webnovel

Sleepy Bookmaster

Ketika umurnya beranjak sepuluh tahun, Bayu tiba-tiba mendapati dirinya mengidap narkolepsi. Hidupnya yang dipenuhi tawa pun berubah menjadi kelam. Rasa kantuk selalu manghantui dirinya, membuat masa kecilnya lebih sering ia habiskan di kamar untuk tidur dan membaca buku. Waktu berlalu, Bayu kini telah lulus kuliah di umurnya yang ke-22. Namun pada suatu hari Bayu tiba-tiba mewarisi artifak berupa perpustakaan yang tertanam di alam bawah sadarnya. Di dunia yang telah dipenuhi oleh mahluk-mahluk fantasi dan supranatural, Bayu sedikit bergairah untuk melakukan sesuatu dengan kekuatan barunya. "Mari buat dunia ini semakin kacau balau! Haaa... tapi kalau kupikir lagi, aku terlalu mengantuk, mendingan juga tidur."

hatentea · Fantaisie
Pas assez d’évaluations
299 Chs

Bunuh Diri? (4)

Jalan Restu Kencana, Kota Kembang.

Depan rumah Adi Hamerfid, berdiri seorang lelaki bertopeng yang mengenakan setelan rapi serta topi bowler di atas kepalanya. Bayu yang sedang mencermati pekarangan rumah Adi menggelengkan kepalanya. Dua hari sudah berlalu sejak kepergian kedua orang tua Lesti ke kota asal mereka.

Bayu memandangi halaman rumah Adi yang sudah rapi seperti taman kota. Selama menetap di rumah Adi, Ibu Nastion dengan rasa syukur, menawarkan diri untuk membersihkan halaman rumah ini. Hasilnya? Rumah yang tadinya tampak berantakan pun berubah drastis.

'Ayu, pantau aktifitas Adi.'

<Baik tuan,>

Saat ini Adi sedang menghadiri sebuah studio dari seorang streamer LIFE. Adi didatangkan sebagai tamu narasumber dalam menyinggapi kesehariannya sebagai avonturir baru.

Bayu berjalan ke depan pintu rumah, mengambil suatu selotip yang sudah tertempel oleh sidik jari Adi. Sidik jari yang ia dapatkan dari gelas plastik yang dibawa oleh Najia. Bayu tempelkan selotip itu ke mesin pemindai di samping pintu, setelah mesin mengkonfirmasi, alat itu meminta Bayu untuk memasukkan nomor sandi. Bayu sudah mengetahui sandi rumah dari buku yang ia baca, pintu rumah di depannya pun bergeser terbuka.

<Apa tidak apa-apa, tuan? Bukankah ada kamera pengintai di rumah ini?>

'Tidak apa-apa, aku malah ingin kamera itu merekamku,'

Bayu kemudian melihat kamera yang terpasang di langit-langit teras. Wajahnya yang memakai topeng terekam dengan jelas oleh kamera. Di balik topengnya sudut mulut Bayu terangkat. Bayu lalu masuk dan mengunci kembali pintu rumah.

Dalam rumah, Bayu menjelajahi setiap sudut rumah lalu berhenti di sebuah lorong yang menghubungkan garasi dengan dapur. Bayu melihat langit-langit lorong yang terdapat pintu mengarah ke loteng. Bayu kemudian pergi ke garasi mengambil tangga lalu menyimpan tangga di bawah pintu loteng.

Bayu membuka pintu loteng dan dia melihat sebuah kain seprai kuning dan sepasang baju terbaring di pojok loteng. Melihat ini Bayu menyeringai.

'Orang bodoh ini beneran lupa untuk menghilangkan barang bukti,'

Bayu mengambil seprai dan baju itu lalu berjalan ke dapur mencari kantong. Setelah menemukan satu eco bag dia menyimpan barang-barang bukti untuk nanti ia bawa pergi.

Setelah merasa bosan mengelilingi rumah, Bayu berjalan ke rak buku yang ada ruang tengah. Mengambil sebuah buku lalu duduk dan membaca buku itu di sofa ruang tengah.

Sekitar satu jam berlalu, matahari sudah mulai terbenam, Bayu yang sedang membaca tiba-tiba mendengar suara Ayu di pikirannya.

