webnovel

Sexy Queen (She's Mine)

WARNING! Terdapat konten dewasa serta sedikit kekerasan dalam cerita ini! Harap bijaklah dalam memilih bacaan! Cerita ini mengisahkan tentang lanjutan kehidupan anak Clara di cerita Clara (Wanita Simpanan). Antonio Sasongko, pria berusia 27 tahun. Berwajah tampan khas Asia bertubuh tinggi nan tegap penuh kharisma. Seorang Direktur Utama di Perusahaan yang bergerak dalam bidang perhotelan, yaitu Sasongko Group. Ya. Mapan, tampan, dan memiliki masa depan cerah. Tentu saja, dia adalah pria idaman kaum hawa. Dia kriteria yang sempurna untuk dijadikan pendamping hidup bagi kaum hawa. Darah pebisnis yang diwariskan oleh sang papi membuatnya juga sukses dalam memimpin Sasongko Group. Sayangnya, Antonio bukanlah pria lajang. Dia memiliki wanita di sampingnya. Sebanyak apapun wanita cantik yang menginginkan berada di sampingnya, dia hanya akan memandang satu wanita. Allena Noura Cahyo, wanita cantik berusia 26 tahun yang mampu meluluh lantahkan segala sisi kehidupan Antonio. Di mata Antonio, apapun yang dilakukan wanita itu selalu membuatnya merasa gila. Dia jatuh cinta lagi dan lagi kepada wanita itu. Baginya, Allena adalah wanita cantik dalam semua sisi. Semua tentang wanita itu selalu luar biasa. Entah cara berjalannya, suaranya, cara wanita itu tersenyum, semuanya mampu membuat Antonio kehilangan akalnya. Terlebih, ketika wanita itu menatapnya dengan tatapan memohon. Ah, rasanya dia ingin memberikan seluruh dunia ini pada wanita itu. Wanita itu hanya akan menjadi miliknya. Entah hari ini, esok, bahkan selamanya, itulah janjinya. Namun, apa jadinya ketika sebuah rahasia besar tentang wanita yang Antonio gilai itu perlahan terungkap oleh Antonio? Nyatanya, banyaknya waktu kebersamaan tak selalunya mampu membuat seseorang mengenal semua sisi dalam kehidupan pasangannya. Allena memang luar biasa di mata Nio. Namun, nyatanya semua tentang Allena tak cukup sampai pada apa yang Nio pikirkan. Lantas, akankah kepercayaan Antonio runtuh dan berhenti menjadikan Allena seluruh dunianya?

Mahdania · Urbain
Pas assez d’évaluations
313 Chs

PART 17 - SIKAP ANEH NIO

Nio semakin curiga pada Allena setelah kemarin malam dia pun mulai curiga pada Allena karena Allena memberikan alamat yang salah padanya. Nio semakin tak mengerti dengan istrinya itu, seharusnya Allena merasa senang 'kan ketika dia sampai di Kantor Polisi? Jika posisinya terbalik, tentu Nio akan merasa senang jika pasangannya sendiri yang datang menemuinya ketika berada dalam masalah. Namun, Allena terlihat sebaliknya. Jelas ada yang tak benar dengan Allena.

***

Waktu berlalu dan sudah menunjukan jam makan malam. Interogasi Allena telah selesai. Allena dan pengacaranya keluar dari ruang interogasi. Sementara itu, Nio masih duduk di kursinya, dia menatap Allena yang terlihat canggung menatapnya. Allena lantas menghampiri Nio.

"Maaf," ucap Allena seraya menundukan kepalanya.

Allena merasa malu sekaligus takut pada Nio. Allena takut Nio mengetahui apa yang dia sembunyikan selama satu tahun ini. Entah apa yang akan Nio pikirkan tentangnya jika rahasianya diketahui oleh Nio. Apakah Nio masih akan mempercayainya? Apakah Nio masih akan menginginkannya? Allena benar-benar khawatir.

Nio menarik napas dalam-dalam dan mulai berdiri. Dia menarik tangan Allena dan membawa Allena ke dalam pelukannya. Dia mengusap punggung Allena.

