webnovel

Suami Diskonan

Sinopsis Chiraaz Almeera seorang wanita muda yang tengah mengecap indahnya madu pernikahan, harus dihadapkan pada keadaan yang tidak diinginkan. Perubahan sikap Eljovan, suaminya, sangat membuatnya tersiksa. Pria itu menyiksanya dengan berbagai tuduhan yang sangat menyakitkan dan mencurigainya memiliki hubungan dengan pria lain. Hari demi hari Chiraaz jalani, layaknya dalam penjara emas yang membelenggu. Teror dari orang asing terus datang padanya dan membuatnya semakin gila. Tidak ada ketenangan maupun kedamaian yang ia rasakan. Terlebih lagi sejak kehadiran Aletha, orang dari masa lalu, yang menjadi tetangga barunya. Semakin membuat hubungan Chiraaz dan Eljovan kian saling menjauh. Ditambah lagi Aletha mengetahui masa lalu Chiraaz, yang bisa menjadi ancaman kapan saja. Akankah Chiraaz bertahan dalam pernikahannya dan berhasil menyingkirkan Aletha? Masa lalu apa yang Alteha ketahui? Benarkah kecemburuan Eljovan hanya alasan untuk menutupi kebobrokanya?

Umma_Saliha95 · Histoire
Pas assez d’évaluations
324 Chs

8.Masalalu Kelam

Mendengar ajakan suaminya, Chiraaz tersipu malu. Kepercayaan dirinya meningkat seketika. Sesaat wanita itu melupakan rasa sakitnya. Ia senang karena Eljovan masih menginginkannya.

Braakkk!

Saat berbalik tidak sengaja Eljovan menabrak seorang wanita. Raut mukanya nampak terkejut, begitu juga dengan wanita yang ditabraknya. Keduanya saling menatap tak percaya, Eljovan tidak percaya akan bertemu lagi dengan Jessy yang tengah menggandeng tangan seorang pria.

"Hai, kita bertemu lagi." Jessy menyapa Eljovan lebih dulu.

"Hai Nyonya Jes--sy," jawab Eljovan gugup. Kesialan apa yang menimpanya hari ini sehingga harus bertemu dengan Jessy.

"Apa kabar Pak El?"

"Baik, Nyonya. Oh ya, ini Chiraaz istri saya." Eljovan menggandeng tangan istrinya. Chiraaz tersenyum bahagia.

"Hallo, saya Jessy." Jessy mengulurkan tangan pada Chiraaz.

"Chiraaz."

"Ini Freddy suami saya." Jessy menatap pada suaminya, pria itu juga ikut memperkenalkan diri.

"Boleh kami bergabung?" tanya Freddy ramah.

"Emh, sebetulnya kami sudah mau pulang. Istri saya baru saja keluar dari rumah sakit," jawab Eljovan.

"Oh begitu, ya sudah mungkin lain kali kita akan sering bertemu," imbuh Jessy seraya mengerlingkan matanya pada Eljovan.

Chiraaz yang menyadari sikap Jessy pada suaminya berbeda, merasakan hatinya terbakar api cemburu. Tapi mengingat hubungannya yang baru saja membaik, Chiraaz menahan diri untuk tidak bertindak konyol di depan suaminya.

"Iya Nyonya, anda juga tahu klinik saya," jawab Eljovan sekenanya. Ia tidak mau Chiraaz curiga.

"Anda seorang dokter?" tanya Freddy.

"Saya psikolog, Tuan."

"Oh ya, kebetulan kami sedang butuh pendapat dari seorang psikolog. Jika istri saya pernah ke klinik anda, nanti kami berdua yang akan ke sana."

"Tentu saja Tuan, saya tunggu kedatangan kalian." Eljovan menyambut baik keinginan calon kliennya.

Jessy menyunggingkan senyum penuh arti, matanya enggan melepaskan tatapan pada Eljovan. Satu malam yang mereka lewati, ternyata tidak bisa dilupakan olehnya. Sampai saat ini sentuhan hangat Eljovan masih membekas.

***

Di dalam mobil Chiraaz hanya diam saja, baru kali ini ia melihat suaminya dipandangi oleh wanita lain dengan penuh cinta. Selama ini Eljovan tidak pernah menyakitinya, bisa dibilang suaminya itu sangat romantis. Chiraaz tidak pernah menduga, jika dirinya akan begitu mencintai Eljovan terlalu dalam.

"Chiraaz, are you okey?" tanya Eljovan.

"Aku tidak baik," jawab Chiraaz ketus.

"Why?" Eljovan menoleh sesaat pada Xhiraaz, wajah istrinya itu terlihat ditekuk.

"Siapa wanita tadi? Kenapa aku merasa, hubungan kalian berbeda? Apa dia mantan kekasihmu?" cecar Chiraaz.

"Hahaha, kamu cemburu?" ejek Eljovan.

"Ya," jawab Chiraaz singkat, hatinya semakin kesal ditertawakan suaminya.

"Itu tandanya aku masih mempesona di mata wanita lain," ucap Eljovan menggoda Chiraaz.

"Apa maksudmu El!" seru Chiraaz sengit, alisnya terangkat sebelah.

"Aku masih mempesona, Chiraaz Almeera."

"Eljovan!" Tidak kuat menahan godaan suaminya Chiraaz pun mulai menangis.

"Sudah, sudah, aku hanya bercanda." Eljovan menggennggam erat jemari istrinya.