<Tuan, target sudah menyelesaikan kegiatannya, sekarang sepertinya dia akan pergi untuk makan malam bersama pihak studio.>

'Hmmm…'

Bayu lalu menutup buku yang sedang dibacanya. Tubuhnya ia sandarkan di sofa, lalu memejamkan matanya dengan kepalanya yang mengarah ke langit-langit. Tidak lama, Bayu menghebuskan nafas panjang dan beranjak dari sofa.

Bayu berjalan kembali ke garasi, mengambil sebuah kotak yang berisikan alat-alat perkakas seperti palu dan paku. Setelah itu Bayu pergi ke kamar Adi dan menemukan sebuah kursi yang terbuat dari kayu. Bayu menarik kursi itu, menggesernya hingga ke depan pintu rumah. Bayu lalu memaku bagian bawah kursi dengan paku-paku yang memiliki panjang minimal sepuluh sentimeter.

Merasa telah cukup, Bayu lalu melihat bagian kursi yang biasa diduduki telah dihiasi oleh puluhan ujung paku. Bayu menunduk puas. Lalu meletakkan kursi itu tidak jauh dari pintu depan. Bayu lalu menilik kembali kotak perkakas yang ia bawa, dan menemukan sebuah gulungan tali pancing.

Bayu lalu mengikatkan tali pancing itu ke sebuah kabinet yang berada pojok samping kanan sejajar dengan pintu depan berada, lalu Bayu menggeser sofa yang tadi ia duduki dan meletekkannya di pojok samping kiri ruangan sejajar dengan pintu. Tali yang sudah terikat dengan kabinet dia tarik lalu ikatkan ke sofa yang tela ia bawa. Setelah beres, Bayu menyentil tali pancing yang sudah terentang dari pojok ke pojok di depan pintu, merasa rentangannya sudah cukup kuat, Bayu menunduk puas.

<Tuan, maaf, tapi apa ini tidak terlalu kekanak-kanakan? Saya merasa kalau target tidak akan terkena jebakan seperti ini>

Bayu memandangi hasil kerjanya, dalam hatinya timbul keraguan. Bayu tadinya hanya berpikir untuk mencoba adegan yang biasa ia lihat di film dan kartun, tapi melihat ini dia menimbang-nimbang kembali.

'Ini sudah oke, aku yakin!'

Tegas Bayu mengukuhkan dirinya kalau dia tidak membuang-buang energi dan waktu. Bayu lalu berjalan ke dapur mengambil sebilah pisau daging.

<Tuan…>

'Ini buat plan B, semua rencana harus ada plan B-nya oke?'

<Baik tuan>

Bayu lalu mengambil kembali buku yang tadi ia baca. Duduk di sofa yang sudah ia pindahkan, menunggu kedatangan pemilik rumah.

***

Di depan rumah sebuah mobil terbang berhenti, Adi Hamerfid turun dari mobil lalu berjalan dengan terhuyung ke rumahnya. Dalam acara makan malam yang ia hadiri, Adi menghabiskan tiga botol vodka sendirian. Mukanya kali ini sudah tampak merah menyala, matanya terlihat berat untuk dibuka. Sesekali terdengar suara tawa mencemooh dari diri Adi.

Dengan susah payah, Adi berjalan perlahan untuk mencapai ke pintu rumahnya. Setelah sampai dengan pikiran linglung dia merogoh semua saku yang ada dirinya. Beberapa menit kemudian Adi mulai kesal karena tidak juga menemukan kunci rumahnya. Lalu Adi berjongkok di depan pintu, pandangannya kosong ke arah pintu yang ternyata tidak memiliki gagang.

Adi seketika memukul-mukul kepalanya, menganggap betapa bodoh dirinya. Adi barulah sadar kalau pintu rumahnya tidak memakai kunci fisik, kemudian dia melihat kotak pemindai di samping pintu. Di bawah pengaruh alkohol, Adi menempelkan jari jempolnya di mesin pemindai lalu memasukkan nomor sandi. Untuk beberapa percobaan, Adi gagal memasukkan nomor sandinya. Pandangannya sudah begitu kabur. Setelah percobaan kelima akhirnya pintu rumah pun terbuka.

