webnovel

Swords Of Resistance: Endless War [Indonesia]

Sebuah kisah fantasi di Alam Semesta paralel tentang pertarungan politik dari para Raja dan Penguasa. Dimulai dari peperangan, intrik politik, hingga drama kehidupan. Cerita ini hanya fiksi belaka. Kesamaan nama tokoh, tempat, kejadian, dan sebagainya hanyalah kebetulan dan atau terinspirasi dari hal-hal tersebut.

VLADSYARIF · Fantaisie
Pas assez d’évaluations
99 Chs

Bab 33, Krisis Di Tajikistan, Part 3

Sebuah ledakan yang begitu besar terdengar dari arah selatan, tepatnya wilayah Kota Yovon yang dikuasai oleh kelompok pemberontak.

Ledakan tersebut mengagetkan Maximilian, Albert, dan beberapa orang yang berada di garis depan pertempuran Kota Yovon.

Suara tembakan dan ledakan terdengar jelas dari wilayah yang dikuasai oleh pemberontak. Albert mengambil teropongnya dan dia tengah melihat bahwa Tentara pemberontak terlihat sedang saling membunuh satu sama lain.

"Apa yang terjadi?" tanya Albert. "Bukankah kita sedang gencatan senjata."

"Pihak musuh sedang terlibat perang sipil mereka, antara kelompok Free Tajikistan dengan Jamiati Islami. Sepertinya cepat atau lambat kita akan berhadapan dengan Jamiati Islami, dan Free Tajikistan yang kita musuhi akan menjadi sekutu kita," jelas Maximilian.

Seorang milisi dari fraksi Free Tajikistan berlari menuju ke arah Tank T-90MS di mana Maximilian dan rekan-rekannya tengah berada.

"Tolong kami!" teriak orang itu, tetapi tubuh jauth seketika ketika sebuah timah panas menembus dadanya.

"Semuanya, siap dalam posisi," kata Maximilian yang memasuki tanknya diikuti dengan Roman dan Sobczak. Ludwig Albert Wilhelm von Nassau-Dietz bersiap dengan senapan seniper WKW Wilk miliknya dan berjalan memasuki sebuah gedung.

.

.

Kuda itu berhenti di air mancur Kota Obikiik. Wilhelm dan Monica turun dari kuda berwarna hitam tersebut.

"Aku sudah tahu apa yang tengah terjadi. Free Tajikistan sedang terlibat perang melawan Jamiati Islami," kata seorang Perwira dari Rossiya sambil menghisap cerutunya.

"Barusan kami melihat beberapa anggota fraksi Free Tajikistan dieksekusi oleh Jamiati Islami dan akhirnya aku membunuh milisi Jamiati Islami," jelas Monica.

"Situasi semakin rumit dan seandainya Koalisi Politik Free Tajikistan tidak angkat senjata dan meminta bantuan Inggris Raya, Amerika Utara, dan Monarki-monarki Arab, maka hal ini bisa selesai dengan cepat," jelas Brigadir Jenderal Iosif Georgiy Arnov. "Terlebih Jamiati Islami ingin menyatukan seluruh orang-orang Tajikistan dan mendirikan Negara Islam Tajikistan Raya yang meliputi Tajikistan dan utara Afghanistan." Brigadir Jenderal Georgiy mengambil walkie-talkienya dan menghubungi seluruh Tentaranya, "Semuanya, bersiaplah untuk pertempuran selanjut, dan jangan kendorkan pertahanan kalian."

.

.

Tank T-90MS itu melaju dengan cepat memasuki wilayah musuh.

Tentara Free Tajikistan di Kota Yovon pimpinan Kolonel Pendar segera menyatakan bahwa mereka setuju untuk kembali ke pangkuan Tanah Air Rossiya. Sang Kolonel meminta bantuan Pasukan Aliansi untuk memerangi Jamiati Islami dan Pasukan Aliansi di Kota Yovon segera merespon permintaan Kolonel Pendar untuk membersihkan Jamiati Islami.