"Aku cinta kamu, El. Aku tidak mau kehilangan kamu." Chiraaz menyenderkan kepalanya ke bahu Eljovan, tidak peduli jika suaminya sedang menyetir.

Eljovan menelan ludahnya, dari nada bicara Chiraaz, ia bisa merasakan ketulusan perasaan istrinya. Eljovan masih tidak percaya, jika sekarang Chiraaz membalas perasaannya.

"Thank you," ucap Eljovan mengecup pelan puncak kepala Chiraaz.

"Jangan tinggalkan aku, El. Aku ingin menua bersamamu, maafkan aku jika masih belum bisa jadi istri yang baik," ucap Chiraaz.

Eljovan tersenyum tipis, pikirannya menerawang ke masa lalu. Di mana Chiraaz masih begitu dingin padanya. Sebelum menikah ibunya Chiraaz menjelaskan pada Eljovan, bahwa putrinya memiliki masa lalu yang pahit dalam percintaan.

Itu sebabnya Eljovan selalu sabar menerima Chiraaz dan berusaha meluluhkan hatinya. Hingga mereka saling merasakan cinta kasih sebagai suami istri yang sah. Namun, keindahan itu baru berjaalan sebentar, sebelum foto Chiraaz dan seorang pria sampai di tangan Eljovan.

"Kamu sekarang berubah, Chiraaz," kata Eljovan.

"Be--berubah kenapa? El?" Chiraaz terkesiap mendengarnya, ia takut Eljovan mengeuhkan sikapnya.

"Aku tahu kamu wanita kuat dan mandiri. Kamu pekerja keras dan itu bagus untuk seorang wanita," jawab Eljovan menghentikan ucapannya.

"La--lalu" Chiraaz semakin gugup.

Eljovan melirik sinis pada Chiraaz, kemudian tatapannya kembali ke jalanan.

"Kamu mengeluh kah? Apa aku terlalu gila kerja dan kamu merasa terabaikan? Katakan El," desak Chiraaz tak sabar.

Eljovan bisa merasakan kepanikan dari nada bicara dan gesture wajah Chiraaz. Tiba-tiba hatinya tergelitik untuk menggoda istrinya itu. Eljovan mengubah ekspresinya menjadi marah.

"Ya, aku mengeluh!" Eljovan berseru serius.

"Apa aku harus berhenti bekerja? Aku akan lakukan apapun demi kamu, demi hubungan kita, El."

"Kalau semua terlambat, bagaimana?"

"Ter--lambat?"

"Aku mencintai--."

"Kamu mencintai wanita lain?" Chiraaz memotong ucapan suaminya. Hatinya sakit serasa luluh lantak.

"Aku tidak--."

"Jadi, ini alasan kamu mengizinkanku bekerja lagi? Supaya kamu diluar sana bebas dengan wanita lain!" cecar Chiraaz.

Dalam hatinya Eljovan tertawa geli mendengar omongan Chiraaz. Kali ini ia benar-benar yakin Chiraaz sangat mencintainya. Deru napas Chiraaz yang memburu terdengar jelas, seperti banteng yang akan menganmuk.

'Dia memang cemburu, baiklah,' gumam Eljovan dalam hatinya.

"El! Kenapa kamu diam! Jawab El."

"Kalau iya, bagaimana?"

"Jawab saja ya atau tidak! Dari tadi jawaban kamu berbelit-belit!"

"Aku itu-- sebetulnya--." Eljovan diam beberapa saat dan menjeda ucapannya.

Chiraaz mulai kesal dengan sikap suaminya, wanita itu melipat tangan ke depan. Wajahnya yang putih mulus memerah menahan amarah.

"Whatever!" tukas Chiraaz kesal.

"Aku itu cuma mau bilang, sampai saat ini masih tidak percaya kamu berubah. Padahal, dulu kamu dingin sekali karena kita dijodohkan," ucap Eljovan.

"What?" Chiraaz kaget mendengar ucapan Eljovan. "Coba ulangi?" pintanya.

"Remote ff nya rusak, Chiraaz," canda Eljovan.

"Ah, Eljovan, kamu membuatku takut saja." Chiraaz merangkul suaminya.

"Maaf, aku cuma bercanda. Yah, aku kaget saja dengan perubahan kamu."

"Bagaimana aku tidak berubah, kalau kamu terus berusaha mencairkan hatiku yang beku?"

Mereka berdua saling menatap lekat, lalu sama-sama tersenyum bahagia, seakan dunia hanya milik mereka saja.

Sesampainya di apartemen, Chiraaz dan Eljovan berjalan sambil bergandengan tangan. Saat ini perasaan cinta yang sempat sirna kembali tumbuh subur. Sepanjang jalan mereka terus mengenang masa awal menikah yang penuh dengan drama.

Baru keluar dari lift, mereka mellihat seorang wanita tengah berdiri di depan pintu apartemen. Wanita dengan rambut panjang terurai, memakai jaket hijau tengah mengetuk-ngetuk pintu. Chiraaz mengernyitkan dahinya, karena tidak mengenal orang itu dari fisiknya yang membelakangi mereka.

"Itu siapa?" tanya Chiraaz.

"Mungkin tetangga baru kita," jawab Eljovan.

"Tetangga baru? Sejak kapan?"

"Baru beberapa hari lalu, dia juga pasienku, Chiraaz."

"Owh, siapa namanya"

"Nyonya Aletha."

Degh!

'Aletha" Chiraaz menghentikan langkahnya sesaat setelah mendengar nama Aletha. Hatinya berdebar kencang seperti detik bom yang akan meledak.