Adrian sibuk memeriksa berkas-berkas di atas mejanya. Perusahaan miliknya dan juga ayahnya kini mulai berkembang dengan baik. Ayahnya memutuskan untuk menyerahkan perusahaan padanya karena ingin berfokus pada kesehatan. Ayahnya menderita diabetes sehingga dia harus banyak beristirahat, hidup sehat, dan menjauhkan diri dari stres. Awalnya Adrian tidak berminat untuk mengurus perusahaan ayahnya tetapi dia menerimanya hanya untuk menyibukkan dirinya sendiri. Adrian tidak bisa melupakan Kaylee. Dia kini menyadari bahwa dirinya jatuh cinta dengan wanita itu hingga akhirnya dia kehilangannya tanpa mendapat kesempatan. Sudah dua tahun lebih dia belum bisa menghilangkan perasaan untuknya. Setiap dia menemui wanita yang dikenalkan oleh ibu atau teman-temannya, dia selalu membandingkannya dengan Kaylee. Apakah dia wanita kuat seperti Kaylee? Apa dia menyenangkan untuk diajak bicara seperti Kaylee? Adrian tahu dia tidak boleh melakukan itu, mencari sosok Kaylee pada diri wanita lain.
Adrian membereskan berkas-berkasnya dan meletakkannya di atas meja. Dia memutar kursi untuk menghadap ke kaca besar yang menampilkan jalanan dan gedung-gedung kota. Adrian mendongak dan menatap langit yang mulai gelap. Dia ingat hari itu. Dia selalu ingat hari itu. Hari di mana ketika dia berlari dari apartemen dan mengendarai mobilnya dengan cepat menuju rumah sakit. Adrian berharap dia bisa melihat Kaylee terbangun meski dia tidak akan mengingatnya seperti yang terjadi pada Alexa. Dia berlari ke lorong rumah sakit dan menghindari bertabrakan dengan orang lain. Begitu dia berada di lorong ruangan VIP, Adrian mulai berjalan perlahan. Jantungnya berdegup kencang dan dia merasa gugup. Adrian melihat ruangan Kaylee yang pernah dia kunjungi. Tapi tidak seperti dulu, ruangan itu tidak lagi sepi. Adrian bisa melihat beberapa perawat dan dokter memasuki ruangan itu. Adrian berjalan perlahan dan mengintip ke arah pintu terbuka. Dia melihat Daniel dengan mata yang merah berbicara dengan salah satu dokter di sisi kiri ranjang. Matanya beralih ke tempat tidur. Nafasnya tercekat begitu dia melihat ke sosok yang tertutup selembar kain putih. Dia berjalan mendekat dengan langkah gontai. Tangannya yang gemetar menggapai kain putih dan membukanya secara perlahan. Itu dia. Dia masih cantik seperti terakhir kalinya dia berkunjung. Rambut cokelatnya masih tergerai di atas bantal, menghiasi wajah cantiknya yang memucat. Bibirnya yang berwarna Cherry kini memucat. Perlahan Adrian mengangkat tangannya ke wajah Kaylee hanya untuk merasakan kulitnya yang dingin. Adrian ingat dia hanya berdiri di sana dengan air mata mengalir di pipinya sebelum dia ditarik oleh Daniel yang memaki-makinya. Dia tidak ingat apa yang dikatakan Daniel, tapi dia yakin Daniel menyalahkannya. Adrian tidak bisa menyalahkannya.
Adrian juga mengambil tanggung jawab Alexa yang tampak bingung dengan keadaannya. Adrian menjelaskan apa yang terjadi pada adiknya setelah kecelakaan dan juga tentang Kaylee yang berada di tubuhnya. Adrian juga mendengarkan adiknya menceritakan apa yang terjadi malam itu sebelum dia tertabrak. Alexa pulang dari rumah Lily malam itu dan mendatangi kediaman salah satu temannya bernama Naura. Mereka bertengkar malam itu dan Naura mendorong Alexa ke tengah jalan. Alexa mengatakan bahwa Naura memang tidak sengaja mendorongnya karena pada saat itu Alexa berusaha menyerang Naura karena termakan emosi. Setelah mendengar cerita Alexa, Adrian membiarkan keputusan apa pun yang akan diambil Alexa. Adiknya bisa melaporkan Naura pada pihak berwenang terutama dengan adanya bukti-bukti dari rekaman CCTV yang diberikan Kaylee. Adrian benar-benar terkejut ketika mendengar ucapan Alexa pada saat itu.
