webnovel

Semua Yang Kau Punya

youshouldbe22 · LGBT+
Pas assez d’évaluations
20 Chs

2. Kecanduan

Mau janda atau perawan

yang penting berlubang

Itulah moto hidup Yusuf. Rasanya sehari tidak ngeue, Yusuf kehilangan setengah usianya. Bukan lebay, tapi memang kecanduan itu susah disembuhkan. Yusuf tahu ini tidak benar, tapi mau bagaimana lagi, Yusuf tidak bisa menaklukkan hasratnya yang selalu bergairah.

Sepulang dari ketemu client, Yusuf masih kesal dengan Yogi yang membohonginya. Katanya client Yogi bodynya aduhai, nyatanya? aduhai darimana, teteknya saja sudah pindah ke perut, bagaimana mau dikatakan aduhai, aduh pusing yang ada.

Yusuf menghempaskan tubuhnya di atas kursi yang ada di meja kerja. Terdiam melamun, tak sengaja melirik meja kerja Mario yang ada di depannya, dan bayangan pantat sekal Mario yang digenjot laki-laki tadi siang kembali terlintas di pikiran Yusuf. Bukan karena penis si lelaki, tapi karena bongkahan bokong Mario yang bagai buah melon itu yang Yusuf pikirkan. Dan lagi-lagi memikirkan bokong Mario membuat Yusuf gatal (gaceng total).

Yusuf sedikit malas untuk kembali lagi ke kantor sore ini kalau bukan karena telepon dari Ketty Ekawati, atasannya yang juga atasan Mario dan juga si bajingan Yogi. Bu Ketek (Ketty Ekawati) yang bisanya cuma menyuruh, sedangkan dia sendiri tidak pernah muncul di ruangan Yusuf. Desain kantor ini memang aneh. Bukan satu ruangan satu divisi seperti kantor Yusuf sebelumnya, tapi setiap ruangan sekat diisi oleh dua orang dengan memiliki pintu ruangan masing-masing. Dan sebagai marketing eksport, Yusuf dipasangkan dengan Mario yang menjadi partner kerjanya, itulah kenapa Yusuf akrab dengan Mario, walaupun tidak seakrab seperti Yogi.

Yusuf beranjak dari kursinya menuju kursi Mario. Sesuai perintah Ibu Ketek, Yusuf harus menyelesaikan report Mario hari ini. Mengingat Mario sering membantu, Yusuf dengan sukarela membantu Mario juga. Saat Yusuf membuka komputer Mario, ternyata komputernya menggunakan password. Tak butuh waktu berpikir, Yusuf segera menelpon Mario. Ia merogoh kantong celana bagian depan, menyentuh handphone dan juga penisnya yang menyelip. Belum sempat diambil ternyata hape Yusuf bergetar, getarannya terasa ke kepala penisnya, Yusuf jadi keenakan dan enggan mengangkatnya.

"Hallo Marimar" ujar Yusuf karena melihat layar hape bertuliskan Mario bokong bohai. Yusuf merubah nama Mario setelah melihat bokongnya saat mandi.

"Yusuf, kata Bu Ketty lu disuruh kerjain report gua ya, password komputer gua MAUYAAJA, gede semua" Mario menjelaskan sambil mengeja passwordnya.

"Sejak kapan lu panggil gua Yusuf?" tanya Yusuf yang salah fokus.

"Nggak apa-apa, biar sama kayak yang lain" jawab Mario, "ya udah Suf, makasih ya, sorry ngerepotin".

Panggilan Mario terputus, Yusuf merasa janggal, apa karena dirinya memergoki Mario tadi, lalu Mario malu dan berusaha membatasi jarak. Yusuf jadi merasa seperti orang lain. Sama saat Yogi ngambek dengan Yusuf, Yogi akan memanggilnya Yusuf dan itu aneh bagi Yusuf. Yusuf lebih suka dipanggil Peler oleh Yogi, dipanggil Sabi oleh Mario.