"Padahal beberapa jam yang lalu kita saling membunuh dengan mereka, sekarang dengan cepatnya mereka memihak kita. Pertempuran ini penuh dengan hal-hal yang tidak terduga," ujar Roman.

Tank T-90MS tersebut menembak Tank T-72 milik Jamiati Islami yang terlihat dari sebuah sudut jalan.

"Kerja bagus Roman dan Sobczak. Terus maju, biarkan listrikku melumpuhkan mereka." Maximilian membuka katup tanknya dan dia menjentikkan kedua jarinya. Sebuah kilatan petir berwarna hitam menyambar musuh-musuh yang ada di depannya dan kilatan petir itu membunuh belasan milisi Jamiati Islami sehingga badan mereka hangus terpanggang.

Sobczak terkekeh melihat musuh-musuhnya yang hangus terpanggang, "Kau memang luar biasa, Kapten."

Suara guncangan seperti telapak kaki raksasa terdengar begitu keras dan guncangannya bagaikan langkah kaki para titan. Dari arah selatan, seekor monster seperti badak dengan kulit yang sangat tebal, cula yang sangat tinggi tengah berlari dengan cepat.

Roman terlihat panik akan suara guncangan yang tengah terjadi, "Suara apa ini?"

"Ini suara karkadann," balas Maximilian yang tengah menyerang karkadann dengan kilatan petir dan apinya, tetapi monster berbentuk seperti badak tersebut masih bergerak maju dan menerjang apa saja di hadapannya. "Ayo cepat keluar."

Mereka bertiga dengan membawa AK-47 mereka segera keluar dari tank tersebut dan berlari menuju ke sebuah tempat yang aman. Karkadann segera menabrak tank tersebut hingga hancur lebur.

"Sekarang kita benar-benar berada di dalam wilayah musuh," ujar Sobczak.

"Jangan khawatir, kita semua akan kembali dalam keadaan hidup. Teruslah berjuang dan melawan," balas Maximilian. "Ayo ke sana," ajak Maximilian menunjuk sebuah rumah kosong di persimpangan jalan.

Maximilian dan kedua rekannya berlari menuju ke sebuah rumah, namun Roman terjatuh ketika sebuah peluru menembus pundaknya. Sniper Jamiati Islami yang bersembunyi di sebuah bangunan telah menjatuhkan Roman. Maximilian menjentikkan jarinya sehingga keluarlah api berwarna biru gelap yang membentuk dinding api.

Sobczak membopong tubuh rekannya yang jatuh akibat ditembak oleh sniper musuh. "Apa kau baik-baik saja, Roman?" tanyanya.

"Aku baik-baik saja," balasnya menahan rasa sakit yang tidak tertahankan.

Mereka bertiga lalu memasuki rumah tersebut dan membuka pintunya dengan kekuatan sihir Maximilian.

Sobczak merebahkan tubuh rekannya di atas sebuah kasur, sedangkan Maximilian tengah menggeledah isi rumah untuk mencari logistik yang tersisa. Dia hanya menemukan beberapa roti yang masih bagus dan buah-buahan yang masih bisa dimakan.

Sobczak langsung mencari kain untuk menutup pendarahan yang tengah Roman alami.

"Aku menemukan roti dan buah-buahan. Kalian berdua makanlah. Sebelum itu, aku akan mencabut peluru yang bersarang di pundakmu, Roman." Maximilian menghampiri Roman dan dia langsung mencabut peluru yang bersarang pada pundak bagian kanannya. Darah mengalir dengan deras dari luka yang berlubang itu dan Roman berteriak kesakitan. Maximilian mengeluarkan api dari tangan kanannya dan segera menutup luka pada pundak Roman dengan kekuatan elemen api yang dia kuasai.

Pendarahan pada tubuh Roman telah berakhir dan lukanya terlihat membaik. Roman sudah tidak mengeluh sakit kembali setelah Maximilian memberinya sebuah obat penenang.

Maximilian menempelkan tangan kirinya ke bekas luka pada pundak Roman dan mengalirkan mana-nya untuk mempercepat proses penyembuhan.