Seketika pandangan Adi tertuju pada satu buah kursi kayu yang berada di depannya. Sementara ia termangu, lalu merasa kalau dirinya mulai berhalusinasi. Adi pun mulai melangkah masuk, namun tidak dia sangka, tubuhnya tiba-tiba hilang keseimbangan. Adi melihat dunia di sekitarnya mulai berputar. Adi tidak sadar kalau tubuhnya tersandung dan dengan adanya gaya gravitasi, kepala Adi pun terjatuh pada tumpukan paku di kursi. Seketika itu juga Adi Hamerfid tewas.

Darah mulai mengalir dari atas kursi ke lantai. Tubuh Adi tergeletak tidak bernyawa. Sampai akhir hidupnya, Adi tidak sadar kalau dirinya telah meninggal.

Tidak jauh tubuh Adi, Bayu yang sedang duduk di sofa dengan buku ditangannya menyaksikan peristiwa di depan pintu. Mau itu Bayu ataupun Ayu yang berada di dalam perpustakaan membaca buku Adi, keduanya terdiam seketika saat Adi menghebuskan nafas terakhir.

"Apa aku bilang? Jebakannya sukses, kan?"

<Ini… saya merasa ini terlalu anti-klimaks tuan>

"… aku juga merasakan hal yang sama," Bayu lalu melihat pisau daging yang tergeletak di samping sofa.

Bayu lalu mendekati jasad Adi, dia pandangi tubuh yang sudah tidak bernyawa itu. Dalam hatinya, Bayu sudah bersiap diri melakukan pembunuhan, dia belajar dari buku dan film kalau pembunuhan pertama biasanya berdampak buruk bagi mental pelaku. Namun, setelah dia melihat jasad Adi selama apapun, Bayu tidak merasakan apa-apa. Dia merasa kalau ini sama saja sperti melihat korban pembunuhan dalam film. Bayu lalu mengangkat bahunya sambil menggelengkan kepala.

Bayu lalu menatap ke langit-langit ruangan, matanya terpaku pada kamera pengintai yang terpasang di sana. Bayu lalu membungkukan badannya dengan tangan kanannya di bagian depan jantung. Bayu terlihat seperti seorang pemain sandiwara yang berterima kasih pada penontonnya.

Bayu kembali memfokuskan dirinya ke tubuh Adi, dia mulai menggeledah tubuh yang bersimpah darah itu. Bayu mengambil cincin dan keris yang ada ditubuh Adi. Kedua benda ini merupakan artifak yang dikontrak oleh Adi.

Cincin [Badar Besi] memiliki kekuatan magnetik, dengan cincin ini pemiliknya dapat menarik besi-besi dalam jarak lima meter di sekitarnya.

Keris [Tayuhan] memiliki kemampuan untuk melancarkan serangan aura jarak jauh hingga sepuluh meter dari pemakainya.

Sebagai seorang sejarawan mitos, Bayu dapat langsung mengidentifisaki kedua artifak milik Adi. Belum lagi kedua artifak itu hanyalah artifak kelas normal, yang tidak terlalu sulit ditemui di toko artifak. Bayu lalu memasukkan kedua artifak itu ke dalam kantong yang sudah dia persiapkan sebelumnya.

Bayu meneliti kembali tubuh Adi, berdasarkan informasi di buku, Bayu mengetahui kalau Adi memiliki satu artifak lagi. Artifak ini tertanam di alam bawah sadar Adi. Namun bagi Bayu mengeluarkan artifak tersebut tidaklah sulit.

Bayu memfokuskan aura miliknya ke lima ujung jari kanannya. Tidak lama, lima api kecil berwarna biru muda muncul di ujung kelima jarinya. Bayu lalu membalikkan badan Adi dengan kakinya, tangan kirinya lalu merobek baju Adi hingga bagian dadanya terekspos.

Bayu lalu menusukan jari-jari di tangan kanannya ke bagian dada kiri Adi, di mana jantung terletak. Api-api biru yang sudah tertanam di dalam tubuhnya lalu mengalir ke jantung Adi dan menyelubunginya. Bayu mengangkat tangan kanannya, dan menunggu. Selang tiga menit, dari lima lubang yang ia hasilkan, keluar partikel-partikel cahaya emas yang kemudian berkumpul di depan Bayu. Setelah semua pertikel cahaya keluar, semua pertikel yang telah berkumpul lalu berubah menjadi sebuah keris.