Yusuf menepis pikiran buruk, lagipula kenapa dirinya harus memaksa Mario memanggilnya Sabi, mau Yusuf atau Sabi kan sama saja. Panggil sayang juga boleh, ada-ada saja memang.

Yusuf membuka password komputer dengan kata sandi yang diberikan Mario, yaitu MAUYAAJA. Password aneh. Layar berganti menampilkan foto Mario yang shirtless. Ternyata selain bokongnya montok, dadanya juga bulat, putingnya besar, perutnya sixpack. Yusuf juga tidak kalah, hanya untuk bagian perut, Yusuf memang kalah telak. Semua karena si Yogi selalu ngajak clubbing untuk minum alkohol dan ngebungkus cewek-cewek. Cakep dikit Bungkushhh!! begitulah Yusuf dan Yogi.

Dengan serius, Yusuf mengerjakan laporan harian Mario hingga selesai dan meng-emailnya ke Bu Ketek. Tidak sia-sia jari Yusuf sering dicelupkan ke dalam vagina. Yusuf bisa mengetik cepat, berkat terlatih merojok. Sangat tidak nyambung.

Saat ingin mematikan komputer, mata Yusuf tertuju pada sebuah folder. Diliriknya CPU yang ada di samping komputer, masih tertancap flashdisk milik Mario. Yusuf yang jahil dan kepo, mana bisa menyia-nyiakan kesempatan. Ia klik folder flashdisk Mario. Baru sekali klik saja, Yusuf sudah disuguhi pemandangan foto-foto bugil Mario memperlihatkan bokong. Mulai dari menungging, menyamping dan berdiri membelakangi kamera.

Penis Yusuf jadi gatal, entah kenapa Yusuf tidak jijik ataupun geli, yang ada malah terangsang. Berbeda saat Yusuf melihat langsung bokong Yogi yang rasanya ingin ia sundut rokok, walaupun bokong Yogi mulus juga, tapi bokong Mario ini berbeda. Tingkat kesekalan dan kemontokannya itu pas, ibarat kata daging steak, tidak terlalu over cook ataupun Rare.

Bodohnya Yusuf yang penasaran malah terangsang. Melihat keadaan sudah malam dan sepi, Yusuf memutuskan untuk menuntaskan gairahnya, memandangi foto bokong Mario sambil onani. Yusuf ingin menghentikan aktifitasnya, tapi setan-setan di sekeliling seolah menyuruh Yusuf untuk melanjutkannya. Terpaksa ia ludahi sedikit penisnya agar bisa licin dikocok. Bokong dilayar komputer itu memang tidak diragukan lagi keindahannya.

"Tolol!!" Yusuf memaki dirinya sendiri, berusaha melawan gejolak batin yang mengatakan ia menginginkan pantat Mario untuk ia genjot, Yusuf tidak menapik, Yusuf malah berhasrat dan bergairah melihatnya. Yusuf memaksa diri untuk menghentikan kocokan di penisnya. "Gua nggak mau jadi gay" lirih Yusuf frustasi, ia melakukan gerakan membasuh muka dengan telapak tangan.

Yusuf segera mematikan komputer Mario daripada Yusuf semakin khilaf dibuatnya.

"Mas Yusuf"

Pintu ruangan Yusuf tiba-tiba terbuka, kepala Dina muncul melongo dibalik pintu. Dina tersenyum manis, Ia melihat penis Yusuf yang menegang dan belum dimasukkan kedalam sangkarnya.

"Din, sini, pengen ngewe" ujar Yusuf tanpa berbasa-basi.

Dina masuk dan mengunci pintu dari dalam. Dina menghampiri Yusuf, tanpa basa-basi, Dina menggenggam penis Yusuf yang menegang.

"Mas, tapi jangan anal ya" Dina memberi syarat.

"Ya, yang penting di lubang deh" jawab Yusuf tidak sabar.

