webnovel

Surga Kecil

Alexandrite, seorang gadis remaja, dijual oleh bibinya ke tempat prostitusi. Demi membayar utang bibinya, Alexa harus menjual dirinya pada para lelaki hidung belang. Namun satu bulan berlalu, Alexa tiba-tiba ditebus dan dibeli oleh seorang pengusaha muda, lalu dipekerjakan sebagai pelayan di kediamannya. “Kenapa Tuan menjadikan saya pelayan di tempat ini?” “Apa kau berharap lebih baik ada orang lain yang menggantikan posisimu sekarang? Lalu kau tetap ada di sana, di tempat pelacuran itu?” Alexa tampak bisa melihat masa depannya yang samar di tempat ini. Tapi apakah dia akan bisa bertahan menghadapi perlakuan dingin dari tuannya? Berapa tahun yang dia butuhkan untuk melunasi semua utangnya? ---- Cover by Kyp005

Mischaevous · Urbain
Pas assez d’évaluations
493 Chs

Sugar Daddy dan Simpanannya

Alexa masih belum benar-benar terbiasa dengan hidup barunya. Meski dia hanya bekerja sebagai pelayan, tapi segala fasilitas yang dia dapatkan benar-benar berbeda dengan fasilitas para pelayan kebanyakan. Mungkin pelayan seperti yang ada dalam buku novel sungguhan ada, pelayan yang tinggal di mansion besar milik orang kaya. Tapi sejauh Alexa membayangkan, mereka tidak akan naik ke mobil milik tuannya, apalagi duduk di sebelah kursi kemudi.

Di dalam mobil mewah itu, Alexa terus memandang jalanan dari balik kaca. Salju tipis yang turun dari langit terlihat sangat indah. Tempat yang mereka lewati benar-benar baru bagi Alexa. Selama ini, dia bagaikan burung dalam sangkar yang amat sulit mendapatkan izin keluar rumah dari bibinya. Meskipun sekarang juga kondisinya tidak terlalu berubah, setidaknya sangkar yang mengurung Alexa lebih mewah dibanding sebelumnya. Ditambah lagi, dia punya kesempatan untuk keluar seperti ini.

Dia sama sekali tidak tahu kemana mobil ini membawanya. Sepasang mata coklatnya melihat gedung-gedung tinggi yang dilewati. Para pejalan kaki di trotoar semuanya membawa payung. Biarpun suhunya sedang dingin, tapi sama sekali tak menghalangi mereka untuk pergi, entah pergi bermain atau menuju ke tempat kerja.

Sampai akhirnya, mobil berbelok masuk ke sebuah gedung tinggi dan luas. Alexa mengira tempat itu adalah sebuah apartemen, padahal tempat tujuan mereka adalah sebuah pusat perbelanjaan. Alexa benar-benar tidak tahu hingga mereka berjalan masuk ke dalamnya.

Matanya membelalak dan mulutnya terbuka, membentuk huruf 'O' kecil. Namun pemuda yang bersamanya tak punya waktu menunggunya mengagumi tempat itu. Dia berjalan cepat, yang seketika menyadarkan Alexa dari lamunan. Tuannya tidak mengatakan apapun, Alexa juga tidak punya keberanian untuk bertanya. Pertanyaan dalam kepalanya baru terjawab setelah keduanya masuk ke dalam toko pakaian.

Sekali lagi, gadis itu dibuat kagum dengan segala macam pakaian yang ada di sana. Modelnya sangat bagus dan mewah. Sempat dia melirik label harga, Alexa seketika menelan ludah. Harga baju-baju yang ada di sini sepertinya lebih mahal daripada gaji bulanannya. Tapi kenapa tuannya mengajak kemari?

Langkahnya pun turut berhenti saat Skylar berdiri di dekat seorang pramuniaga. Pemuda tersebut melihat ke arahnya dan berkata, "Pilih pakaian yang kau suka di sini."