"Tak apa," ucap Nio dan akan melepaskan Allena dari pelukannya, tetapi Allena menggelengkan kepalanya dan semakin memeluk Nio dengan erat.

"Tolong maafkan aku, Sayang. Aku tak bermaksud mempermalukanmu," ucap Allena. Tubuh Allena terasa bergetar dalam pelukan Nio. Nio mengerti, Allena pasti shock. Itulah mengapa Nio mengatakan tak apa pada Allena, Nio tak ingin menanyakan hal apapun pada Allena sekarang. Nio tak ingin menekan Allena.

"Aku justru sangat khawatir saat mendapatkan kabar tentangmu yang dibawa ke kantor Polisi. Mereka tak menyakitimu 'kan? Aku takan mengampuni mereka jika mereka berani menyakiti istriku," ucap Nio.

Allena menggelengkan kepalanya dengan cepat, dia menatap Nio.

"Kenapa menangis? Jangan membuatku khawatir, ayolah," ucap Nio ketika melihat mata Allena memerah, bahkan berair. Nio mengusap pipi Allena. Dia marah sebelumnya pada Allena, tetapi ketika melihat Allena merasa sedih, dia tak sanggup untuk diam saja. Dia tak bisa lagi mendiamkan Allena.

Mendengar apa yang Nio katakan, Allena pun hanya diam. Terlalu banyak kegelisahan dalam hatinya saat ini sehingga dia hanya bisa menangis.

"Apa semuanya sudah selesai?" tanya Nio pada pengacara Allena yang masih berdiri di dekat Allena.

Pengacara Allena pun melihat Allena, dan Allena hanya diam.

"Nona Allena sudah selesai diinterogasi oleh Polisi. Polisi menetapkannya sebagai saksi, jadi Nona Allena bisa pulang ke rumah sekarang. Tapi, ini belum selesai. Mereka masih akan menelusuri bukti-bukti yang mereka temukan, Nona Allena akan diminta datang lagi oleh Polisi," ucap pengacara.

"Baiklah, ayok pulang!" ucap Nio dan menggenggam tangan Allena. Nio pun membawa Allena ke mobilnya. Keduanya memasuki mobil Nio dan meninggalkan Kantor Polisi.

***

Sesampainya di rumah, Nio melangkah lebih dulu memasuki rumah. Allena berjalan menatap punggung Nio. Dia tak mengatakan apapun, begitu pun dengan Nio. Nio bahkan tak mengatakan apapun di sepanjang perjalanan ke rumah tadi. Dia hanya diam, membuat Allena takut memulai pembicaraan.

Ketika sampai di kamar, Allena menahan tangan Nio membuat Nio memalingkan kepalanya sedikit, tetapi tak sampai menatap Allena yang masih berada di belakangnya.

"Istirahatlah, kita bisa bicara nanti," ucap Nio dan Allena melepaskan tangan Nio.

Nio pergi ke ruang ganti, dia pun meletakan ponsel, dompet dan kunci mobilnya di atas meja rias. Allena yang mengikuti Nio ke ruang ganti seperti orang bodoh sekarang. Semua terasa asing hanya dalam wakti sesingkat itu. Entah dia yang berlebihan menanggapi perubahan sikap Nio, atau memang sebenarnya Nio marah padanya? Nio seperti mengabaikannya.

***

Waktu berlalu, Allena baru saja selesai mandi. Dia kembali ke kamar dan tak melihat Nio di kamar.

'Ke mana dia?' gumam Allena. Nio sudah mandi lebih dulu dari pada dirinya, tapi Allena pikir Nio akan menunggunya hingga selesai mandi, dan keduanya akan pergi makan malam bersama. Namun, Nio justru tak terlihat di kamar.

Allena bergegas memakai pakaiannya dan setelah selesai, dia mencari Nio ke ruang makan. Di sana hanya ada asisten rumah tangga yang sepertinya sedang mengangkat piring kotor. Allena pun melihat ke sekeliling. Dia masih mencari Nio tetapi Nio tetap tak terlihat.

"Apa kamu melihat Tuan?" tanya Allena pada asisten rumah tangga.