Yusuf mendorong sedikit kursi yang memiliki roda ke belakang, memberi ruang untuk Dina menghisap penisnya. Dina berlutut didepan kursi yang Yusuf duduki, tangannya mulai bergerak mengocok penis Yusuf. Wajahnya mendekat dan lidahnya mulai menjulur menyentuh kepala pebis Yusuf. Dina melebarkan mulutnya dan mulai menghisap separuh penis Yusuf, penis Yusuf menjadi hangat saat berada di dalam mulut Dina. Dina mulai melakukan gerakan naik turun, penis itu dikulum Dina dengan sangat pelan.

"Aghh...Din, ughh, yang cepet Din ngulumnya" perintah Yusuf.

Dina menambah kecepatan ritme gerakannya, sebelah tangannya memegang pangkal batang penis Yusuf. Mulutnya terus bergerilya, menyeruput, menyedot, mengempot, sampai bibirnya terkepot-kepot, matanya melihat Yusuf seperti menyorot, berharap Yusuf segera crot. Tapi tidak semudah itu, Yusuf dendam dibikin kentang. Jadi akan ia balas hingga pagi menjelang. Sepertinya harus Yusuf urungkan niatnya mengingat mereka ada di kantor.

"Aggh ... sshh, mas, penuh mulut Dina" desah Dina saat mengeluarkan penis Yusuf dari mulutnya, tangannya bergerak terus memberi kocokan.

Yusuf membuka celana, rasanya tidak bebas harus dihisap dalam keadaan penis mengintip dari resleting. Apalagi celana Yusuf terlalu ngepass di paha. Ia pelorotkan celana dan sempak sampai kepergelangan kaki. Lega yang Yusuf rasakan bisa bebas dihisap Dina dengan meletakkan tangan dikepala.

Dina kembali menghisap penis Yusuf, tapi lagi-lagi separohnya saja. Yusuf ingin dihisap mentok. Karena gemas, ia pegang rambut Dina yang panjang, ia tekan ke bawah berulang kali, bunyi mual mulut Dina terdengar seperti ingin muntah.

Dina melepas tangan Yusuf, dan melepas penis Yusuf, "oekh, mas, nggak bisa, jangan dipentokin, tenggorokan Dina sakit" keluh Dina dengan manja.

"Maaf Dina cantik, lanjut ya!" pinta Yusuf membelai poni Dina.

Dina melanjutkan menghisap penis Yusuf semakin liar dan semakin cepat, Yusuf hanya bisa mendesah sambil menyebut nama Dina, janda muda binal yang bohai.

Yusuf menarik tangan Dina, ia tidak ingin permainan berakhir. Dina dipangku, Yusuf ingin mencium bibir Dina, tapi melihat lipstik Dina yang belepotan, Yusuf jadi enggan. Yusuf putuskan untuk membuka kancing blouse putih yang dipakai Dina, ia keluarkan gunung kembar Dina. Ia hisap payudara Dina, ia remas kuat, Dina yang menyusui anaknya harus menyusui Yusuf terlebih dahulu. Sebelah payudara Dina dipelintir putingnya, dimainkan bergantian, dipilin, susu Dina menetes saat Yusuf menyedot puting Dina dengan kuat.

"Aaghh ... mas, susu Dina jangan diabisi, kasihan Rasya" pekik Dina dalam desahannya.

Rasya itu anak Dina. Biarkan saja anaknya menangis, air susu Dina akan ditelan Yusuf sampai habis, Yusuf kan bayi, bayi besar, jadi masih butuh air susu. Rasa air susu itu hambar, tapi Yusuf dengan buas menikmati.

Bergantian Yusuf hisap payudara Dina. Lalu wajah Yusuf dibenamkan di tengah gunung kembar yang disebut tetek, dada, payudara, entah apapun sebutannya. Yusuf menggesekkan wajahnya ditengah-tengah payudara Dina, seperti matahari terbit di tengah tengah gunung yang berdiri. Ia tamparkan daging kenyal itu ke wajah sampai puas dan Yusuf menyusu lagi sepuas-puasnya.

"Uugh ... mas nakal, nanti tetek dina bau rokok aghhh...." ujar Dina meracau.

Biar saja, biar anaknya kenal nikotin sejak balita.

