webnovel

Swords Of Resistance: Endless War [Indonesia]

Sebuah kisah fantasi di Alam Semesta paralel tentang pertarungan politik dari para Raja dan Penguasa. Dimulai dari peperangan, intrik politik, hingga drama kehidupan. Cerita ini hanya fiksi belaka. Kesamaan nama tokoh, tempat, kejadian, dan sebagainya hanyalah kebetulan dan atau terinspirasi dari hal-hal tersebut.

VLADSYARIF · Fantaisie
Pas assez d’évaluations
99 Chs

Bab 21, Stasi vs Tiamat

Tiga orang pemuda tengah dirawat di dalam sel mereka yang dipisah dalam blok yang berbeda dan tengah bersama dengan masing-masing seorang Petugas berbadan kekar dari Kepolisian Swabia.

"Constantine Karcsi. Ibumu adalah Orang Magyar dan Ayahmu adalah Orang Jerman dari Helvatic. Apakah aku salah?"

"Kau benar, memang apa salahnya jika terlahir sebagai seorang Magyar. Aku merasa bangga terlahir sebagai Orang Jerman dan Magyar, yang artinya aku memiliki dua identitas. Aku adalah perisai, pedang, dan panah," ungkap Karcsi dengan bangganya.

"Kalau begitu, apa yang membuatmu menjadi anggota Neo-Nazi?" tanya Lelaki berbadan kekar dan berkacamata bulat itu.

"Aku ingin membangkitkan kembali Jerman dan membersihkan tanah Bangsa Arya dari manusia rendahan. Harusnya kalian bersama kami berjuang untuk membangkitkan Kekaisaran."

"Sayangnya kami telah sadar dan orang seperti kalian hanya akan membawa kehancuran Bangsa Jerman," jelas Paul Gustav. "Kau tidak perlu menjadi Nazi untuk membangkitkan Jerman dan Nazi hanyalah bagian dari masa lalu kita yang kelam."

"Kekaisaran Ketiga adalah puncak kejayaan! Kita bahkan menjadi Bangsa yang besar hanya dalam waktu singkat. Sudah saatnya kita bangkit kembali!"

"Aku tahu dan sama sepertimu, mengingat aku adalah seorang mantan anggota Kelompok neo-nazi. Namun, akhirnya aku sadar akan kesalahanku. Masih ada waktu untuk kembali ke jalan yang benar," ujar Paul Gustav. "Kasihanilah kedua Orang Tuamu. Kalau kau terlibat kelompok itu, maka mereka akan dikucilkan, dan akan mati karena stres yang berlebihan. Tinggalkanlah mereka dan jadilah Orang normal."

Pemuda itu hanya terdiam mendengarkan perkataan Paul Gustav.

Paul memegang kepala Karsci dan menghantamkan kepalanya ke tembok dengan sangat keras. "Katakan siapa pemimpin kalian jika kalian tidak ingin mati di usia muda! Cepat katakan semua yang kalian ketahui!"

"Pemimpin kami adalah Drachen Thomas Wilhelm dan pelaku pembomam itu adalah Tobias Rathjen," jawabnya dengan nada ketakutan.

"Bagus, kau telah melakukan yang terbaik."

Paul Gustav keluar dari sel tersebut, sedangkan Karcsi sangat ketakutan dan segera menutup dirinya dengan selimut.

"Bagaimana hasilnya?" tanya salah seorang rekan perempuannya ketika Paul Gustav memasuki sebuah ruangan.

"Dia mengatakan bahwa pemimpin mereka adalah Drachen Thomas Wilhelm, dan Tobias Rathjen adalah dalang aksi teror tersebut," jawabnya. "Bagaimana dengan kalian berdua?" tanyanya balik.

"Sepertinya kita memiliki jawaban yang sama dan Drachen Thomas Wilhelm merupakan mantan Tentara yang bermasalah yang terjun ke bisnis prostitusi. Sedangkan Tobias Rathjen, dia pernah terlibat kasus pembunuhan, dan pemerkosaan terhadap beberapa Perempuan Non-Jerman," jawab Perempuan berambut pirang panjang bergelombang itu.

"Rata-rata anggota kelompok Neo-Nazi merupakan para pemuda atau orang yang bermasalah dan aku sempat menjadi bagian dari mereka sebelum akhirnya aku tersadar," ungkap Paul Gustav.

