"Dasar pikun! Itu loh, usulanmu yang memintaku menggunakan model baru untuk produk yang akan aku launching dua bulan lagi." Bian mencoba mengingatkan Adam mengenai usulan yang diberikan kepadanya beberapa menit yang lalu.
"Oh itu! Iya, kamu memang harus mempertimbangkannya untuk mengantisipasi konsumenmu supaya tidak bosan melihatnya, atau kamu juga bisa tetap menggunakan Naila sebagai model produkmu tapi dengan catatan, harus ada model lain selain Naila," usul Adam.
"Ide yang bagus, Dam! Kalau begitu, nanti aku minta sekretarisku mencari model baru," ucap Bian yang kembali menyetujui usulan yang diberikan oleh Adam.
"Terimakasih ya, Dam! Ternyata kamu bisa juga diandalkan," tambah Bian.
"Aku memang selalu bisa diandalkan kali! Kamu saja yang baru menyadarinya," ucap Adam yang tidak terima dengan apa yang dikatakan oleh sahabatnya itu.
Saat mereka asyik berdebat, suara ketukan pintu pun mengintrupsi perdebatan mereka yang sebenarnya tidak ada gunanya sama sekali.
"Masuk!" ucap Bian yang sedikit mengeraskan suaranya.
Saat Bian meminta yang mengetuk pintu untuk masuk, pintu ruangan Bian pun terbuka dan menampakkan seorang office boy yang tengah membawa makanan untuk mereka.
"Permisi, Pak! Ini makan siangnya," ucap office boy itu seraya meletakkan makanan dan minuman yang dibawanya di atas meja dekat sofa.
"Terimakasih! Oh iya tolong bereskan bekas serpihan handphone itu, " minta Bian seraya beranjak dari tempat duduknya, begitu pun dengan Adam.
"Baik, Pak!" balas sekretaris itu dan ia pun segera membersihkan serpihan handphone itu.
"Sepertinya enak nih makanannya," ucap Adam seraya duduk di sofa, begitu pun dengan Bian.
"Iya dong! Pantry perusahaanku mempunyai pramusaji yang masakannya memang enak," ucap Bian seraya memulai menyantap makanannya.
"Let's see then!" Adam pun mulai menyantap makanan siangnya.
Adam terlihat berbinar saat mulai mencicipi makanannya, sembari berkata, "Makanannya, beneran enak dong!"
"Tentu saja! Aku tidak mungkin salah memilih seorang pramusaji," timpal Bian yang kembali menyantap makanannya tanpa menatap Adam.
Karena tidak mau makan siangnya menjadi dingin, Adam pun kembali menyantap makanannya tanpa banyak bertanya lagi.
***
"Ayah makan siangnya sudah siap," ucap Aretha dengan membawa nampan yang berisi makanan.
Mendengar Aretha yang mengatakan kalau makan siangnya sudah siap, Alfandy pun meletakkan Al qurannya di tempat semula.
"Wah! Makan siangnya sudah siap!" ucap Alfandy seraya menatap Aretha yang tengah meletakkan makanannya di atas meja.
"Iya Yah! Maaf ya kalau Aretha kelamaan," ucap Aretha seraya duduk di depan sang Ayah.
"Tidak apa-apa, sayang!" ucap Alfandy pada sang putri dengan tersenyum.
Aretha tersenyum saat mendengar kata- kata Ayahnya, dan dia pun mengambilkan nasi beserta lauknya untuk sang Ayah.
"Ini Yah, seperti yang Ayah inginkan. Ikan asin dan lalapannya," ucap Aretha seraya memberikan piring yang berisikan makanan.
"Terimakasih sayang," ucap Alfandy seraya mengambil piringnya.
"Sama-sama Yah!" balas Aretha dengan tersenyum.
Setelah memberikan piring yang berisikan makanan pada Ayahnya, Aretha pun segera mengambil nasi dan lauk untuk dirinya sendiri, sedangkan sang Ayah sudah mulai menyantap makan siangnya.
Aretha tersenyum melihat Ayahnya yang menyantap makan siangnya dengan sangat lahap.
"Aretha janji Yah, Aretha akan membalas orang-orang yang sudah membuat kita kehilangan Kak Akhtar untuk selamanya."
***
Saat malam menjelang, terlihat Naila tengah berjalan memasuki kediamannya dengan raut wajah lelah.
"Baru pulang sayang?" ucap Aliya saat sang putri tengah berjalan menghampirinya.
"Iya, Ma! Karena setelah pemotretan, Naila mampir ke rumahnya Sheila," ucap Naila seraya duduk di samping sang Mama.
"Loh! Bukannya tadi pagi, kamu bilang kalau hari ini tidak ada pemotretan?" ucap Aliya yang menatap Naila dengan tatapan penuh selidik.
"Pemotretan yang seharusnya dilakukan besok pagi, dimajukan Ma. Jadi, mau tidak mau Naila harus pemotretan," terang Naila.
Aliya pun mengangguk mengerti saat mendengar kata-kata sang putri.
"Terus kamu pulang pakai apa? Kamu di antar pulang sama Bian kan?" tanya Aliya pada Naila.
Naila menggeleng yang menandakan kalau Bian sama sekali tidak mengantarkannya pulang.
"Loh! Kenapa sayang? Biasanya kan Bian tidak akan membiarkanmu pulang sendirian kalau sudah malam begini," ucap Aliya.
"Naila sama Bian bertengkar Ma," ucap Naila seraya menghela nafas panjang.
"Apa yang membuat kalian berdua sampai bertengkar?" ucap Aliya yang kembali bertanya pada sang putri.
