--- playlist untuk chapter ini adalah Ingenue dari Eline Moss---
Elle tidak bisa mempercayai matanya.
Penglihatan miliknya jelas sedang menipu dan Elle tahu siapa dalang disebalik itu, Etter.
Sosok didepan Elle tidak asing baginya. Akan tetapi, Elle kenal betul dengan sosok tersebut. Dia adalah orang dari masa lalu yang membersamainya.
Sosok itu adalah dia, Elleta Ido muda yang berusia awal dua puluhan. Iya benar. Elle tidak mungkin salah lihat.
Jika pun matanya rabun dalam detik itu juga, Elle tidak akan bisa salah mengenanli dirinya dalam wujud yang lebih muda.
"Apa yang kamu lakukan dengan tubuh itu, Etter?" pekik Elle terlalu terkejut untuk bisa berpikir jernih.
"Ini adalah diriku, Etter." jawab Etter singkat dan dalam posisi yang begitu tenang.
Seakan apa yang Elle perbuat hanya lah sebuah kepanikan tanpa dasar.
Etter berjalan mendekati Elle yang gemetar hebat. Takut, gundah, frustasi dan entah apa lagi perasaan yang sedang berkecamuk dalam hatinya melihat sosok itu, Etter dalam rupanya sewaktu muda, perlahan berjalan mendekat.
"Bukan. Tidak mungkin. Tubuh itu, wajah itu adalah aku yang muda beberapa tahun yang lalu." pekik Elle histeris.
"Mungkin benar apa yang kamu katakan. Dan memang benar. Aku adalah Etter. Aku hanya mengambil rupa dari bagian usia dirimu dalam kondisi terbaiknya. Ya, Elleta Ida dalam usia awal dua puluh tahun adalah tubuh yang paling baik. Saat dimana masa keemasan itu akan datang dan dimana saat sebentar lagi kamu akan dilamar Elliot. Bukan begitu?" terang Etter dalam ketenangan yang mencurigakan.
"Itu, mustahil. Bagaiamana kamu bisa tahu aku... aku...dan apa yang terjadi padaku dulu?" sergah Elle hanya semakin merasa frustasi mendengar ucapan Etter.
Terlebih lagi dengan tubuh itu, wajah itu, postur itu, gestur itu dan bahkan suara itu. Semua itu adalah miliknya saat berusia dua puluh tahun. Dan bagaimana Elle bisa mempercayai omong kosong yang saat ini Etter tunjukan padanya?
"Mudah saja. Karena aku lahir, aku tercipta dari sebagian besar dirimu...Elle." jawab Etter tenang yang sama seperti tadi.
"Aku tidak mengerti?" tukas Elle bingung.
Dan bukan hanya bingung. Elle benar-benar tidak mengerti apa yang coba Etter jelaskan padanya. Elle merasa jika kini hidupnya ada dalam sebuah novel fantasi yang sangat konyol.
"Etter adalah aku. Etter adalah perwujudan dari ketakutan, kecemasan, hasrat, keputusasaan dan ketidakberdayaan yang kamu alami, Elle. Aku adalah sebuah entitas yang lahir dalam kurun waktu seribu tahun sekali. Dan tujuanku adalah untuk membersihkan segala ketidakadilan yang terjadi di semesta jagad ini. Terutama yang terjadi di Kekaisaran Galaksi Solar. Karena sudah terlalu banyak kejahatan yang terjadi dan merenggut banyak kebebasan dari warga sipil. Kumpulan entitas makhluk hidup yang harus aku lindungi kelestariannya." ucap Etter penuh makna.
Jika itu Elle muda, ia akan berbicara semacam orasi tersebut dengan penuh berapi-api tetapi yang Etter lakukan adalah sebaliknya. Etter penuh dengan ketenangan tidak tergoyahkan dan auranya seperti ratu agung yang tidak terbantahkan.
Keberadaan Etter didekat Elle mau tidak mau merenggut keputusasaan yang Elle alami beberapa waktu lalu. Dan tanpa ia sadari, tangan Elle meraih keningnya yang ternyata masih ada peluru menancap separuh dikeningnya sendiri.
Elle bahkan tidak menyadarinya selama ini. Karena sejak pertemuan misteriusnya dengan Etter, ia tidak sekali pun merasakan sakit akibat tembakan timah panas itu.