Selama lima detik, belum ada jawaban sama sekali. Alexa hanya mengedipkan matanya beberapa kali, seolah pemuda itu tidak sedang bicara padanya. Setelah pramuniaga di sana juga tidak bereaksi, Alexa baru sadar kalau tuannya sedang bicara padanya.

"E-eh? Saya? Ta-tapi harganya—"

Pemuda itu menghela napas tak sabar dan memutar matanya, memutus kalimat Alexa sebelum dia selesai bicara. Apakah gadis itu tidak tahu kalau dia sedang sibuk? Kenapa dia terus menghabiskan waktunya dengan hal-hal tak penting semacam ini.

Kini Skylar ganti menghadap ke arah pramuniaga dan berkata dengan nada tidak sabar, "Pilihkan ukuran yang pas untuknya." Tangannya menunjuk Alexa. "Semua model yang ada di sini," lanjutnya, yang lantas mengeluarkan sebuah kartu kredit dari saku mantel.

Mulut Alexa sudah menganga lebar. Matanya juga mendelik tak percaya saat mendengar kalimat tuannya. Mendapatkan baju baru dan mahal memang menyenangkan. Tapi ini semua terlalu berlebihan, dan Alexa merasa dirinya tak pantas mendapatkannya.

Tanpa memedulikan raut sumringah dari pramuniaga yang sudah menerima kartu kredit, Alexa buru-buru mencegah tuannya agar tidak melakukan hal-hal tak masuk akal lainnya. "Tu-Tuan, saya tidak butuh baju sebanyak ini. Tuan tidak perlu berbuat sejauh ini—"

"Diam. Aku tidak ingin melihatmu dengan baju-baju jelekmu itu. Kau sudah diberikan hidup layak, harusnya kau bersyukur. Sampai rumah, buang seluruh pakaianmu. Aku tak ingin melihatnya lagi."

Alexa benar-benar tidak bisa membalas kalimatnya. Dia tidak tahu apa yang ada dalam pikiran tuannya. Dengan perlakuan dinginnya seperti ini, kenapa dia masih mau repot-repot membelikannya pakaian? Mungkinkah hanya sebatas karena pakaiannya jelek dan tuannya merasa malu ketika Alexa berada di lobi hotel kemarin?

Pemuda itu berniat pergi dan menunggu di tempat lain, namun langkahnya berhenti. Dia kembali bicara pada pramuniaga di sana. "Gantikan pakaiannya dengan yang lebih layak. Buang saja pakaiannya yang sekarang."

Sang pramuniaga tersenyum semakin lebar. Matanya seolah berbinar terang setelah mendapatkan pelanggan yang mau memborong seluruh isi toko ini. Tanpa menunggu lama, dia menyentuh siku Alexa dan memberikan gestur untuk mempersilakannya pergi ke kamar pas.

Toko pakaian ini sekarang sedang memajang berbagai koleksi pakaian musim dingin. Ada banyak tipe pakaian di sana, dari sweater turtle neck, kaos lengan panjang dengan bahan yang hangat, syal, mantel, dan lain sebagainya. Alexa tentu saja tak pernah membayangkan akan memiliki koleksi seluruh pakaian dari satu toko. Sehingga, saat sudah tiba di kamar pas, dia berbisik pada sang pramuniaga.

"B-bisakah kau memberiku beberapa saja dan jangan semuanya?"

Pramuniaga itu tak menjawab. Senyum lebarnya masih ada di sana, lantas menutup pintu kamar pas. Dari ekspresinya, terlihat jelas jika pramuniaga tersebut tengah mengatakan, 'Tentu saja tidak akan kubiarkan. Mana mungkin aku mau menolak uang yang masuk ke toko ini, bukan?'

Sekitar satu jam, mereka selesai dengan kegiatan mencoba ukuran pakaian dan juga memasukkan ke dalam kantong. Karena belanjaan yang begitu banyak dan jelas tidak bisa dibawa oleh dua orang, Skylar meminta agar seluruh pakaian itu diantar ke hotel hari ini, supaya mereka tak perlu menunggu lama.