"Dengan begini kau akan cepat sembuh," ujar Maximilian.

"Terima kasih, Kapten Maximilian," balas Roman dengan nada lirih.

Sobczak yang tengah mencari beberapa benda, menemukan sebotol vodka di rumah tersebut. "Aku menemukan vodka," katanya dengan ekspresi senang.

"Aku tidak minum alkohol," kata Maximilian.

"Baiklah, kami akan menghabiskan vodka ini," kata pemuda dari etnis Polandia tersebut.

"Makan dan minum secukupnya. Kita harus bertahan dengan persediaan yang ada," kata Maximilian.

"Baik, Kapten," kata mereka berdua.

Mereka bertiga lalu memulihkan energi mereka dengan mengkonsumsi roti, buah-buahan, dan air yang mereka temukan di rumah berukuran cukup besar tersebut.

Karkadann itu terus bergerak maju dan menghancurkan apa saja yang ada di hadapannya. Albert yang tengah menjatuhkan musuh-musuhnya segera turun dari bangunan tempat di mana dia tengah bersembunyi sebelum bangunan itu dihancurkan oleh karkadann.

Albert telah keluar dari bangunan tersebut dan karkadann itu datang menghampirinya. Dia berlari dan melompat ke arah culanya lalu duduk di atas kepalanya. Albert menarik kedua belatinya dan mengalirinya dengan kekuatan elemen listrik dan menusuk kedua belati tersebut tepat ke arah kedua mata karkadann dan tubuh yang berkulit keras itu meledak.

Tubuh Albert terpental namun dia mendarat di atas sebuah bangunan, dia segera tiarap sebelum seorang sniper musuh membunuhnya.

"Hampir saja aku mati," ujar Albert yang masih dalam posisi tiarap. Dia merayap perlahan menuju ke balik sisi bangunan untuk membunuh sniper musuh yang ada di seberang. Dia menarik senapan rifle WKW Wilk di punggungnya dan menodongkan ke arah tenggara, di mana musuhnya berada.

Albert mengangkat sebuah cermin dengan tangan kanannya dan memantulkan cahaya tersebut ke arah sebuah gedung yang ada di sebelah tenggara. Ketika musuhnya merasa silau akibat pantulan cahaya tersebut, Albert segera menarik pelatuknya dengan telunjuk tangan kirinya dan peluru itu membunuh musuhnya.

"Sekarang sudah aman." Albert meninggalkan posisinya.

Belasan orang bersorban hitam yang merupakan milisi Jamiat Islami berjalan menuju ke sebuah rumah berukuran cukup besar di mana Maximilian dan kedua rekannya sedang bersembunyi.

"Hei keluarlah kalian semua orang-orang kafir pengecut! Menyerahlah, maka nyawa kalian akan kami ampuni!" seru salah seorang di antara mereka.

"Jangan pedulikan mereka. Tembak secara acak, Sobczak," kata Maximilian via telepati. Sobczak berdiri di atas atap rumah tersebut dan menembaki belasan musuhnya. Serangan kejutannya itu membunuh sekitar tiga orang dan melukai empat orang.

"Ini adalah jawaban dari kami yang merupakan sekumpulan orang kafir!" balas Sobczak.

Mereka menembaki rumah tersebut dan Sobczak segera turun dari atap rumah tersebut. Mereka mengepung rumah tersebut dan menembakinya.

Baku tembak terjadi dengan sengitnya. Peluru-peluru itu melubangi dinding rumah yang berarsitektur cukup bagus tersebut. Para milisi itu mencoba mendekati pintu rumah, tetapi mereka berjatuhan ketika berondongan peluru dari dalam rumah tersebut menembus tubuh mereka.

Belasan milisi itu telah tewas dan mereka bertiga segera keluar dari dalam rumah tersebut dan memunguti senjata dan amunisi musuh yang masih tersisa.

"Pungutlah senjata sebanyak-banyaknya selagi musuh belum datang," kata Maximilian.