"Pihak Prussia melalui Duta Besar Ludwig Dragomir Petrovic von Hohenzollern-Hechingen telah menghubungi Presiden Volker Bouffier. Mereka ingin bekerjasama dengan kita dalam memerangi kelompok Neo-Nazi di Wilayah Swabia," kata seorang Lelaki berambut hitam dan bermata biru.

"Bagaimana dengan tanggapan dari Presiden Volker Bouffier?" tanya Adelheid Wilma.

"Aku masih belum mendapatkan kabar," jawab Edward Kissinger.

.

.

"Selamat datang, Tuan Ludwig Dragomir," sambut Helge Braun, seorang Lelaki berbadan tambun yang merupakan Menteri Urusan Spesial Republik Swabia sekaligus Kepala dari Dinas Intelijen Swabia, Swabianachrichtendienst yang disingkat SND.

"Terima kasih atas sambutan hangatmu, Menteri Braun," balas Lelaki berbadan langsing yang merupakan adik sepupu dekat dari Stadtholder Alexander Friedrich Wilhelm Viktor Nikolaus Romanov von Hohenzollern.

Mereka berdua telah bersahabat sejak kuliah di Universitas Giessen itu berjalan memasuki ruangan pribadi dari Menteri Helge Braun.

"Silahkan, masuk."

"Terima kasih atas keramahanmu," kata Ludwig Dragomir, Duta Besar Prussia untuk Swabia.

Mereka berdua duduk di kursi tamu, dilihat dari ekspresi wajahnya, sepertinya akan membahas hal yang sangat serius.

"Sebelumnya, aku turut berbela sungkawa atas aksi teror di Kota Esslingen am Neckar, sebuah Kota di mana kita dan rekan-rekan universitas memiliki memori yang indah di Kota tersebut. Aku percaya kalian akan bangkit dengan cepat dan masalah Neo-Nazi serta Radikalisme adalah masalah yang sangat penting yang merupakan penyakit bagi kita," jelas Ludwig Dragomir. "Kelompok Neo-Nazi ini, selain menyakiti kalian, juga berbuat masalah di Prussia. Maka dari itu kami ingin mengadakan operasi gabungan di Swabia untuk memberantas mereka."

Mendengar kalimat yang diucapkan Ludwig Dragomir membuat Menteri Braun sedikit kaget. Dia berusaha untuk tetap tenang.

"Terima kasih atas tawaran dan kebaikanmu, Tuan Ludwig Dragomir," ungkap Menteri Braun. "Namun, ini adalah wilayah kami dan kami tidak ingin ada pihak asing ikut campur dalam masalah ini."

"Bagaimana jika kerjasama intelijen? Mengingat kami telah mengantongi nama beberapa orang yang merupakan tokoh penting kelompok neo-nazi di wilayah Swabia," tawar Ludwig Dragomir.

"Kalau begitu, kami setuju. Berikan data mereka dan biarkan kami yang mengeksekusi. Ini adalah masalah internal kami," tegas Braun.

"Kau memang orang yang tegas. Adalah hal yang wajar jika kau diangkat menjadi seorang Menteri," puji Ludwig Dragomir.

"Kau selalu berlebihan dalam memuji seseorang demi kepentingan, eman," ungkap Menteri Braun tertawa garing.

"Aku memuji jika dia pantas dipuji. Itu saja."

Ludwig Dragomir memberikan sebuah dokumen kepada Braun tentang Orang-orang yang merupakan tokoh penting dalam kelompok neo-nazi di Wilayah Swabia.

"Terima kasih, sahabat," kata Menteri Braun.

.

.

Lucia Tischler tengah mempersiapkan perlengkapan tempurnya, mulai dari pistol MP-443, sebilah pisau jagdkommando, dan beberapa magazine.

Sebuah misi telah diterima oleh Lucia Tischler dan misi itu adalah membunuh Drachen Thomas Wilhelm, yang merupakan Pemimpin dari kelompok Neo-Nazi di wilayah Swabia.

Mengenakan topi berwarna hitam, sepatu kulit yang gagah, celana jeans pendek berwarna hitam, dan kaos lengan pendek berwarna gelap, Lucia Tischler memasuki sebuah kawasan prostitusi di Kota Stuttgart, Ibu Kota dari Republik Swabia.

