webnovel

7B. JUWARIYAH

MOHAMMED'S WIVES (Part-10)

Menariknya kisah tentang bagaimana Muhammad menikahi Juwairiyah seperti yang ditulis oleh para sejarawan muslim awal, membuat anomali dimana Allahnya pun memuji-muji Muhammad dengan ayat ayat seperti berikut ini:

- "Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung" (QS. 68:4).

- "Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu…" (QS 33;21).

Pertanyaannya adalah; apakah ia benar-benar Insan Kamil dengan standar budi pekerti dan moral yang baik, serta teladan yang baik untuk diikuti tanpa kritik apapun?

Mari kita analisa berdasarkan logika umum, apakah Muhammad benar-benar teladan yang baik bagi kemanusiaan..? Muhammad menyerang penduduk bani Mustaliq tanpa peringatan dan mengejutkan mereka. Ini disebut terror. Mengapa? Karena mereka adalah sasaran empuk dan banyak yang bisa dijarah. Seperti biasanya kaum muslim membunuh orang-orang Yahudi, menjarah harta milik mereka, kemudian memperbudak orang-orang yang tersisa. Apakah ini adalah tingkah-laku seorang yang patut diteladani?

Sejarawan muslim menulis, "Sesuai dengan praktek pada masa itu, semua tawanan dijadikan budak dan dibagi-bagikan di antara prajurit-prajurit muslim yang menang". Ketika kita membaca sejarah Islam, kita melihat ini seolah-olah adalah praktek umum yang dilakukan oleh orang-orang pada zaman itu. Ironisnya, isepanjang sejarah Arab pra-Islam yang disebut zaman Jahiliah, justru hal seperti ini tidak terjadi. Pada zaman itu mereka berperang antar suku, tapi tidak menjarah, dan tidak menganggap menyetubuhi wanita dari suku lawan sebagai tindakan lazim. Namun pertanyaannya tetaplah sama; Beginikah tingkah-laku seorang utusan Tuhan?

Muhammad sendiri disebut sebagai rahmat Allah bagi semesta alam (QS 21;107). Apakah perbedaan antara "Rahmat Allah" ini dengan seorang pemimpin berdarah dingin yang menjarah milik orang lain? Jika hal ini didalilkan sebagai praktek yang biasa dilakukan orang Arab, tidak dapatkah seorang utusan Tuhan mengubahnya dan memperbaikinya? Mengapa sampai terlibat dalam praktek barbar yang sama seperti itu? Bukankah dikatakan bahwa ia datang justru untuk memberi kabar baik dan teladan untuk diikuti semua orang?

Mengapa orang dengan klaim manusia mulia itu bersikap sama barbarnya dengan orang-orang yang dia perangi karena musyrik dan jahili? Apakah ia datang untuk memberi teladan yang baik untuk diikuti atau mengikuti perbuatan-perbuatan buruk orang-orang pada jamannya?

Para apologis muslim mengatakan bahwa Muhammad "tersentuh". Sudah tentu ia tidak tersentuh oleh belas kasihan. Muhammad tidak membebaskan Juwairiyah karena ia mengasihani wanita ini. Ia sama sekali tidak menunjukkan rasa belas kasihan seperti itu. Tapi Muhammad menginginkan Juwairiyah untuk dirinya sendiri.

Tidak seperti yang dipikirkan banyak orang, niat-niat Muhammad bukanlah untuk mempertobatkan orang kepada keluhuran nurani dari ajaran agama. Tapi lebih kepada mendapatkan kekuasaan dan dominasi. Agama hanyalah sebagai alat. Ia menimbang tiap kasus dan memperhitungkan untung-ruginyanya. Maka dalam banyak kasus, lebih baik bagi Muhammad jikalau orang-orang tidak diperingatkan, sehingga bisa diserang seperti bani Mustaliq dan lainnya. Muhammad tidak cukup bijak untuk memperingatkan bani Mustaliq dan banyak kelompok lainnya yang telah ia serang, dan yang harta bendanya mereka jarah. Pengumpul hadis lainnya meriwayatkan:

Sahih Muslim, Buku 019, No 4292;

Ibn 'Aun melaporkan: Aku menulis kepada Nafi' menanyakan darinya apakah perlu memperingatkan (pada orang-orang kafir) berupa undangan untuk menerima (Islam) sebelum memerangi mereka. Ia menulis (sebagai jawaban) padaku bahwa hal itu penting ketika di awal berdirinya Islam. Tapi Rasul Allah menyerang Banu Mustaliq saat mereka tidak siap dan ketika ternak mereka sedang minum air. Ia membunuh mereka yang melawan dan menawan yang lainnya. Pada hari itu juga, ia menawan Juwairiya bint al-Harith. Nafi' mengatakan bahwa tradisi ini dikaitkan dengannya oleh Abdullah bin Umar yang (ia sendiri) adalah salah seorang dari anggota pasukan yang melakukan penyerangan."