Mereka mengangkut sembilan belas pucuk AK-47 beserta puluhan magazinenya yang mereka sita.

"Kita harus bertahan demi rekan-rekan kita. Percayalah saudara-saudaraku, mereka akan menolong kita," ujar Maximilian dengan penuh optimisme.

.

.

Dari arah dua ratus meter ke selatan, suara berondongan peluru dan ledakan terdengar jelas di telinganya. Melihat sebuah sepeda BMX tergeletak, Albert segera mengambil sepeda tersebut, dan mengayuhnya menuju ke tempat Maximilian berada.

"Tak ada Kuda, BMX-pun jadi."

Albert mengumpulkan mana-nya di tangan kanannya. Dia mengarahkan tangan kanannya ke depan dan melepaskan kekuatan kilatan petirnya. Serangan kilatan listriknya menghanguskan musuh-musuhnya yang bersembunyi.

"Apakah kalian mendegar suara kilatan petir?" tanya Roman.

"Itu Albert dan dia sedang mengayuh sepedanya ke sini," jawab Maximilian yang tengah mengisi amunisi AK-47nya. "Setidaknya dengan begini akan semakin ramai."

Banyak mayat bergeletakan di mana-mana dan Albert pun terus mengayuh sepedanya hingga dia berhenti di sebuah rumah di mana Maximilian dan kedua rekannya tengah bersembunyi.

"Apakah kalian baik-baik saja?" teriaknya menanyakan kabar ketiga rekannya yang sedang bersembunyi di dalam sebuah rumah.

Maximilian membuka pintu rumah tersebut, "Kami baik-baik saja. Silahkan masuk, kawan."

Albert meninggalkan sepedanya dan berjalan memasuki rumah yang dijadikan persembunyian oleh Maximilian.

"Sepertinya kondisi kalian sedang tidak bagus setelah kehilangan tank kalian," ujar Albert sedikit terkekeh. "Tapi jangan khawatir, Tentara Koalisi sedang bergerak menuju ke sini."

"Bagaimanapun juga kami di sini menunggu kedatangan kalian, walaupun kami sempat terlibat kontak senjata. Ini benar-benar mendebarkan," ungkap Maximilian menunjukkan rasa tegangnya.

"Aku rasa adalah hal wajar jika kita mengalami hal-hal yang tegang demikian," balas Albert.

Suara puluhan langkah kaki dan mesin-mesin tank dan IFV terdengar dari luar rumah tersebut. Mereka berempat keluar dari rumah tersebut untuk bertemu dengan kawan-kawan mereka.

[IFV merupakan kepanjangan dari Infantry Fighting Vehicle.]

"Apakah kalian baik-baik saja?" tanya Kolonel Ingo Schwerenski, seorang Kolonel dengan tatapan mata yang sayu namun tajam.

"Kami baik-baik saja Kolonel," balas Maximilian. "Namun rekanku butuh perawatan lebih maksimal."

"Aku baik-baik saja, Maximilian," sangkal Roman.

"Sudahlah, kau pulihkan dirimu hingga benar-benar merasa sehat. Pemulihan sangat penting untuk meraih kemenangan," balas Kolonel Prussia keturunan Jerman-Polandia tersebut.

Roman berjalan menuju ke mobil ambulan untuk mendapatkan perawatan maksimal guna memulihkan kesehatannya.

"Bagaimana kondisi pertempuran Kolonel Ingo?" tanya Maximilian.

"Dengan bantuan dari fraksi Free Tajikistan, kita berhasil menguasai setengah Kota ini. Saat ini kita sedang berusaha mendesak Jamiati Islami," jawab Kolonel Ingo.

Maximilian segera menarik Pedangnya setelah mendengar jawaban dari Kolonel Ingo.

"Bebaskan setiap inci Kota Yovon dan bersihkan Kota ini dari Jamiati Islami!" perintah Kolonel Ingo disambut dengan teriakan suka cita. Mereka segera bergerak maju untuk menumpas Jamiati Islami. Mortar-mortar mereka tembakkan untuk menghancurkan beberapa titik yang merupakan titik pertahanan dari musuh.

