Gedung Plaza itu bahkan belum buka sama sekali. Aira kebingungan. "Kok, tidak ada tanda-tanda kalau di sini basu saja terjadi kecelakaan, ya?"
"Kamu yakin itu tadi dari nomor Pak Sandi?"
"Ya …," Aira mencek kembali, tidak ada yang salah. Itu memang nomor papanya.
"Ya, sudah. Coba aku tanya ke warung rokok itu, ya?"
Jake meninggalkan Aira yang diliputi berbagai rasa. Cemas, takut, putus asa, dan geram, karena ternyata tidak ada kecelakaan sama sekali.
Tapi dia yakin kalau yang menghubunginya tadi adalah Sandi. Tidak ada orang lain yang tahu kalau dia menyukai salak pondoh. Hanya Sandi, Tante Valeria dan Om Hans saja.
Beberapa saat kemudian, Jake kembali dengan langkah tergesa. Aira mencurigai air mukanya yang kelabu.
"Bagaimana?" Aira bertanya penasaran.
"Bener. Tadi ada kecelakaan, tapi bukan di sini. Itu di sana di depan toko buah."
"Ya Tuhan. Sekarang papaku ada di mana?" Aira hampir berteriak mengatakannya.
"Kata yang punya warung di bawa ke rumah sakit terdekat."
Soutenez vos auteurs et traducteurs préférés dans webnovel.com