webnovel

PATAH HATI

Kali ini Reyhan benar-benar patah hati untuk mendekati Rania saja dia sudah tidak berani, penyamarannya sebagai Rafa usai sudah rasa bersalahnya atas kematian ayahnya membuatnya harus mengubur perasaan dan kenangan bersama Rania untuk selamanya.

"Rania selamat tinggal, jika di dunia ini kita tidak berjodoh aku harap di kehidupan kedua kita bisa berjodoh seandainya itu bisa terjadi." Reyhan menatap wajah Rania di ponselnya kemudian poto pujaan hatinya ia hapus satu persatu tanpa sisa.

Meskipun rasanya sakit tapi Reyhan sudah memutuskan untuk move on dari Rania orang yang ada di kehidupannya dan nyaris jadi istrinya, sayang mereka batal nikah di hari pernikahannya.

Ibu Reyhan masuk kamar dia melihat anaknya sedang merasakan pilu kehilangan ayahnya dan juga rela melepaskan cintanya.

"Kamu harus move on dari Rania, dia itu punya suami. Ayah kamu terkena serangan jantung akibat ulah kamu, Reyhan!" Ibu Luna memarahi anak semata wayangnya.

Sebenarnya Ibu Luna tidak tega melihat Reyhan mederita sejak ia batal nikah dengan Raina, wajah Reyhan terus murung tapi apa daya, Rania yang tega menikah dengan laki-laki lain tanpa memberi kabar terdahulu.

"Seharusnya jika aku menurut apa kata ayah, mungkin beliau masih hidup. Reyhan menyesal tidak patuh pada ayah," ujarnya mengusap air mata.

"Sudahlah jangan menangis lagi, semua sudah terlanjur terjadi maka sepahit apapun itu kita terima kenyataannya," kata Ibu Luna memeluk erat Reyhan.

"Ibu tahu, kamu masih sangat mencintai Rania tapi belajarlah untuk melupakan dia sebab mencintai istri orang itu tidak baik, kamu tidak mau kan disebut perusak rumah tangga orang?" Ibu Luna membelai kepala Reyhan uang yang berada di pangkuannya seperti anak kecil yang sedang dihibur.

"Iya, Reyhan akan berusaha, sekali lagi maafkan segala kesalahanku," ujarnya.

"Ibu akan selalu memaafkan kesalahan anaknya karena kasih sayang yang tidak akan pernah memudar sampai kapanpun." Ibu Luna terus memberikan dukungan pada Reyhan.

"Terima kasih, Ibuku."

Reyhan izin tidur sebentar, kepalanya pusing sementara ibunya kembali ke kamar mengenang kenangang bersama almarhum suaminya tercinta.

***

Kanaya tidak tahu harus bicara apa? Namun dia tidak ingin melihat Rania bersedih bahkan memberikan nasihat yang membuat Rania terkejut.

"Rania lebih baik kamu move on dari Reyhan dan menjalankan bahtera rumah tangga dengan Rafli sungguhan," ujar Kananya membuat Rania tersedak.

"Kamu sudah tidak waras? Aku sama Rafli hanya sahabat tidak lebih, kita menikah hanya terpaksa untuk menyalakan harga diriku dan nama baik keluargaku, itu saja." Rania menjelaskan demikian, Kanaya menggeleng.

"Kamu bilang aku tidak waras? Menurutmu kenapa Rafli setuju menikah dengan kamu?" tanya Kanaya.

"Sebab Rafli sahabatku, dia orang baik dan sayang sama aku," ujar Rania.

"Lalu apa itu tidak cukup untuk membina sebuah rumah tangga? Suami yang baik, suami yang sayang, bahkan sahabat sekaligus suami yang paling mengerti kamu Rania." Kanaya mencoba membuka pintu hati Rania yang masih tertutup rapat hanya untuk Reyhan.

"Aku ingin Rafli bahagia dengan cintanya," jawab Rania.

"Siapa cintanya Rafli? Apa kamu tahu? Jika kalian bercerai apa alasannya? Setelah itu apa kamu yakin akan bahagia?" tanya Kanaya membuat Rania jadi bimbang akan keputusannya.

"Aku tidak ingin Rafli terbelenggu dengan ikatan pernikahan palsu denganku, dia berhak bahagia dengan perempuan pilihannya," kata Rania.

Susana jadi semakin tidak jelas, Kanaya sudah kehabisan kata-kata tapi keyakinan Rania masih sama.

"Bagaimana jika Rafli mencintai kamu Rania?" pertanyaan Kanaya membuat Rania tertawa terpingkal.