Maximilian segera berlari dengan cepat berada di garis depan. Dia menjentikkan kedua jarinya dan dengan seketika kobaran api berwarna hitam segera membakar musuh-musuhnya hingga terbakar menjadi abu.

Maximilian terlihat sangat bersemangat dan ingin menunjukkan kekuatannya yang sebenarnya. Sebagai Anak pertama dari Stadtholder Nikolaus dan Puteri Juliana, Maximilian mewariskan kekuatan elemen api, tanah, dan magma dari ayahnya dan kecerdasan dari ibunya maupun ayahnya.

Maximilian menempelkan kedua telapak tangannya ke tanah dan mengeluarkan sebuah lingkaran sihir dengan simbol-simbol yang aneh. Dari lingkaran sihir tersebut, menjalarlah sebuah garis tidak teratur berwarna merah menuju ke sebuah bangunan berjarak dua ratus meter di hadapannya. Ketika garis tak beraturan tersebut menyentuh bangunan tersebut, bangunan itu segera runtuh dan para milisi Jamiati Islami yang ada di dalamnya tewas tertimbun reruntuhan bangunan tersebut. Maximilian ingin menggunakan kekuatannya secara penuh dalam krisis di Tajikistan ini, mengingat musuh yang dia hadapi dalam konflik ini cukup merepotkan.

Puing-puing bangunan, bebatuan, dan kerikil melayang ke angkasa ketika Maximilian mengarahkan tangan kanannya menuju ke arah selatan, benda-benda yang melayang tersebut segera meluncur dalam wujud magma-nya untuk menghujani Tentara musuh.

Batu-batu cair yang panas membara segera menghujani pusat Kota Yovon yang dikuasai oleh Jamiati Islami. Mereka berlarian untuk menghindari hujan batu cair, tetapi tubuh mereka terbakar, dan melebur oleh batu-batu cair yang menghujani mereka. Teriakan dan jeritan kesakitan dari para milisi Jamiati Islami terdengar begitu memekakan telinga. Mereka yang tidak terkena hujan batu cair merasakan efek panasnya serta terdiam ketakutan melihat teman-temannya yang mati tersiksa.

Maximilian terbang dengan kilatan petir berwarna merah darah yang melapisi tubuhnya memasuki pusat Kota Yovon. Pedangnya menjatuhkan para musuh yang masih tersisa dan kobaran api yang dia tembakkan membakar seluruh musuh-musuhnya. Dia berjalan menuju ke jasad salah satu musuhnya untuk mencari sebuah ponsel. Maximilian mengambil ponsel dari jasad musuhnya dan menghubungi Kolonel Ingo.

"Clear," pesan suara singkat itu dia kirimkan ke Kolonel Ingo dan Maximilian menghancurkan ponsel tersebut.

Setelah sembilan belas menit pertempuran, para milisi Jamiati Islami yang masih tersisa menjatuhkan senjata mereka. Kota Yovon kini telah dibebaskan dari musuh.

Tentara Koalisi menutupi kepala milisi Jamiati Islami yang menyerah dengan kain. Tangan para milisi diborgol dengan borgol plastik dan diangkut ke dalam truk-truk untuk dibawa menuju ke wilayah yang dikuasai oleh Pemerintah.

"Perburuan tikus hari ini cukup melelahkan juga, yah," ungkap Maximilian merebahkan tubuhnya di atas sebuah tank.

"Ini untuk mengisi tenaga," tawar Roman memberikan sebotol minuman segar.

"Terima kasih, Roman." Maximilian segera menerima minuman segar tersebut dan meminumnya untuk melepas dahaga.

Albert menghampiri Maximilian yang tengah merebahkan tubuhnya di atas sebuah BMP, "Kau benar-benar sedang mengamuk. Tapi amukanmu itu telah mengubah alur peperangan ini dengan sangat cepat."

"Aku hanya sedang beruntung saja. Tidak lebih dan tidak kurang," balas Maximilian.