Puas menghisap tetek Dina, Yusuf berpindah dari kursi, gantian Dina disuruh duduk. Dina yang memakai celana langsung dipeloroti celananya hingga lepas. Vagina Dina sudah basah. Yusuf yang berlutut di depan Dina segera melancarkan aksi jilatan lidah yang menyeruput belahan vagina Dina. Ia seruput, disedot, dihisap, sampai Dina meliuk di atas kursi yang terpaksa Yusuf tahan agar rodanya tidak bergeser.

"Oughhh ... aghhh ... Mas Yusuf, aghh" Dina mendesah sambil memegangi kepala Yusuf, mungkin berharap kepala Yusuf masuk ke liang vaginanya.

Dengan buas Yusuf menggigit klitoris Dina, ia mainkan dengan gigi dan digelitik dengan lidah. Sebelah tangan Yusuf menahan kursi, sebelahnya lagi bersiap-siap mencelupkan jari di liang vagina Dina. Langsung ia terobos dengan dua jari sambil terus menyapu vagina Dina dengan lidah.

"Uughhh ... Mas, sshh ... ahh"

Dina terus mendesah dan kian mendesah saat kedua jari Yusuf bergerak keluar masuk ke dalam liang vagina Dina tanpa ampun.

"Aduh, mas ... ahh, Dina mau pipis, Dina mau pipis"

Tak Yusuf perdulikan teriakan Dina saat serr serr cairan kewanitaan Dina keluar membasahi liang vagina dan tumpah di dalam mulut Yusuf.

"Mas, masukin Dina, Dina udah gatel"

Yusuf melepas kancing kemeja dan dasi, mempertontonkan kebidangan dada dan kerataan perut yang tidak terlalu rutin dilatih tapi tidak memalukan jika dibawa berjemur di pantai. Memang tidak se-sixpack perut Mario yang kotak kotak.

Yusuf mengangkat dan melebarkan paha Dina, ia pakaikan kondom yang dibawa Dina ke penisnya, ia arahkan penisnya ke belahan vagina Dina, ia gesekkan sebentar naik turun menyusuri belahan vagina Dina yang mulus tanpa bulu.

"Mas, masukin, Dina udah pengen" perintah Dina.

Dengan senang hati Yusuf menarik kursi yang diduduki Dina, tanpa harus repot-repot memajukan tubuhnya, penis Yusuf amblesh di liang vagina Dina.

"Aahh ... mas penuh banget" pekik Dina dalam desahannya.

Penis Yusuf rasanya dipijit dengan hangat di dalam liang Dina. Yusuf memundurkan lagi kursi Dina, ia tarik lagi, berulang kali ia lakukan gerakan menarik dan memundurkan kursi Dina. Yusuf harus berterima kasih dengan kursi yang memiliki roda itu. Kursi itu mempermudah dalam menggesek dan menggaruk vagina Dina. Desahan Yusuf dan Dina bercampur dalam racauan dan teriakan kecil yang mereka lakukan saat penis Yusuf mengenai bagian ujung vagina Dina.

Keringat sudah membasahi tubuh mereka. Yusuf mengangkat tubuh mungil Dina, ia rebahkan tubuh Dina diatas meja. Kembali Yusuf hentakkan berkali-kali pinggulnya hingga penisnya hilang di dalam vagina Dina. Bersamaan dengan penis yang seutuhnya amblas di dalam vagina Dina, Dina berteriak minta ampun, meminta jangan dipentokkan, tapi Yusuf tak perduli. Yusuf semakin liar mengobrak-abrik vagina Dina yang sedikit blewer. Kondompun basah kuyup oleh cairan Dina.

"Mas ....Dina pipis lagi, ahh..." pekik Dina lemas, bulu kemaluan Yusuf basah karena cairan kewanitaan Dina.