"Aku tidak akan melaporkan Naura, Kak. Itu hanya kecelakaan. Tapi aku tidak akan pernah memaafkannya seumur hidupku atas apa yang dilakukannya. Bukan saat dia mendorongku tetapi ketika dia hanya menatapku setelah aku tertabrak. Dia mengabaikan aku ketika aku merintih kesakitan dan meminta tolong padanya. Dia hanya menggelengkan kepalanya dan berlari menjauh dariku sampai aku kehilangan kesadaran. Aku tidak akan pernah memaafkannya untuk itu." Ucap Alexa dengan ekspresi kecewa.
Adrian hanya menganggukkan kepalanya. Dia bisa mengerti bagaimana perasaan adiknya yang merasa dikhianati oleh Naura.
Pikiran kilas baliknya terganggu ketika ia mendengar suara ketukan pintu. Ketika dia berbalik, dia melihat sekretarisnya masuk ke dalam ruangan dan berjalan menghampiri mejanya untuk mendapatkan berkas-berkas.
"Pak Adrian ada undangan untuk malam ini." Ucap sekretarisnya sambil memeriksa buku kecil di tangannya.
"Undangan apa?" tanya Adrian.
"Undangan reuni dari universitas, pak. Ini undangannya."
Sekretaris wanita itu menyerahkan sebuah undangan dengan amplop berwarna perak dengan namanya tertera dengan di atasnya. Adrian membuka amplop itu dan melihat alamat pesta reuni. Sejujurnya dia tidak ingin datang tetapi sudah tiga hari temannya menghubunginya terus-menerus agar dia datang. Jadi dia akan datang meski terpaksa. Adrian memutuskan untuk pulang ke apartemennya untuk bersiap-siap. Lagi pula semua pekerjaannya sudah dia selesaikan. Adrian membuka laci di bawah meja kerjanya untuk mengambil kunci mobil. Tangannya terhenti ketika dia melihat sebuah buku merah muda yang diberikan adiknya. Perlahan tangan Adrian meraba buku itu dan mengelusnya dengan lembut. Alexa mengatakan bahwa itu adalah buku hariannya tetapi sebagian ditulis oleh Kaylee. Adrian mengambil buku itu dan menatapnya. Dia membuka buku itu dengan perlahan. Tampak beberapa halaman telah dirobek oleh Alexa yang kemungkinan berisi tentang curahan hati adiknya. Dia melihat tulisan tangan adiknya tetapi dengan kata-kata yang berasal dari Kaylee. Adrian sudah membacanya berulang kali. Kaylee menjelaskan tentang kejadian yang terjadi pada Alexa ketika dia berada dalam tubuh adiknya dan juga beberapa nasihat. Hatinya selalu tercekat ketika dia membaca kata-kata yang ditulis Kaylee untuk adiknya tentang dirinya.
Alexa, kau tahu aku menyukai kakakmu. Tapi aku tidak yakin apa aku bisa bertemu dengannya lagi atau tidak. Pastikan kakakmu mendapatkan kekasih yang cantik dan baik hati. Tentu saja tidak ada wanita yang akan menarik sepertiku tapi aku yakin banyak wanita yang pantas untuk kakakmu. Aku harap kau dan kakakmu belajar untuk mencintai diri sendiri dan mencintai seseorang yang mencintaimu. Jangan memaksakan cinta pada orang yang tidak bisa menerimamu.
Kaylee...
Adrian menutup buku itu dan meletakannya kembali ke dalam laci. Kaylee benar, tidak ada satu pun wanita yang menarik seperti dirinya. Itulah yang membuat dia sulit untuk melupakannya. Adrian bahkan tidak yakin dia akan menemukan wanita yang akan dia cintai. Adrian bangkit dari kursinya dan memutuskan untuk bergegas ke apartemennya.
Suasana klub malam tampak ramai ketika Adrian datang. Musik yang memekakkan telinga menyambutnya. Adrian mengernyit dan berjalan menjauh dari keramaian. Seorang petugas keamanan berjalan di depannya dan mengarahkan Adrian sebuah ruangan di lantai atas yang jauh berbeda. Petugas keamanan itu membuka pintu ruangan yang rupanya kedap suara. Adrian masuk dan melihat teman-teman masa kuliahnya dulu berkumpul dan menyambutnya. Adrian duduk di kursi yang tak jauh dari pintu dan mengobrol dengan orang yang duduk di sampingnya.