Para jihadis muslim menyimpan sunnah ini (contoh-contoh yang harus diteladani dari Muhammad) setelah kematian nabinya. Ketika sebuah pasukan muslim menginvasi sebuah kota, mereka tidak mengijinkan orang-orang di kota itu untuk berpaling pada Islam selama tiga hari. Selama tiga hari itu, mereka membunuh sebanyak mungkin orang yang bisa mereka bunuh, menjarah harta benda mereka dan memperkosa anak-anak perempuan dan isteri-isteri mereka. Hanya setelah penduduk kota itu sudah semakin berkurang dan perempuan-perempuan muda dan anak-anak yang bisa dijual sebagai budak sudah ditangkap, barulah dijalankan kampanye Islamisasi dengan mandatnya agar semua orang memeluk Islam.

Orang-orang Yahudi dan Kristen diberikan perlindungan untuk hidup, yaitu supaya mereka masuk kedalam "dhimmitude". Dhimmi artinya orang yang dilindungi. Tetapi kaum dhimmi harus membayar atas perlindungan yang mereka dapatkan dari orang-orang Islam. Pembayaran ini dikenal sebagai jizyah, dan menjadi pajak sebagai salah satu sumber penghidupan untuk orang-orang muslim, yang dengannya mereka bisa hidup sebagai parasit dari pekerjaan pekerjaan yang dilakukan oleh orang-orang non-Muslim yaitu kaum dhimmi.

Sahih Bukhari, Vol 4, Buku 53, No 388 :

Diriwayatkan oleh Juwairiya bin Qudama At-Tamimi; Kami berkata kepada Umar bin Al-Khattab, Oh Pemimpin orang-orang beriman! Nasehatilah kami." Ia berkata,"Saya menasehatimu untuk menggenapi ketentuan Allah (yang diadakan dengan orang-orang Dhimmi) sebagai keputusan dari Rasulmu dan sebagai sumber penghidupan dimana engkau bergantung (yaitu pajak dari kaum Dhimmi)"

Aisyah yang mendampingi rasul dalam penyerangan Bani Mustaliq,

menceritakan bagaimana Juwairiyah ditangkap sebagai tawanan;

"Ketika Muhammad mendistribusikan para tahanan dari Banu Al Mustaliq, 'Barrah' (nama asli Juwauriyah) jatuh ke tangan Thabit ibn Qays. Ia telah menikah dengan sepupunya, yang terbunuh dalam peperangan itu. Kemudian Juwairiyah memberikan pada Thabit sebuah keterangan, persetujuan untuk membayarnya sebanyak sembilan 'okes' emas untuk kebebasannya. Juwairiyah adalah seorang wanita yang sangat cantik. Ia membuat setiap orang yang melihatnya menjadi terpana. Ia kemudian datang kepada nabi untuk memintanya menolong dalam masalah ini."

Aisyah melanjutkan.. "Segera setelah aku (Aisyah) melihatnya dari pintu ruanganku, aku menjadi tidak suka padanya, sebab aku tahu bahwa rasulullah akan melihatnya seperti aku melihatnya. Ia masuk ke dalam dan memberitahukan padanya siapa dia, bahwa dia adalah anak perempuan al-Harith ibn Dhirar, ketua dari sukunya. Ia berkata: 'engkau bisa melihat keadaanku saat ini. Sekarang aku telah menjadi milik Thabit, dan sudah memberikan padanya sebuah surat untuk tebusan, dan aku datang untuk meminta pertolonganmu atas masalah ini.' Ia berkata: 'Apakah engkau ingin sesuatu yang lebih baik dari itu? Aku akan membayar hutangmu, dan menikahimu.' Ia katakan: 'Oh demikian utusan Allah; Jadilah demikian. Jawabnya."

[alsalafiyat/juwairiyah.htm]

Kisah ini mengakhiri setiap argumen mengenai motivasi Muhammad yang sesungguhnya sehingga ia mengambil sedemikian banyak wanita. Ia melakukan itu bukan untuk menolong para janda (seperti yang sering dislogankan), tetapi karena mereka itu muda dan cantik. (Bagaimana mungkin menolong janda, bila ia sendiri yang menyebabkan seorang istri jadi janda?) Muhammad dan para pengikutnya membunuh suami Juwairiyah. Terpana oleh kecantikan Juwayriyah, Muhammad menawarkan diri untuk membebaskannya, tetapi hanya dengan satu kondisi supaya ia bisa menikahinya.

Setelah wanita ini datang pada Muhammad untuk memohonkan pertolongan, orang yang memproklamirkan dirinya sebagai "rahmat Allah atas manusia" ini memberinya sebuah pilihan yang sebenarnya itu sesuatu yang Juwairiyah inginkan, dimana harga yang harus ia bayar adalah menjadi isteri dari pembunuh suaminya sendiri! Pilihan lain apa yang bisa ia dapatkan? Saat itu Juwairiyah baru berusia 20 tahun, sementara Muhammad sendiri 58 tahun.

