari terakhir. Sepertinya Simone kembali menangis atas tragedi yang menimpanya. Sungguh berat memang, jika ditinggalkan oleh orang-orang yang disayangi, mulai dari orang tua, kekasih hingga anak tirinya. Semoga tragedi tersebut adalah yang terakhir baginya."
Elizabeth berjalan menuju ke arah jendela. Dari jendela kamarnya, Simone terlihat sedang duduk di bawah pohon oak yang daunnya rimbun. Posisi tubuhnya terlihat tengah duduk sambil memeluk sebuah barang.
Elizabeth segera berjalan dengan hati-hati agar tidak membangunkan Leopold. Dia berjalan sambil membawa sebuah jaket kulit berwarna hitam dan segera menghampiri Simone yang tengah menangis dalam keheningan. Dengan lembut dan penuh kasih sayang, Elizabeth memberikan jaket kulit berwarna hitam tersebut, dan menyelimuti Simone yang masih menangis dalam keheningan.
Simone begitu kaget akan kehadiran dari Elizabeth yang datang langsung memeluk dirinya.
"Liesbeth. Kenapa kau di sini? Kalau Leopold tahu, dia bisa marah," kata Simone dengan wajahnya yang memerah dan masih dibasahi oleh air mata.
"Aku hanya ingin menemaniku adik kecilku yang tengah kesepian, walaupun sebenarnya dunia ini ramai," kata Elizabeth dengan suaranya yang lembut. "Bagiku, tidak masalah kalau Leopold marah. Lagian ini masih di rumahnya."
"Kenapa kalian berdua ada di luar?!" tanya Charla yang tengah berjalan sambil memegang helm. Charla baru pulang dari pekerjaanya sebagai seorang Teknisi di sebuah perusahaan elektronik. "Kalau ayah tahu ibu keluar. Bisa-bisa aku dimarahi."
Simone segera menyeka air mata yang membasahi wajah cantiknya. "Baiklah, kita kembali ke dalam. Maafkan aku yang telah merepotkan kalian."
Ketiga perempuan itu memasuki rumah mereka dan mereka begitu terkejut dengan kehadiran sang kepala keluarga yang tengah duduk di kursi ruang tamu.
Charla terlihat takut melihat ekspresi serius ayahnya. Sementara Elizabeth hanya bersiul-siul pelan untuk mengalihkan, sedangkan Simone menunduk dengan wajahnya yang memerah.
"Aku baru pulang kerja dan begitu kaget melihat Ibu, dan Mommy di bawah pohon oak. Jadi aku segera menyuruh mereka untuk masuk," kata Charla dengan nada bicara yang terpatah-patah dan ekspresi wajah yang ketakutan.
Kanselir Leopold tersenyum jahil melihat ekspresi anak sulungnya yang terlihat ketakutan. "Padahal kau tidak perlu setakut itu. Mengingat aku bukanlah Puteri Juliana."
Charla sedikit malu melihat senyuman jahil ayahnya, mengingat baik dirinya maupun ayahnya memiliki ekspresi yang sama jika tersenyum jahil.
"Jangan khawatir, semuanya. aku tidak marah," kata Kanselir Leopold dengan suaranya yang tenang.
Charla segera memasuki kamar mandi dan membanting pintu kamar mandinya dengan keras.
Elizabeth terkekeh pelan melihat kelakuan Anak sulungnya, "Sepertinya dia kesal melihatmu yang menjahilinya."
"Dia seperti dirimu," balas Kanselir Leopold tersenyum menatap istrinya.
"Wajarhlah, aku kan ibunya."
Kanselir Leopold melirik sebuah album foto dengan kover yang berwarna pelangi yang tengah dipeluk oleh Simone. "Walaupun kau sedang bersedih. Tetapi kau seharusnya tidak di luar. Mengingat cuaca saat ini sedang tidak bagus. Kembalilah ke kamar dan beristirahatlah."
"Aku baik-baik saja," balas Simone dengan nada datar.
"Dasar Perempuan keras kepala!" kata Kanselir Leopold dalam hatinya.
Simone segera berjalan memasuki kamarnya dan dia langsung merebahkan tubuhnya di atas kasur empuk. Mata birunya menatap datar langit-langit kamarnya, dan perlahan dia tenggelam ke alam mimpi.
.
.