Setengah jam berlalu dan dia mulai bosan. Adrian berpamitan pada yang lainnya untuk pulang. Awalnya teman-temannya mencegahnya namun akhirnya membiarkannya. Banyak temannya yang sudah mabuk sedangkan dia hanya meminum soda atau air mineral. Dia turun ke lantai satu untuk pulang tapi langkahnya terhenti ketika dia melihat bar. Adrian bukan peminum tetapi bukan berarti dia tidak pernah merasakan minuman beralkohol. Dia berjalan ke arah bar, melewati orang-orang yang berada di lantai dansa yang menghalangi jalan. Ketika dia sampai, Adrian memesan tequila. Pesanannya tiba tak lama dan dia mencium aromanya sebelum menyesapnya dengan pelan. Matanya hanya tertuju pada minuman tetapi dia sadar ketika seseorang duduk di sampingnya. Dia tersentak kaget ketika sebuah tangan membelai lembut bahunya. Adrian menoleh dan melihat wanita dengan gaun merah yang tampak provokatif mulai menggodanya tetapi dia menolaknya dengan sopan. Sudah tiga kali dia mendapatkan perlakuan itu dan dia sudah muak. Adrian tahu dia hanya harus membayar minumannya dan berjalan pergi tetapi entah mengapa dia tidak melakukannya. Adrian memesan minuman yang sama untuk ketiga kalinya tapi dia merasa mabuk belum menyerangnya. Dia menyesap minumannya secara perlahan sembari mengedarkan pandangannya ke sekitar lantai dansa. Tangan Adrian yang memegang gelas berhenti di tengah jalan ketika dia hendak minum setelah dia melihat siluet seseorang yang dikenalnya. Dia menutup matanya dan menggelengkan kepalanya lalu membuka matanya untuk melihat di tempat yang sama. Adrian tidak yakin apa yang dilihatnya nyata atau tidak tetapi dia melihat sekilas wajah Kaylee di tengah kerumunan. Dia yakin bahwa dia tidak terlalu mabuk untuk membayangkan sesuatu. Adrian mengedarkan pandangannya sekali lagi tapi tidak ada wajah Kaylee seperti yang diharapkannya. Dia menghela nafas dan bahunya merosot ketika kekecewaan menghantamnya. Mungkin aku merindukannya. Batin Adrian.
Adrian memutar kursi dan menghadap ke bartender yang menawarkan minuman namun di tolak oleh Adrian. Adrian hanya menyandarkan kedua sikunya di atas meja dengan tatapan di gelasnya. Tiba-tiba dia merasa pergerakan di sisi kirinya. Adrian tidak repot-repot untuk menoleh ke seseorang yang duduk di kursi sampingnya. Adrian masih menundukkan kepalanya dan terfokus pada gelasnya. Dia merasa orang yang duduk di sampingnya kini menatapnya tetapi dia hanya mengabaikannya. Adrian melirik seseorang yang duduk di samping melalui ujung matanya. Itu adalah seorang wanita dengan pakaian gelap. Adrian sengaja tidak menoleh ke arahnya dan melihat wajah wanita itu karena dia tidak ingin wanita itu berpikir bahwa dia tertarik padanya atau apa pun.
"Aku tidak menyangka akan bertemu dengan pria tampan sepertimu di tempat seperti ini." Suara wanita itu berkata padanya dengan cara menggoda.
"Jadi, apa yang kau lakukan di sini jika kau hanya membuang waktu duduk di bar ini?" lanjut wanita itu ketika Adrian hanya diam.
Adrian mendengar wanita itu menghela nafas berat lalu terkekeh. Dia biasanya akan merasakan tidak enak tetapi dia hanya ingin sendiri. Adrian menyesap minumannya ketika merasa wanita itu mulai duduk mendekat ke arahnya. Dia tahu wanita itu masih menatapnya. Adrian meletakan beberapa lembar untuk membayar minumannya dan bangkit dari kursinya. Dia hendak pergi ketika mendengar ucapan wanita itu yang menghentikan langkahnya.
"Wah, kupikir kau akan senang melihatku hidup, Adrian."
Adrian menoleh dengan cepat. Dan di sanalah dia melihat wanita yang tengah duduk dengan menyandarkan sisi kepalanya di atas tangannya sambil menatapnya dengan senyuman manis. Lampu sorot klub malam kini menerpa wajahnya dan memperjelas apa yang dilihat Adrian bukanlah khayalan atau imajinasinya. Dia masih cantik seperti pada saat dia melihatnya di rumah sakit. Dan dia hidup. Kaylee..