Para apologis muslim berkeras menyatakan bahwa kebanyakan isteri-isteri Muhammad adalah para janda-janda tua. Mereka ingin membuat kita percaya bahwa Muhammad menikahi mereka karena belas kasihaan. Sebenarnya mereka itu adalah wanita wanita yang muda dan cantik. Jika sebagian dari mereka menjadi janda, itu karena Muhammad telah membunuh suami-suami mereka, atau suami mereka mati terbunuh sebagai suhada setelah masuk Islam.

Selebihnya dari kisah Juwairiyah merupakan campuran kebenaran dan hal yang dilebih-lebihkan. Dikatakan bahwa ketika Rasulullah meninggalkan tempat penyerangan bersama dengan Juwairiyah dan tiba di Dzu al-Jaysh, ia mempercayakan Juwairiyah pada salah seorang Ansar dan terus melanjutkan perjalanan menuju ke Medinah. Ayah Juwairiyah, Al Harith, yang mengetahui bahwa anaknya sudah ditawan, ia pergi ke Medinah dengan membawa tebusan untuk anak perempuannya itu. Ketika ia sampai di al-Aqia, ia melihat unta-unta yang ia bawa sebagai tebusan dan sangat mengidolakan dua dari unta-unta itu, karena itu ia menyembunyikan kedua unta itu di salah satu jalan menuju al-Aqia.

Maka ia pun datang menemui Nabi membawa unta-unta yang ada di belakangnya dan berkata padanya: "Anak perempuanku terlalu berharga untuk diambil sebagai seorang tawanan. Bebaskanlah dia dengan tebusan ini." Rasul menjawab: "Tidakkah lebih baik jika kita membiarkannya memilih untuk dirinya sendiri?" 'Itu cukup adil', kata al-Harith. Ia pun sampai pada puterinya itu dan berkata: "Orang ini membiarkan engkau memilih agar tidak mempermalukan kita!" Juwairiyah berkata, "Aku memilih Utusan Allah," jawabnya. "Alangkah memalukannya!" demikianlah seruannya (al-Harith). Rasul kemudian berkata "Dimana kedua unta yang engkau sembunyikan dijalan menuju al-Aqia?" al-Harith menjawab: "Sesungguhnya aku bersaksi, tiada Tuhan selain Allah, dan bahwa engkau Muhammad adalah utusan Allah! Sebab tak ada seorang pun yang bisa mengetahui hal ini kecuali Allah."

Ibnu S'ad dalam 'Tabaqat'nya menerangkan bahwa ayah Juwairiyah membayar tebusannya, dan setelah ia menjadi seorang yang merdeka, Rasul pun menikahinya. Sebagai hasil dari pernikahan ini, tawanan perang yang berjumlah sekitar 600 orang dibebaskan oleh kaum muslim sebab mereka tidak menyukai jika ada anggota keluarga yang dinikahi oleh Rasul, dijadikan budak."

Sulit untuk menentukan bagian mana dari kisah ini yang benar. Tetapi tidak sulit untuk melihat kontradiksi yang ada dalam alur cerita utama (termasuk ketika Juwairiyah diperhadapkan dengan pilihan kepada orang tuanya atau si pembunuh suaminya yang ingin menikahinya). Sebelumnya kita sudah membaca hadis tentang bagaimana Muhammad telah membayar tebusan kepada Thabit yang menangkap Juwairiyah dengan syarat Juwairiyah mau jadi istrinya. Kemudian kita membaca lagi bahwa Al-Harith, ayah Juwairiyah telah membayar tebusan itu. Klaim bahwa Muhammad memiliki kemampuan tertentu, sebagai contoh bagaimana ia mengetahui informasi akan keberadaan unta-unta tersebut, yang membuat Al-Harith langsung masuk Islam, bisa dengan mudah kita simpulkan sebagai sebuah klaim.

Dalam banyak kejadian, Muhammad mendemonstrasikan secara tepat hal yang bertentangan, dan membuktikan bahwa ia tidak memiliki kemampuan psikis apapun untuk mengetahui apa yang terjadi sebelumnya, karena kegagalannya menyingkapkan atau memperoleh informasi melalui rahmat Allah yang begitu ia inginkan. Sebagai contoh, ketika ia menyerang Khaibar, ia menyiksa Kinana, bendahara kota itu, hingga Kinana tewas, karena Muhammad ingin mendapatkan informasi dari Kinana dimana harta kekayaan kota itu disimpan.

Perhatikan bahwa dalam contoh seperti ini, dimana situasinya sangat penting untuk mengetahui harta kekayaan kota, tapi Muhammad tidak tahu, hingga ia kesal dan membunuh Kinanah. Muhammad sama sekali tidak memiliki kearifan umum untuk memperlihatkan bahwa ia adalah seorang pemimpin moral yang merefleksikan kebajikan.

Bersambung.....