"Ampuun mas, Dina nggak kuat lagi"

Yusuf berpura-pura tuli. Tak perduli teriakan minta ampun Dina yang meminta disudahi, Yusuf terus menggenjot janda muda gatal itu tanpa ampun. Dina sudah tak mampu bergerak lagi. Yusuf menggunakan kesempatan ini dengan baik. Yusuf membalik tubuh Dina, ia tempelkan penis ke lubang bokong Dina. Yusuf sudah berkhayal bisa mencicipi anus, Yusuf memaksa penisnya masuk ke dalam anus Dina. Tapi Dina menekan otot pinggulnya hingga bongkahan pantatnya menempel dan mengatup lubangnya.

"Mas, jangan!!" Dina memarahi, "atau mas aku teriakin merkosa!!" ancam Dina.

Yusuf cengengesan, gagal lagi saja rencananya, ia kira akan berhasil. Yusuf mengalah, daripada ia tidak tuntas, ia tenggerkan lagi saja penisnya di liang Dina. Ia goyangkan terus, hujam terus, gesek terus, terus dan terus. Bulir keringat semakin deras membasahi kemeja Yusuf, begitu juga blouse Dina. Setelah sekian lama bertempur dengan Dina, penis Yusuf pada akhirnya berdenyut hebat.

"Din, Mas mau keluar" ujarnya pada Dina.

"Ahh...Mas, keluarin di perut Dina mas" balas Dina.

Yusuf mengeluarkan penisnya, melepas kondom yang mengganggu, ia tarik tubuh Dina lebih dekat, ia kocok penisnya diatas perut Dina dan mencrotlah cairan menyemprot tubuh Dina dan ke blouse yang Dina pakai. Bau khas langsung menyeruak seisi ruangan. Desahan nafas mereka beradu. Penis Yusuf masih menegang dan tidak bisa disuruh tidur.

Yusuf mengatur nafas yang terengah-engah, begitu juga dengan Dina. Yusuf menghempaskan tubuh ke kursi. Ia lihat lubang milik Dina menganga, warnanya merah pekat. Sesuai kriteria Yusuf yang tidak suka vagina berwarna hitam. Dina masih tiduran mengangkang di depan Yusuf. Anusnya terlihat dimata Yusuf, Yusuf penasaran, ia menginginkan itu, tapi Dina menolaknya. Penis Yusuf tak juga lemas, ia ingin bokong Dina.

Yusuf kembali mencoba menempelkan penisnya di bokong Dina, ia pegangi Dina dengan kuat, ia bekap mulut Dina agar tak berteriak, ia paksa penisnya masuk ke bokong Dina. Kepala penis Yusuf berhasil masuk. Tapi ia melihat Dina menangis. Akhirnya ia urungkan niat, ia tidak mau menjahati orang lain.

"Mas Yusuf, Dina nggak suka, jangan dipaksa" ujar Dina berdiri memungut celananya dan segera ia pakai.

"Maaf Din, mas cuma penasaran" Yusuf menyesal.

"Inget ya mas, kalo mas begitu lagi, Dina nggak mau ketemu Mas yusuf lagi" ancam Dina.

"Iya, maaf, janji nggak lagi" Yusuf berusaha merayu dengan menunjukkan wajah penuh penyesalan.

"Ya udah, Dina maafin" Dina mulai melembutkan nada bicaranya, "mas, Dina duluan ya, takut Rasya nyariin, mbok udah mau pulang kalo jam segini"

Yusuf melirik jam dinding sudah menunjukkan pukul delapan malam, ia mengangguk, Dina mencium pipi Yusuf. Dina pergi meninggalkan Yusuf setelah merapikan pakaiannya dan mengelap cairan yang muncrat sembarangan. Yusuf melihat dari meja kerja, Dina seperti mengobrol dengan orang di luar pintu. Ia mengacuhkan, dan menaikkan lagi celananya.

"Aduh!!, maaf Suf."

Yusuf menoleh ke suara itu, celana yang baru ia tarik sepaha terhenti sebentar. Ia melihat Mario berdiri membelakangi, mengenakan celana training ketat, baju singlet, dan tas gym yang menggantung di pundak. Bongkahan bokong Mario terpampang jelas terbalut celana ketatnya. Yusuf buru-buru merapikan celana, Mario pasti sudah melihat penisnya barusan. Tapi perasaan Yusuf malah bangga menunjukkannya.

