webnovel

16. Pindah

Lucifer kembali dengan makan siang untuk Yena. Begitu masuk ia mendapati gadis itu tengah mondar-mandir dengan tegang. Melihat Lucifer kembali Yena segera memburunya dengan panik.

"Lucifer, kita harus segera pergi. Arion menyekap Rumi. Kita harus pergi menyelamatkannya!" Yena berkata dengan mata sembab.

"Tenanglah. Ada apa?" Lucifer meletakkan belanjaannya dan menekan bahu Yena agar dia duduk.

Yena masih belum bisa tenang. Dia menyerahkan selembar kertas kecil tadi pada Lucifer.

"Seekor burung kecil datang dan menyerahkan ini. Ini pasti dari Arion. Bagaimana ini? Sepertinya dia telah menculik sahabatku, Rumi. Kita harus seegeera menyelamatkannya," ujar Yena.

Lucifer meremas kertas itu dan mendengus pelan.

'Mahluk ini benar-benar tidak bisa membiarkanku tenang yah?'

"Yena, Rapikan semua barangmu. Kita harus segera pindah," kata Lucifer.

"Pi-pindah? Kenapa?"

"Arion sudah mengetahui tempat ini, kita harus segera pindah. Cepat, bereskan semua barang yang akan kamu bawa."

"Tapi ... bagaimana dengan Rumi. Aku harus pergi menyelamatkannya--"

"Jangan bodoh. Pertama-tama kita harus menyelamatkan diri sendiri. Baru setelah itu kita pikirkan itu. Lagipula Arion takkan melukainya. Dia adalah mahluk suci, jadi dia tidak akan melukai orang sembarangan."

"Tapi--"

"Percayalah padaku." Lucifer meyakinkan.

Yena mengigit bibirnya dan akhirnya setelah diyakinkan Lucifer ia setuju untuk mengikuti rencananya saja.

Yena tidak memiliki banyak barang. Sementara Lucifer juga hanya membwa dua buah bukunya dan meninggalkan yang lain.

Hari itu, mereka bergegas meninggalkan tempat tersebut.

Yena tidak tau kemana Lucifer membawanya. Setelah meninggalkan tempat itu mereka menaiki taksi dan berhenti di sebuah wilayah. Dari sana Lucifer menutupi mata Yena sehingga dia tidak tau kemana mereka pergi.

"Kenapa aku tidak boleh lihat?" tanya Yena heran. Lucifer menutup matanya dengan tangannya sendiri, tidak membiarkan Yena mengintip sedikit pun.

Namun, yang membuat Yena tidak nyaman adalah posisi ini secara tidak langsung Lucifer memeluknya. Yena diselimuti kesejukan tubuh Lucifer.

"Pokoknya tidak boleh lihat. Nanti kamu pusing," kata Lucifer.

Yena tidak bertanya lagi dan hanya menurut saja.

"Lucifer, kamu yakin Rumi akan baik-baik saja?" tanya Yena lagi. Dia tidak bisa berhenti gelisah. Rumi terseret dalam masalah gara-gara dirinya. Sebenarnya apa yang diinginkan naga itu? Dia sungguh licik.

"Kamu bisa memegang ucapanku. Tidak akan terjadi apa pun padanya. Nah, kita sudah sampai." Lucifer berkata. Bersamaan dengan itu terdengar pintu yang terbuka dan Yena menyadari Lucifer membawanya masuk ke sebuah bangunan.

"Apa sekarang aku boleh lihat?" tanya Yena.

Lucifer bergeming sejenak untuk kemudian berbisik pelan, "Tunggu sebentar."

"Um?" Yena tidak tau apa yang sedang Lucifer lakukan. Namun, ia bisa merasakan kalau pria itu tengah melakukan sesuatu. Yena merasakan gerakan tubuhnya.

"Sekarang kau boleh lihat." Lucifer melepaskan tangannya. Untuk sesaat pandangan Yena buram. Namun, setelah dapat melihat dengan jelas gadis itu memerungkut dan menempel pada Lucifer.

"Te-tempat apa ini?" Gadis itu bergidik ngeri. Apa yang dilihatnya adalah sebuah interior rumah yang sangat kotor, lebih kotor dari bangunan yang mereka tempati sebelumnya.

"Kita akan tinggal di sini. Wilayah ini cukup aman," kata Lucifer.

"Ta-tapi, bagaimana kita bisa tinggal di tempat sekotor ini. Kenapa kita tidak cari tempat yang sedikit lebih baik?" Yena mengeluh melihat lantai bangunan yang bahkan hampir tidak terlihat karena tertutup debu. Dia kemudian menengadah hanya untuk membujuk Lucifer dengan kedua mata berkilauannya.

Lucifer mengulum senyum. Dia manis sekali.

"Aku rasa tidak ada yang lebih layak dari ini. Hanya ini satu-satunya yang punya aliran listrik. Aku akan membersihkannya dulu. Kamu tunggu di sini." Lucifer berkata sembari mengangkat Yena dan mendudukannya di atas meja.

"Eh? Tempat sekotor dan seluas ini, bagaimana kamu akan membersihkannya?" Yena menatap Lucifer skeptis.

"Rahasia. Aku akan melakukan sulap. Jadi tutup matamu," ucap Lucifer.

"Lagi? Huh oke, tapi kalau sulap seharusnya jangan lama, yah." Yena memejamkan matanya patuh.

"Tidak akan lama."

Tidak tau apa yang dilakukan Lucifer. Yena mendengar suara guyuran air yang bersuara seperti tsunami. Karena penasaran dia ingin mengintip namun segera ditegur oleh Lucifer.