Selain merupakan pusat pemerintahan dan ekonomi di Swabia, Stuttgart memiliki sisi lainnya yang kelam, yaitu Red Light District, sebuah distrik yang kanan dan kirinya dipenuhi dengan rumah prostitusi.

Para kupu-kupu malam mengobral tubuh mereka di ruangan kaca, seperti halnya para mannequin yang biasa dipajang di toko pakaian.

Mereka berhubungan dengan siapa saja, tak peduli dengan berbeda kelamin atau sesama jenis, bahkan dalam hubungan yang melibatkan banyak Orang. Selama ada uang, maka kau bisa menikmati tubuh mereka sepuas-puasnya.

Stuttgart merupakan Kota di mana Lucia Tischler menjalankan operasinya sebagai anggota Stasi, sekaligus mahasiswa yang kuliah di Universitas Stuttgart Jurusan Geologi. Tidak ada hal yang nikmat selain Kuliah sambil bekerja sekaligus membela Negara.

Lucia Tischler memasuki salah satu rumah bordil yang dikelola secara langsung oleh Drachen Thomas dan dia disambut oleh para kupu-kupu malam yang dilihat dari postur wajah mereka, berasal dari wilayah Balkan (Eropa Tenggara).

"Kalau kau mau ikut pesta telanjang, aku harap lucuti semua pakaianmu," kata salah seorang Penjaga.

"Kalau begitu aku tidak jadi. Aku sedikit malu jika harus berhubungan dengan telanjang bulat, karena tubuhku penuh bekas luka," kata Lucia Tischler sedikit bohong.

Lucia Tischler segera berbalik dan keluar dari rumah bordil tersebut.

"Masih ada jalan untuk membunuh Drachen Thomas," pikir Lucia Tischler sambil menatap rumah bordil bertingkat tiga tersebut.

Malam ini tengah ada sebuah pesta, di mana orang-orang bertelanjang bulat untuk melampiaskan segala hasrat mereka.

Musik-musik yang enerjik memacu adrenalin terdengar begitu kerasnya. Semua orang berdansa sekaligus berhubungan untuk melampiaskan hasrat mereka, tidak peduli tua ataupun muda, normal atau lesbian ataupun bisexual. Semua mereka lampiaskan di tempat di mana kau bebas melampiaskan segala hasratmu yang liar.

Lucia Tischler berjalan ke sebuah tempat yang tidak tersinari cahaya, dia mengenakan masker, dan kacamata yang berwarna hitam, dan segera berlari menaiki rumah bordil tersebut. Meskipun ada banyak aura yang gelap. Namun Lucia Tischler bisa merasakan kehadiran dari Drachen Thomas yang tengah berpesta dengan para haremnya.

Drachen Thomas tengah menggilir mereka satu per satu di atas ranjangnya. "Dari rahim kalian akan melahirkan ras Arya yang unggul. Jadilah ibu bagi anak-anakku yang akan menjadi penerus dari Kekaisaran Ketiga."

Lucia Tischler melompat memasuki sebuah ruangan di lantai ketiga, di mana Drachen Thomas tengah berhubungan dengan para haremnya.

Lucia Tischler segera menembaki para perempuan yang habis dihubungi oleh Drachen Thomas.

"Sekarang hanya ada aku dan kau," ucap Lucia Tischler dengan nada dingin berjalan perlahan menghampiri musuhnya.

"Oh, tidak. Pelacur kesayanganku dan calon anak-anakku," ungkap Drachen Thomas dengan ekspresi sedihnya. Ekspresi wajahnya segera berubah menjadi ekspresi penuh amarah dengan tatapan mata yang sangat tajam. "Baiklah, kau yang akan menjadi wadah bagi Anak-anakku yang akan meneruskan Kekaisaran Ketiga," geram Drachen Thomas.

Lucia Tischler segera menusuk leher Drachen Thomas dengan pisau jagdkommando dan menembaki kepalanya dengan pistol MP-443.

"Tiamat," gumam Drachen Thomas.

Luka-luka di tubuhnya perlahan beregenerasi dan tubuhnya dipenuhi dengan kilatan listrik berwarna merah darah.