"Kamu jangan bercanda Kanaya, mana mungkin Rafli cinta sama aku kita kenal sejak SMP, dia seperti kakakku, aku seperti adiknya. Kami sayang sebagai saudara," ungkap Rania.

"Masa? Memangnya Rafli pernah bilang menganggap kamu seperti adiknya sendiri apa?" Kanaya lagi-lagi bertanya.

"Belum pernah sih, tapi aku merasa demikian. Sudahlah kita hentikan bahasan soal Rafli, perjanjian nikah hanya tiga bulan tetap berlaku." Rania meneguk air putih ia merasa kehausan setelah ngobrol panjang kali lebar.

Mereka berdua di kontrakan, Rania mendadak sakit kepala dan minta izin pulang diantar Kanaya, ia menolak diantar Rafli sebab ingin berdua dengan Kanaya.

"Bagaimana keadaanmu?" Kanaya menyentuh kening Rania.

"Habis minum obat aku baikan, tapi masih terus kepikiran Reyhan. Namun sudahlah aku akan berusaha move on, kok."

"Bagus kalau sudah baikkan, lebih baik kamu tidur untuk istirahat, karena aku harus kembali ke restoran, ya."

Kanaya meminta Rania istirahat di kontrakannya.

"Baiklah, nanti kalau pulang suruh Rafli menjemput aku di sini," kata Rania.

"Ok, selamat istirahat sahabatku."

"Iya, makasih Kanaya."

"Sama-sama Rania, aku tinggal dulu." Kanaya menutup pintu perlahan ia berjalan kaki kembali ke tempat kerja karena lokasinya dekat hanya lima langkah ibaratnya begitu.

Rafli langsung menghadang Rania ia bertanya penuh kecemasan, "Rania kenapa? Masa dia aneh tidak mau diantar pulang denganku suaminya sendiri."

Kanaya senyum ia melihat jelas ada cinta di mata Rafli tapi mengapa Rania tidak bisa melihat itu.

"Rafli kamu tenang saja, jangan cemas, ya. Rania sudah baikkan kok, dia sedang istirahat di kontrakan aku. Nanti pulang kerja dia minta kamu jemput, itu katanya."

"Benar Rania bilang begitu? Syukurlah kalau begitu, pasti nanti aku jemput dia."

"Iya, aku balik lagi ke dapur ya, nanti Pak Hendra marah aku izin tadi cuma satu jam untuk menemani Rania," kata Rania.

"Makasih Kanaya, sampai nanti sore," ujar Rafli semangat lagi bekerja.

Kanaya benar-benar bingung dengan hubungan Rania dan Rafli, tapi lebih membingungkan lagi ketika melihat cinta di mata Rafli. Namun mengapa tidak menyatakan isi hatinya? Kanaya ingin kedua sahabatnya bahagia sebagai pasangan yang sesungguhnya.

Mas Arsha mendekati Kanaya secara tiba-tiba membuat Kanaya kaget.

"Astaghfirullah, Mas Arsha bikin aku jantungan aja," kata Kanaya spontan.

"Maaf, baru disentuh pundaknya saja kaget apalagi yang lain." Arsha meledek kekasihnya.

"Berani gitu nyentuh yang lain? Sini cubit!" Kanaya mencubit pinggang Arsha.

"Ampun, pacarku. Rania sakit kenapa?" Arsha perhatian dengan Rania membuat Kanaya cemburu.

"Kenapa tanya? Perhatian banget atau kamu naksir sama Rania? Inget dia istri orang loh!" Kanaya cemberut.

"Kamu cemburu? Bos perhatian sama anak buah masa tidak boleh apalagi ia sahabat baik dari pacarku," gumam Arsha.

"Rania sakit kepala, badannya sedikit panas tapi sudah minum obat dan istirahat di kontrakan ku, dia tidak mau pulang menunggu Rafli pulang kerja."

Arsaha hanya menjawab satu kata, "Oh …." Kanaya mencubit lagi pinggang pacarnya ia berkata, "Aku sudah jelaskan panjang kali lebar dan reaksi kamu cuma oh saja, dasar Mas Arsha."

"Nanti kalau aku reaksinya berlebihan kamu cemburu, aduh serba salah ini sama pacar." Arsha berkata begitu sengaja menggoda Kanaya.

"Ceritanya tidak mau pacar cemburu nih? Bagus deh, kalau begitu."

"Semangat kerjanya, aku tinggal dulu."

"Siap, bosku!" Kanaya tersenyum lebar.

Mereka melanjutkan pekerjaannya dengan penuh tanggung jawab.