"Baik, baik. Anggap saja aku percaya omong kosongmu itu. Pertanyaannya kenapa harus aku?" rajuk Elle menuntut sebuah penjelasan lebih banyak kepada Etter.
"Sebenarnya, ada banyak kandidat lain. Hanya saja, coba kamu jawab pertanyaanku ini. Apa kamu bersedia mati konyol oleh pria berjubah itu tanpa tahu alasan yang jelas kenapa kamu ikut terseret konflik yang kamu pun tidak tahu tentang apa itu?" tunjuk Etter memandang Elle penuh lekat.
Tatapan mata Etter, dengan sosok tubuh Elle muda mau tidak mau membuat Elle terhipnotis kemasa lalu. Elle samar-samar ingat tentang sebuah pesta kecil penyambutan mahasiswa baru dimana ia sebagai salah satu panitianya.
Dari situlah awal mula ia bertemu dengan Elliot. Mahasiswa kedokteran tingkat akhir yang kebetulan datang ke kafe tempat acara itu berlangsung.
Kesan pertama, pertemuan mereka biasa saja. Tidak ada sesuatu yang spesial dari pertemuan pertama mereka. Bahkan tidak ada tukar sapa yang membekas dihati.
Lebih tepat mereka hanya bertemu sambil lalu.
Kembali ke masalah Elle yang tidak bisa menjawab pertanyaan yang Etter tunjukan padanya. Masalah terbesar Elle adalah kebingungannya sendiri.
"Tentu aku tidak mau mati konyol dengan seperti apa yang kamu katakan baru saja. Aku juga ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi. Dan kenapa atau ada hubungan apa dengan Elliot sebenarya." kata Elle mengakui.
Etter tidak langsung membalas ucapan Elle atas jawabannya itu. Etter hanya memandang Elle penuh lekat dan tanpa Elle tahu apa maknanya. Namun, satu hal yang pasti adalah tatapan Etter padanya bukan seperti tatapan orang yan sedang mengintimidasi. Hanya seperti ...
"Jujur, aku kasihan kepadamu, Elle. Kenapa dari sekian trilyun manusia di jagad semesta ini aku harus bertemu denganmu untuk menjalankan misi yang ketiga ratus lima kalinya? Apa kamu percaya dengan takdir, Elle?" tanya Etter, mendesah seperti seorang guru yang mendapati muridnya tidak mengerjakan pekerjaan rumah karena sibuk bermain game online.
"Mana aku tahu. Lagipula itu bukan urusanku." sanggah Elle tidak mau memberi balasan yang nantinya hanya akan memicu ceramah panjang Etter tentang nya.
Tentang pengetahuan Etter tentang dirinya yang bahkan Elle sendiri tidak cukup untuk menyadarinya.
"Benar. Kalau begitu mari kita sepakat kalau kamu dan dimasa depan jangan pernah menatap diriku dengan tatapan penuh cemburu karena aku mengambil wujudmu yang berusia dua puluh tahun. Perlu kamu ketahui, setiap dalam misiku selama ribuan tahun maka aku akan selalu mengambil wujud dari orang yang diberikan gelang energi batu kristal itu oleh takdir." ucap Etter kembali menatap Elle lekat.
Takdir?
Tentu Elle tidak seratus persen percaya dengan adanya takdir. Lagi pula takdir macam apa ini, yang hanya mungkin terjadi dalam cerita fiksi?
Namun, sebagai gantinya Elle hanya mengangguk setuju.
"Jadi, berdasarkan keteranganmu tadi maka apa tugas yang harus aku lakukan selanjutnya?" tanya Elle mencoba mengalihkan pembicaraan tentang takdir dan tentang dirinya.
Elle sangat tidak suka jika harus membahas sesuatu yang bernama takdir. Terutama ketika itu berhubungan dengan Elliot, suaminya yang kini entah bagaimana nasibnya.
Lalu dengan Ellisa yang ingin sekali Elle selamatkan jasadnya namun nyatanya takdir berkata lain.
"Oke. Untuk menjalankan tugasmu yang selanjutnya kita akan menuju Istana Utama Kekaisaran Galaksi Solar." perintah Etter.
...
-tbc-
Terima kasih telah membaca cerita ini. Bagaimana perasaanmu setelah membaca bab ini?
Silahkan tinggalkan komen paragraf atau komen chapter atau saran dan kritik kamu. Jika berkenan bisa berikan power stone kamu untuk mendukung cerita ini menjadi lebih baik lagi.
Terima kasih dan salam sayang.