Pada akhirnya, Alexa selesai mengganti pakaiannya dengan pakaian baru dari toko. Sweater jeleknya kini sudah berganti dengan yang lebih bagus dan hangat. Mantel putihnya pun berganti dengan mantel baru. Hanya syal yang masih tetap sama, karena syal itu bukan muliknya, makanya Alexa bersikukuh agar tidak dibuang.

Pramuniaga itu pun mengiring kepergian dua orang tersebut dengan senyum lebar. Walaupun toko tempatnya bekerja adalah butik mahal dan konsumennya adalah orang-orang berdompet tebal, dia tetap senang ketika ada yang memborong satu toko.

Kedua orang itu pun kembali berjalan. Awalnya, Alexa kira urusan mereka di sini sudah selesai karena mereka sudah memborong satu toko. Tapi kenyataannya, kini tuannya berbelok ke butik yang menjual pakaian dalam. Alasan yang sama dan perintah yang sama pun dikeluarkan, menyuruh pramuniaga mengambil setiap model untuk dibeli.

Rentang satu jam kembali berlalu. Alexa sudah lelah melihat tuannya menghamburkan uang di dua toko. Entah sudah berapa puluh ribu pounds yang dikeluarkan pemuda tersebut untuk membelikan pakaian baru. Saat Alexa mengira mereka akan pulang, kaki Skylar berbelok ke toko sepatu.

Kali ini, Skylar tidak menyuruh pramuniaga mencobakan setiap model sepatu pada Alexa. Alih-alih, dia memilih sendiri beberapa model yang dirasanya bagus, lalu menyuruh pramuniaga mengambilkan ukuran yang pas untuk gadis pelayannya.

Total selama tiga jam berjalan-jalan di pusat perbelanjaan, Alexa sudah mendapatkan seluruh model di butik pakaian musim dingin, pakaian dalam, enam pasang sepatu dan sandal hak tinggi, serta dua botol parfum. Jumlah uang yang dikeluarkan Skylar dalam satu hari ini benar-benar banyak, tapi dia bahkan tidak peduli dan menyerahkan kartu kreditnya pada pramuniaga, menyuruhnya menggesek kartu itu berapapun total harga yang harus dia bayar.

Apabila orang awam mendengar hal ini, mereka pasti mengira Skylar adalah sugar daddy yang sedang membelanjakan barang-barang mahal pada gadis simpanannya. Sayangnya, Skylar bukan seorang sugar daddy, dan gadis yang dianggap sebagai simpanan itu sebenarnya hanya pelayan, seorang mantan pelacur, lebih tepatnya.

Tiga jam dengan hasil belanjaan sebanyak itu tentu tidak bisa dicapai jika yang membeli adalah sepasang perempuan. Mereka pasti akan menghabiskan waktu untuk memilih pakaian yang terlihat cocok. Tapi Alexa sama sekali tidak bisa menolak dan tidak punya kesempatan memilih. Apapun yang ditawarkan, harus dia terima. Dan meskipun belanja mereka hanya memakan waktu tiga jam, namun gadis itu sudah sangat lelah. Selama di mobil, dia terus diam, meski di kepalanya terus muncul satu pertanyaan yang sama: kenapa tuannya membelikan seluruh barang itu?

Tapi dia sudah sangat senang mendapatkan banyak barang mewah. Tubuhnya sekarang terasa amat hangat. Sepatu yang dia kenakan terasa nyaman dan tidak menyakiti jari kelingkingnya sama sekali seperti sepatu sebelumnya.

Jika saja pelayan di tempat lain mendengar fasilitas apa saja yang Alexa dapatkan selama bekerja menjadi pelayan pribadi seorang Skylar Fitzroy, mungkin mereka akan berbondong-bondong mendaftar untuk bekerja di tempatnya juga.