Simone terlihat begitu gelisah. Tubuhnya dipenuhi dengan keringat, suhu tubuhnya naik, dan bayang-bayang masa lalunya yang kelam kembali menghantuinya. Simone terbangun secara tiba-tiba dengan nafas yang sesak dan terburu-buru.
Suara tangisan bayi terdengar begitu ramai. Ketika Simone membuka matanya, dia merasakan tubuhnya yang panas, kepalanya yang pusing, dan ada selang infus yang terhubung pada tangan kanannya. Simone yang begitu penasaran segera beranjak meninggalkan kasur, namun karena badannya lemas. Simone berdiri memegang tiang selang infus dan berjalan untuk membuka pintu kamarnya.
Di ruang tengah suasana begitu ramai. Dengan banyaknya orang yang hadir. Ada Kanselir Leopold, Elizabeth, Charla, Charlemagne, Athena, Stadtholder Nikolaus, Puteri Juliana, beserta anak-anak mereka, Puteri Charlotte, dan suaminya (Laksamana Madya Lodewijk Wilhelm Batavus Andreas Vollenhoven), beserta anak-anak mereka, Marsekal Madya Karl Ludwig, Puteri Adelheid, beserta kedua bayi mereka, dan dua Pengasuh Jawa mereka.
"Ada apa?" tanya Simone yang hanya mengenakan pakaian tidur berwara putih dengan garis vertikal berwarna hitam.
Athena segera memeluk ibu kandungnya dengan erat. Ekspresi wajahnya terlihat begitu bahagia dan senang, "Akhirnya aku telah menjadi seorang kakak."
Simone tersenyum tipis dan memeluk tubuh anaknya, "Aku senang mendengarnya. Semoga kau bisa menjadi kakak yang baik bagi keempat adikmu, anakku."
Charla menghampiri ibu tirinya yang terlihat lemas. "Mommy, lebih baik istirahat dulu. Mengingat Mommy sedang demam dan tidak sadarkan diri selama dua hari."
"Bagaimana kabar Elizabeth?" tanya Simone yang terlihat cemas, dengan penglihatannya yang sedikit buram.
"Dia baik-baik saja," jawab Charla sambil menunjuk ibunya yang tengah menggendong seorang bayi perempuan. "Lebih baik Mommy istirahat saja, mengingat Mommy sedang sakit. Untungnya saja ibu lahir dengan selamat."
Charla dan Athena memapah tubuh Simone ke arah kasurnya.
Elizabeth berjalan menghampiri Simone sambil menggendong salah satu bayinya. Dia duduk di sisi kasur.
"Kapan kau lahirnya?" tanya Simone terbaring di kasurnya pada Elizabeth.
"Dua hari yang lalu," jawab Elizabeth. "Setelah malam itu. Pagi harinya kau tidak sadarkan diri, sehingga Athena dan Charla merawatmu. Mereka berempat lahir jam sembilan pagi."
Simone tersenyum lebar mendengarnya.
Elizabeth menyerahkan bayinya kepada Simone untuk dipeluk. Walaupun Simone sedang sakit. Namun dia berusaha untuk bersikap normal dan mengerahkan seluruh tenaga yang ada untuk memeluk anak tirinya.
"Kau memiliki penampilan yang bagus seperti ibumu, Louis. Mommy juga senang mendengar kabar kelahiranmu." Simone membelai lembut bayi yang bernama Louis.
"Melihatmu lahir dengan selamat, membuatku akan sembuh dengan cepat," kata Simone tersenyum manis menatap Elizabeth.
Elizabeth bersuara pelan, "Sepertinya kau terlalu larut dalam kesedihan, hingga jatuh sakit. Sekarang kau tidak perlu bersedih lagi, mengingat anakku adalah anakmu juga. Maka dari itu, nanti rawatlah Louis layaknya anakmu sendiri."
Beberapa Pemimpin Negara Sahabat memberikan ucapan kepada Kanselir Leopold dan Elizabeth Malherbe atas kelahiran putranya. Ucapan tersebut disampaikan melalui akun FB, IG, Tweetr, dan VK, para Presiden, Raja/Ratu, dan Perdana Menteri, di mana mereka mengupload foto pernikahan Kanselir Leopold dan Elizabeth Malherbe. Para Pemimpin negara bagian dari negara-negara yang terhimpun dalam Federasi Prussia, dan para Publik Figur dunia juga turut mengucapkan selamat kepada Kanselir Leopold, dan Elizabeth Malherbe atas kelahiran putranya.