Sebuah ledakan terjadi di Dragomir Brothel Shop dan sesosok Naga berwarna hitam kelam muncul di lantai tiga dari rumah bordil tersebut, sedangkan tubuh Lucia Tischler terpental jauh, dan mendarat di atas sebuah bangunan.

"Sial, aku tidak tahu lagi jika dia adalah Tiamat shifter, " keluh Lucia Tischler yang tengah bangkit setelah terpental akibat dari ledakan tersebut.

Naga hitam berukuran besar tersebut memiliki wajah yang sangat menyeramkan dengan duri-duri berselaput di punggungnya, matanya yang tajam memancarkan cahaya berwarna merah darah, tanduk seperti Iblis serta sayapnya yang lebar sekitar tujuh belas meter.

Orang-orang berlarian ketakutan ketika mengetahui kemunculan sesosok naga di kawasan prostitusi tersebut.

"Selamatkan diri kalian."

Drachen terbang dari atas rumah bordilnya, dan dia menembakkan kilatan petir berwarna hitam ke arah Lucia Tischler yang tengah berdiri di atas sebuah bangunan.

Lucia Tischler segera berlari menghindari kilatan petir yang menyambar bagian atas bangunan tersebut.

"Sial, ini bukan tandinganku. Ini terlalu berat," keluh Lucia Tischler.

Kemampuan bertarung yang dimiliki Lucia Tischler adalah untuk melakukan sensor, serta membunuh dalam waktu yang cepat bukan untuk melawan musuh seperti para Titan dan Tiamat.

Lucia Tischler segera berhenti dan tersenyum dengan gembira ketika dia merasakan kehadiran tiga unit TSF dari arah timur laut.

Tiga unit TSF EF-2000 Typhoon berwarna biru gelap tengah terbang menuju ke kawasan prostitusi. Ketiga TSF tersebut mengarahkan senjata mereka dan menembaki naga berwarna hitam tersebut.

Naga tersebut jatuh tak sadarkan diri di atas sebuah bangunan.

Ketiga TSF tersebut segera mendekatinya, TSF yang lainnya memegangi masing-masing sayap Naga tersebut, sedangkan TSF yang dipiloti oleh sang Ketua Squad tersebut mencengkram leher sang naga.

"Kalian TSF tariklah!" perintahnya.

Kedua Paladin tersebut menarik sayap Naga tersebut, sedangkan TSF yang dipiloti oleh Letnan Albert Neumann menusuk-nusuk naga tersebut dengan pisau dan memotong lehernya.

Ketiga TSF itu menembaki tubuh Naga hitam tersebut hingga hancur berantakan.

"Sekarang kau sudah mati," gumam Letnan Albert Neumann. "Sekarang, kita pergi."

Seorang pria berambut pirang dan bermata biru tengah bersembunyi di sebuah tempat yang gelap dengan nafas yang terputus-putus. Tubuhnya ditutupi dengan kain yang dia ambil dari sebuah jemuran yang dia lewati.

"Untung saja aku bisa kembali ke wujud normal saat mereka menembakiku. Butuh tenaga banyak untuk bisa berubah kembali ke dalam wujud Tiamat," ujar Drachen Thomas dengan wajah yang dibasahi darah dan nafas yang terputus-putus.

"Dan aku tidak perlu repot untuk membunuhmu," kata Lucia Tischler yang secara tiba-tiba muncul di hadapannya.

Pisau jagdkommando itu Lucia Tischler tusukkan ke arah mulut Drachen Thomas.

Perlahan kesadaran Drachen mulai menghilang, "Kini saatnya kau mati dan kelompokmu akan seperti kawanan serigala tanpa Pemimpin."

Lucia Tischler terus menusuk-nusuk leher musuhnya dengan begitu brutal. Dia menarik kepala Drachen Thomas hingga terpisah dari tubuhnya dan melemparnya dengan kuat sehingga kepala tersebut mendarat di sebuah restoran.

Orang-orang berteriak dengan jijik ketika mereka melihat sebuah kepala yang penuh darah terjatuh di sebuah meja makan.

.

.

Braun yang tengah menonton berita di Televisi dengan serius, "Sepertinya yang membunuh Drachen adalah kalian Stasi. Padahal aku sudah katakan untuk tidak ikut campur."