"Jangan lihat!"

"Kenapa? Apa kamu ini bidadari? Jadi kekuatanmu akan hilang begitu seseorang melihatnya?" Yena tiba-tiba teringat dongeng Jaka Tarub dan Tujuh Bidadari yang sangat terkenal di Indonesia. Dia berpikir jika seseorang melihat Lucifer menggunakan kekuatannya maka keajaiban mahluk itu akan hilang seperti Dewi Nawang Wulan. Memikirkan itu Yena jadi tidak berani membuka matanya.

Hingga Lucifer memerintahkannya barulah ia membuka mata.

"Woahh ini benar-benar sulap! Lucifer keren!" Yena berseru kagum saat melihat pemandangan di dpannya berbandinng terbalik dengan ruangan yang sebelumnya ia lihat.

Benarkah ini tempat yang sama dengan yang tadi? Sangat bersih dan enak dipandang. Bukan hanya lantai, bahkan dinding dan atap semuanya bersih. Lucifer sangat berdedikasi.

Dilihatnya Lucifer terlentang di sebelahnya dengan bertelanjang dada. Dia tampak kelelahan.

"Sekarang sudah layak, bukan?"

"Iya! Kenapa kamu tidak membersihkan tempat tinggal kita sbelumnya juga? Pasti akan sangat indah!" Yena berkata sumringah sembari berlari ke satu-satunya ruangan yang berada di rumah itu yang tidak lain adalah kamar.

"Wah! Besar sekali!"

Lucifer tersenyum kecil mendengar seruan Yena.

Malam hari tiba. Yena sudah tidak ceria lagi saat menyadari dia tidak punya kasur untuk tidur. Kecuali kamar mandi, rumah ini tidak punya apa pun lagi.

"Seharusnya kita bawa ranjangnya juga, sekarang bagaimana caranya aku akan tidur?" Yena berekacak pinggang, bingung.

"Tidur di sini saja," ujar Lucifer. Yena melihat ular besar itu melingkar di lantai. Agak terkejut, dia sudah lama tidak melihat sosok Imoogi Lucifer.

"Maksudmu ... aku tidur di mana?"

"Kau bisa masuk angin kalau tidur di lantai. Kulitku tidak sedingin lantai, aku akan menghangatkanmu," kata Lucifer.

Melihat sisik gelap Lucifer, Yena bergidik geli.

"A-aku tidur di sini saja, aku masih punya beberapa lembar pakaian."

Yena menggelarkan dua set pakaiannya di lantai, menggunakannya sebagai tikar. Lumayan, jadi tidak terlalu dingin.

Yena meringkuk di atas lapisan tipis itu dan terlelap. Namun, bagaimana pun cuaca sangat dingin. Bahkan belum satu jam Yena sudah mulai menggigil.

Melihat itu, Lucifer bergerak mengungkung Yena dalam lingkarannya. Yena tersentak dan terbangun. Dia kaget melihat dirinya telah diselimuti sisik gelap Lucifer.

"Tidurlah," kata Lucifer.

Meski Yena terkejut, tetapi harus dia akui begini jauh lebih nyaman dan hangat.

"Terimakasih," ucapnya.

"Besok aku akan membelikan ranjang baru buatmu. Sekarang beradaptasi saja denganku," ujar Lucifer. Kata-katanya terdengar aneh.

Yena merasakan dadanya menghangat ketika ekor Lucifer memblokir udara dingin yang menusuk telapak kakinya.

"Mengapa kamu begitu semakin baik padaku?" Yena tiba-tiba bertanya. Dia tidak bisa untuk tidak penasaran terhadap sikap Lucifer yang semakin lembut dan perhatian. Jujur saja, ini membuat Yena menyangka hal yang tidak-tidak.

"Apa ... tidak boleh?" Jawaban singkat Lucifer membuat Yena tidak tau harus membalas apa.

Mereka tidak bicara lagi dan tertidur hingga esok.

Saat tebangun, Yena melihat Lucifer teelah membuka mata namun belum beranjak dari posisinya.

Melihat Yena telah bangun Lucifer menyingkir dan membiarkan Yena bebas.

"Terimakasih," ucap Yena atas perlakuan 'VVIP' dari Lucifer. Padahal sudah bangun sedari tadi, tapi dia tidak bergerak karena takut membangunkannya.

"Kau mau mandi? Pergilah lebih dulu, aku ingin berendam setelahmu," ujar Lucifer.

"Hoaam iya." Yena menggeliat. Setelah nyawanya terkumpul ia bergegas masuk ke kamar mandi.

Kamar mandi di sini lebih besar dari yang sebelumnya. Ada bath up, bahkan ukurannya cukup besar, hampir menyerupai kolam.

Lumayan mewah, satu-satunya yang kurang hanyalah lampunya yang sedikit redup. Mungkin karena pengaruh air yang dingin dan tempat baru, Yena merasa bulu kuduknya menari saat melihat genangan air di bath up.

"Uuhh kenapa perasaanku aneh? Dasar pengecut Yena." Gadis itu mengejek dirinya sendiri.

"Aku harus menguras airnya dulu." Yena berjongkok, mengulurkan tangannya untuk membuka saluran pembuangan di dasar bath up.

Plupp

"Eh?" Ekspresi Yena berubah ketika menyadari sesuatu keluar dari dalam air. Namun, sudah terlambat ....

BYURRR

Sesuatu menarik lehernya dan menariknya ke dalam bath up.

"Akhh! Lu-cifer!!!"