webnovel

Suami Dadakan

Season 1. Pernikahan dadakan dari orang tua membuat Salwa sangat muak kepada pemuda pilihan ayahnya. Sehingga sesuatu yang tak terduga pun terjadi, Salwa semakin membenci Hasan, pemuda pilihan kedua orang tuanya. Kesalahfahaman dan masa lalu Salsa membuat gadis lemah lembut, menjadi wanita yang kejam dan berniat balas dendam kepada Hasan. Berbagai cara dilakukan olehnya, agar hidup Hasan sengsara dengan cara tetap menjadi istrinya. Apa sebenarnya yang terjadi? Apakah Naura akan tetap tidak punya hati kepada Ahsan? Ikuti terus kisahnya. Season 2. Tiada disangka oleh seorang perempuan yang sudah tak lagi muda, jika seorang ustadz muda akan menjadi suaminya. Sangat syok dan tidak percaya, namun begitulah kejadiannya. Apakah keduanya bisa hidup bersama?

Ririnby · Urbain
Pas assez d’évaluations
169 Chs

Masih Bersama Ustadz

Hembusan angin malam menambah dingin.

"Mari pulang Ustadz," ajak Laras, Kamil berdiri.

Wusssss

Dorrrr

Ban montor meletus dan motor itu tergelincir jauh.

Broaaaakkk

Sreeettttttt

Motor itu menambrak motornya Kamil, Kamil dan Laras segera menolong. Kedua pemuda yang terluka cukup parah.

Melihat luka itu mereka sangat giris, para pedagang juga ikut heboh menyaksikan.

Mereka segera dibawa ke Puskesmas, Kamil dan Laras melihat kondisi motornya yang cukup lumayan rusak. Kamil menepikan lalu mencoba menyetater namun sampai lama mesin hanya.

Nges

Nges

Nges

Sangat berat untuk mesin menyala, Kamil menjagang tegah. Lalu melihat apa yang terjadi.

"Aduh garbu roda bengkok, rem tangan juga Ya Allah ... bagaimana malam ini?" Kamil bingung dia menggaruk kepala belakangnya, Laras menahan tawa.

"Tidak papa nikmati saja, Hehehe, bukan berniat menyukurkan ya. Aku coba hubungi Bang Zaki," Laras mencari hp bututnya.

"Jangan ... Bang Zaki baru saja pulang, kasihan Hikam kalau sendirian, aku telpon Kang Jami' saja," jelas Kamil, Kamil juga memakai ponsel yang bukan android.

"Hp Ustadz juga tulalit? Tidak menyangka, hehehe,"

Keduanya duduk di trotoar, Laras menikmati malam berbitang dan dingin. Kamil menelpon Kakaknya.

"Iya, waduh dua jam lagi? Bagaimana Mbak Ras?"

"Aku sih tidak papa, aku telpon Ibu aku," ujar Laras lalu menelpon Ibunya dan menceritakan kronologi kejadiannya.

"Ibu tidak usah panik, aku baik, Allah masih melindungiku, jadi Ibu tenang ya, ini aku bersama Ustadznya Hikam. Ah ... keponya tidak, jangan macam-macam, tidak terjadi apa-apa aku sama Ustadz, Ibu heh, ih ... rempongnya, iya ... soalnya motornya mati jadi nunggu Kang Jami', Assalamualaikum," jelasnya lalu menutup telpon.

'Ibu ... ih, berharap banget kan jadi malu sama Ustadznya,' batin Laras merunduk.

"Mbak mau kacang rebus, kasihan kakek itu aku beli dulu ya," ujar Kamil berlari kesebrang jalan.

"Jangan PHP kalau mau ta'arufan dengan orang lain, kalau beginikan ... semakin tidak karuan. Aduh ... Laras stopkan rasa dia baik kesemua orang, jangan gr Laras," gumamnya, mengamati pemuda itu dari kejauhan.

"Ada harapan kalau dia berbeda dan tidak mungkin menyakitiku, tapi ... aku sangat kebayang masalaluku. Cinta bisa tumbuh namun juga dapat berubah menjadi kebencian. Aku tau Bang Zaki dan Mbak Naina masih sangatsaling cinta hanya keegoisan mereka yang mengalahkan cintanya. Apalagi Bang Zaki. Heh ... sebenarnya cinta bagaimana yang dapat abadi," gumam Laras merunduk merana merangkul kedua kakinya.

"Kalau mengikuti aturan agama IngsyaAllah langgeng," sahut Kamil duduk sambil memberikan kantong plastik berisi kacang.

"Kalau ada fitnah?" tanya Laras menatap nanar ke mata yang tidak berani melihatnya.

"Kuatkan rasa dari saling percaya," jawab cepat dari Kamil.

"Kalau salah satu selingkuh?"

"Intropeksi diri, dengan memperbaiki diri jangan membuat pasangan bosan dan balik lagi, kalau ikuti aturan agama dan ingat semua akan dosa pasti tidak akan ada perselingkuhan dan yang lain. Apa ada sesuatu yang membuat Mbak masih memilih menyendiri? Aku menangkap itu dari pertanyaan yang Mbak ajukan," ujar Kamil.

"He ... masalalu yang membuat aku begini. Aku juga sangat menyebalkan bukan?"

"Hehehe, terlihat judes sih memang. Tapi ... saat ngobrol begini ... aku nyaman," jelas Kamil lalu memberikan kacang yang sudah dikupas olehnya.

"Untukku?" tanya Laras, Kamil mengangguk, Laras menadahkan telapak tangannya. "Terima kasih," ujar Laras menatap pemuda yang sudah sibuk dengan kulit kacangnya.

'Perlakuan sederhana yang sangat istimewa. Aku melihat kelebihanmu yang lain. Iman dan taqwamu membuat aku sedikit berharap semoga kamu akan menjadi kekasih idamanku. Ya Allah ... sadarkan aku. Sudah cukup menjadi teman saja,' batin Laras lalu menatap langit.

Malam semakin dingin, Kamil merasa kasihan dengan Laras yang kedinginan.

"Aku tidak punya jaket, tapi ... ada ..." dia berdiri lalu membuka jok motornya mengambil sesuatu dari tas. Sajadah biru yang tebal. Dia datang lalu memberikan ke Laras.

"Pakai Mbak, aku punyanya sajadah," ujarnya, "Dilingkarkan di punggung," imbuhnya lalu duduk.

"Terima kasih," Laras memakainya.

"Mbak, aku melihat kasih sayang yang teramat dalam dari Bang Zaki,"

"Hikam adalah dunianya. Senakal apapun Hikam, Bang Zaki tidak tidak bisa marah lama. Tapi ... Bang Zaki juga sangat tegas. Sekarang ini mereka cukup bahagia, tapi juga tidak bisa dipungkiri kalau Hikam sangat rindu dengan Ibunya. Heh ... salah faham membuat hubungan cinta hancur. Kemarin aku sangat tersayat saat Hikam bertanya. Tan kalau aku dibuat oleh cinta kenapa aku ditinggalkan," Laras menghapus air matanya, Kamil melihatnya.

"Apa Bang Zaki tidak mau mengerti dengan keadaan putranya?" tanya Kamil.

"Mengerti ... tapi memungkiri. Dia merasa Hikam hanya butuh dia. Itu salah besarkan. Aku kalau bahas kakakku itu emosi," ujar Laras natural.

Biasanya para gadis menutupi kekurangan didepan pria, dia malah apa adanya dia.

"Sabar ... hehehe," Kamil menutupi tawanya.