Bayu meraih keris yang melayang di atas tubuh Adi. Walau sudah ia baca, Bayu masih tidak menyangka kalau avonturir pemula seperti Adi memiliki artifak kelas pusaka. Kelas-kelas artifak terbagi menjadi lima kelas; normal, langka, pusaka, legendaris, dan mistikal.

Keris yang dimiliki Adi adalah artifak kelas pusaka, yang biasanya hanya dimiliki oleh avonturir kelas emas ke atas. Walaupun kelas pusaka memiliki peringkat yang lebih rendah daripada legendaris, namun kekuatan kedua kelas artifak ini tidak berbeda jauh. Perbedaan keduanya hanyalah dari sejarah artifak itu sendiri. Kelas legendaris memiliki sejarah yang dikenal oleh dunia, sedangkan kelas pusaka biasanya hanya memiliki sejarah yang dikenal oleh penduduk lokal artifak tersebut.

Bayu memerhatikan keris di tangannya, pada bagian pangkal di bilah kerisnya terukir seekor naga. Naga diukiran memiliki tangan dan rambut yang panjang seperti singa. Kedua mata Bayu yang sayu itupun tampak berbinar.

'Keris [Nogo Siluman]!'

Walaupun Bayu tahu kalau terdapat artifak lain yang dimiliki Adi, sayangnya Adi si pemilik tidak mengetahui artifak yang ada pada dirinya. Jadi dalam bukunya pun hanya bertuliskan artifak langka yang diberikan oleh kakakknya.

'Seperti yang sudah diduga dari adik seorang Hakam The Goliath, artifak yang didapatkan dari kakaknya bukanlah artifak biasa'

Bayu sekali lagi mencermati setiap lekukan keris di tangannya, setelah merasa puas. Bayu masukkan artifak itu ke kantong lalu mengambil kantong lain yang berisikan seprai dari kamar Lesti.

Sebelum Bayu meninggalkan rumah, dia kembali merogoh saku di celana yang Adi kenakan. Bayu mengambil ponsel milik Adi, lalu membukanya dengan memindai jempol Adi. Setelah terbuka Bayu lalu mencari kontak Rizki Howen, lalu memasang panggilan otomatis untuk keesokan harinya.

Setelah semuanya beres, Bayu melempar ponsel ke tubuh Adi, dan dia pun berjalan keluar sambil menutup kembali pintu.

Selama perjalanan pulang, Ayu yang sedari tadi diam dan membaca seluruh kejadian dari buku tuannya, mulai bertanya tentang artifak yang terakhir diambil oleh Bayu.

<Tuan Bayu… apa tuan tahu tentang artifak kelas pusaka yang muncul terakhir?>

"Tentu aku tahu, walau begini aku masih seorang sejarawan mitos yang bersetifikat. Keris ini memiliki nama [Nogo Siluman], keris ini pernah dimiliki oleh Pangeran Dipenogoro jauh di dunia sebelum dunia kiamat,"

<Tuan tahu tentang kekuatannya juga?>

"Aku mempunyai beberapa hipotesis, tapi untuk mengkorfimasinya aku butuh kontraktor untuk artifak ini,"

Bayu bukannya tidak ingin mengontrak artifak itu untuk dirinya sendiri. Namun Bayu tidak bisa, setiap orang hanya bisa mengontrak satu hingga lima artifak, yang berdasarkan jumlah aura yang dimiliki oleh si pengontrak.

Di dalam diri Bayu terdapat artifak perpustakaan yang juga membawa dua artifak lain. Jadi Bayu sudah memiliki tiga artifak yang memenuhi kapasitas aura yang dia punya. Hal ini membuat Bayu tidak mungkin untuk mengontrak [Nogo Siluman], bahkan mengontrak kelas normal seperti [Tayuhan] pun sudah tidak mungkin bagi dirinya, apalagi kelas pusaka.

Bayu hanya bisa menghela nafas panjang dan merasakan tubuhnya yang cukup lelah.

'Untungnya penyakitku tidak kambuh kali ini'

Pikir Bayu kembali mengeluarkan nafas lega.