"Tuan belum lama meninggalkan meja makan, Nona. Mungkin Tuan kembali ke lantai atas," ucap asisten rumah tangga.

Allena melihat piring yang ada di tangan asisten rumah tangga. Piring itu kotor, apakah Nio sudah selesai makan malam?

"Apa itu piring yang dipakai Tuan?" tanya Allena.

"Ya, Tuan baru saja selesai makan malam," ucap asisten rumah tangga.

"Mengapa dia tak menunggu Saya?" tany Allena.

"Em... Saya tak tahu tentang itu, Nona," ucap asisten rumah tangga.

Bagaimana dia bisa tahu? Saat Nio tiba di meja makan, Nio langsung mengambil makanan sendiri. Bahkan asisten rumah tangga tak diizinkan melayani Nio. Nio makan sendirian di meja makan.

Memang agak aneh melihat Nio duduk di meja makan sendirian, pasalnya Nio selalu saja menunggu Allena, tetapi kali ini tidak. Apa tuan dan nonanya itu sedang bertengkar? Tapi, rasanya selama dia bekerja di rumah itu, dia tak pernah melihat pasangan suami istri itu bertengkar, hubungan keduanya bahkan sangat harmonis.

Allena tak mengatakan apapun lagi, dia teringat Nio tak ada kamar. Apa Nio ada di ruang kerjanya? Biasanya, ketika sedang sibuk, Nio akan pergi ke ruang kerjanya setelah selesai makan malam. Dia juga akan meminta Allena membuatkannya secangkir kopi.

Allena pun pergi ke dapur, dia akan membuatkan kopi untuk Nio.

Selesai membuat kopi, Allena pergi ke ruang kerja Nio dan benar saja, Nio terlihat duduk di meja kerjanya seraya pandangannya mengarah pada laptop di hadapannya.

"Sayang, aku membuatkan kopi untukmu. Apa kamu sangat sibuk? Kenapa makan malam tanpa menungguku?" ucap Allena di tengah langkahnya mendekati meja kerja Nio.

Allena terdiam ketika sampai di dekat meja kerja Nio dan melihat di meja sudah ada secangkir kopi. Siapa yang membuatkan kopi untuk Nio? Hanya dirinya yang boleh menyiapkan apapun untuk Nio, lancang sekali orang yang sudah menggantikannya membuatkan kopi untuk Nio, pikirnya.

Jika tak ada Allena di rumah itu, Allena takan mempermasalahkannya, tetapi selama ada dirinya, siapapun tak boleh menyiapkan apapun untuk Nio. Allena benar-benar marah saat ini.

Sesaat kemudian, Nio mendongak dan menatap Allena dengan bingung.

"Sejak kapan kamu di sini?" tanya Nio, kemudian kembali melihat layar laptopnya.

Mendengar pertanyaan Nio, hati Allena sedikit tersinggung. Apa Nio sengaja bertanya seperti itu lantaran marah padanya atas kejadian di kantor Polisi tadi? Atau memang Nio benar-benar tak menyadari kedatangannya? Allena benar-benar tak mengerti, bagaimana bisa kedatangan dirinya yang sebesar itu tak disadari oleh Nio?

Nio mengambil cangkir kopinya dan menyesap kopinya. Pandangannya masih saja tertuju pada layar laptopnya.

"Siapa yang membuatkan kopi untukmu?" tanya Allena, sontak Nio melihat Allena. Dia meletakan cangkir kopi itu kembali di tempatnya.

Tak!

"Allena!" Nio repleks membentak Allena, dia terkejut ketika Allena tiba-tiba meletakan cangkir kopi di atas meja tepat di dekat berkas yang terbuka. Allena terlalu keras melatakan cangkir itu sehingga kopinya sedikit terciprat ke berkas milik Nio.

"Apa yang kamu lakukan?" tanya Nio. Mata Allena terlihat memerah, entah apa yang terjadi pada Allena.

"Sejak kapan sebuah berkas lebih berharga dari pada perasaanku, istrimu sendiri, ha?" tanya Allena dengan nada bicara penuh penekanan. Nio pun mengerutkan dahinya. Kenapa kali ini Allena justru terlihat emosional? Pikir Nio.