"Biasa Ma! Bian cemburu sama Aditya karena tadi pagi kami berdua melakukan pemotretan bersama."
"Dan hasil photonya terlihat romantis?" tebak Aliya yang dianggukkan oleh Naila.
"Nyebelin banget deh Ma," dengus Naila seraya mengerucutkan bibirnya karena merasa kesal saat mengingat sikap sang kekasih tadi siang.
"Itu namanya Bian cemburu dan itu jadi bukti kalau dia sangat mencintaimu sampai dia tidak suka kalau ada laki-laki lain yang mendekatimu sayang," ucap Aliya yang masih menatap sang putri.
"Tapi tetap saja, Naila kesal dengannya Ma. Bian juga sampai membentak Naila, padahal dia sangat tahu kalau Naila paling tidak suka dibenta. Apa lagi dibentak oleh orang yang Naila cintai," ucap Naila seraya menghambur ke dalam pelukan sang Mama.
"Sudah, sudah! Besok juga mobil Bian akan terparkir di halaman depan seperti biasanya untuk menjemputmu," ucap Aliyaa untuk membuat sang putri merasa tenang.
"Tapi Naila tidak yakin kalau Bian akan menjemput Naila besok," sanggah Naila yang masih berada di dalam pelukan sang Mama.
"Kamu harus yakin dong sayang! Karena mama bisa lihat dari cara Bian menatap dan memperlakukanmu, kalau dia itu benar-benar sangat mencintaimu. Coba saja kalau Bian tidak mencintaimu, dia pasti sudah pergi meninggalkanmu sejak dulu karena memiliki Papa yang selalu ingin ikut campur dengan hubungan kalian berdua," ucap Aliya seraya mengusap rambut panjang sang putri.
Naila mengangguk setuju dengan ucapan sang mama.
"Iya Ma! Papa seperti orang kurang kerjaan saja," ucap Naila yang menanggapi kata-kata mamanya.
"Mama pastikan kalau papamu tidak akan melakukannya lagi, kecuali kalau itu di perlukan," ucap Aliya dengan tersenyum dan dia pun mengurai pelukannya pada sang putri.
"Sekarang lebih baik kamu istirahat sana," ucap Aliya yang diangukkan oleh sang putri.
"Okay, ma! Selamat malam," ucap Naila seraya mengecup pipi sang Mama dan ia pun segera beranjak dari sofa.
Setelah beranjak, Naila pun melenggang pergi meninggalkan sang Mama menuju kamarnya.
Aliya terlihat menggelengkan kepalanya seraya tersenyum saat menatap Naila yang sudah semakin menjauh dari pandangannya.
***
Sementara itu, Bian yang baru saja sampai di rumah sudah di todong pertanyaan oleh sang Mama dan Adik perempuannya.
"Bi, kapan kami akan meresmikan hubunganmu dengan Naila," ucap sang Mama yang membuat mood Bian semakin buruk.
"Iya Kak! Kapan? Kasian tahu kak Naila kakak phpin terus. Wanita itu butuh kepastian bukannya diphpin," ucap Dinda yang dihadiahi tatapan tidak suka oleh sang kakak.
"Biasa aja kali Kak, natap akunya. Nanti yang ada bola matanya ngegelinding, kan tidak lucu," ucap Dinda.
Karena tidak mau membuat moodnya menjadi semakin buruk karena pertanyaan dari Mama dan Adiknya! Bian pun segera beranjak dari tempat duduknya dan berjalan meninggalkan ruang tv.
"Jangan sampai Kak Nailanya diambil sama laki-laki lain kalau Kakak belum juga meresmikan hubungan kalian," teriak Dinda supaya Bian mendengarkan apa yang dia ucapkan.
Dinda menatap Bian dengan tatapan kesal, berbeda dengan Nisa yang tidak lain adalah mama dari Bian dan Dinda, terlihat menatap putranya itu dengan tatapan bingung dan penuh tanya.
"Kak Bian kenapa sih Ma? Apa ada masalah di Kantor? Tapi kalau memang ada masalah di Kantor, kenapa Papa terlihat biasa-biasa saja tidak seperti Kak Bian yang terlihat gundah gulana," ucap Dinda seraya menatap sang mama yang berada di sampingnya.
"Mana mama tahu sayang, kan seharian ini mama cuma di rumah saja. Atau mungkin kakakmu bertengkar dengan Naila," ucap Nisa pada sang putri.
"Apa Dinda tanya sama kak Naila saja ya? Dari pada penasaran," ucap Dinda seraya mengambil handphonenya yang berada di atas meja
"Jangan sayang, karena mungkin saja Nailanya sudah istirahat. Jadi, mama takut kalau kamu mengganggu waktu istirahatnya," ucap Nisa saat putri bungsunya itu akan menghubungi Naila.
"Kalau begitu, besok saja Dinda telephone Kak Nailanya." Dinda pun kembali meletakkan handphonenya di atas meja
"Ma, Dinda tidur duluan ya? Karena besok Dinda ada kuliah pagi," ucap Dinda seraya beranjak dari sofa dan mengecup pipi Mamanya.
"Good night Ma!" ucap Dinda seraya melenggang pergi menuju kamarnya.
Setelah Dinda benar-benar menghilang di balik tembok, Nisa pun beranjak dari tempat duduknya dan mulai melangkahkan kakinya menuju kamarnya.
TO BE CONTINUE.
Happy reading readers. jangan lupa collection, vote dan reviewnya ya. Dan jangan lupa juga follow ig author ya @idaflicka. Semoga kalian suka yah.