"Yusuf, udah belum?" tanya Mario masih membelakangi.

"Kenapa? biasa aja!" sahut Yusuf menaikkan resleting dan mengeratkan gesper. Penisnya yang masih tegang mengambil posisi menyamping, "udah Marimar" ujarnya, barulah Mario membalikkan badan.

Mario mendekat, lalu mengeluarkan parfum dari tasnya, Mario menyemprot meja dan sekitarnya, "lain kali kalo begituan, jangan dimeja gua, Suf" ujar Mario tersenyum tipis.

"Oh iya, sorry, gua cuma mau ambil flashdisk gua yang ketinggalan, penting soalnya" ujar Mario lagi.

Yusuf duduk di kursi Mario, lalu menggeser ke belakang. Mario melewatinya, bokong Mario menantang di depannya. Ingin rasanya Yusuf menepuk bokong Mario, tapi ia tahan keinginan itu. Mario kembali melewati Yusuf, berjalan dengan cuek menuju pintu untuk keluar dari ruangan.

"Lu mau ngegym?" tanya Yusuf membuat Mario berhenti di depan pintu.

"Udah kelar, baru mau pulang" jawab Mario.

Yusuf baru ingat, jika tempat fitnes Mario di dekat kantor. Pantas saja Mario bisa mampir terlebih dahulu.

"Bawa mobil nggak?" tanya Yusuf lagi saat Mario ingin menarik gagang pintu.

Mario menoleh lagi, dan mengurungkan niatnya untuk membuka pintu "naik taxi, mobil gua dibengkel" jawab Mario, ia tidak berani menatap terlalu lama.

"Gua anter!" ujar Yusuf berdiri dan berjalan mendekati Mario.

"Nggak usah Suf, ngerepotin" tolak Mario.

Yusuf tersenyum, Mario memang terlihat ingin menghindari. Yusuf tidak akan membiarkan Mario canggung dan merasa akan dijauhi.

"Lu tau, gua gak suka penolakan, yuk!" Yusuf memegang pergelangan tangan Mario lalu menariknya paksa keluar menuju lift.

Di lift, Mario hanya diam saja, tak ada kata-kata yang keluar dari mulutnya. Suasana mendadak canggung. Bahkan saat mereka berjalan di basement menuju mobil, Mario tidak mau berjalan sejajar. Mario juga seperti bimbang ingin masuk atau tidak ke dalam mobil Yusuf.

"Ayo masuk buruan!" Yusuf membuka jendela kaca otomatis.

Ragu-ragu Mario akhirnya membuka pintu dan masuk kedalam mobil.

"Ini beneran gua nggak apa-apa dianter?" tanya Mario, wajahnya cemas, merasa tidak enak.

"Gua udah biasa nganter lu, emang ada yang aneh?" Yusuf balik bertanya dan menyalakan mesin mobil mulai meninggalkan basement gedung kantor.

Dalam perjalanan Mario hanya diam saja, ia fokus menatap jalanan ibukota yang macet. Untuk mencairkan suasana, Yusuf menyalakan dvd player, memutar sebuah lagu kesukaan Mario, sebuah lagu dari Agnez Mo yang berjudul sebuah rasa. Lagu yang selalu Mario minta putar, sampai Yusuf hapal dengan liriknya.

Aku dihadapkan pilihan

Antara benar dan salah

Aku mencintai Kamu

Sangat mencintai

Kamu berjalan bersamanya

Selama Kamu denganku

Begitu rumitnya dunia

Hanya karena sebuah rasa

Cinta...

Jadilah Aku, Kamu dan Dirinya

Berada didalam dusta yang tercipta

Mengapakah.....Harus kurasa...

Sepenting itukah egomu.....

Kita berawal karena cinta

Biarlah cinta yang mengakhiri...

Perlahan bibir Mario ikut mengalunkan lirik lagu tersebut hingga lagunya habis.

"Lu nggak benci atau jijik sama gua?" tanya Mario tak menatap Yusuf.

"Apa alasannya?" tanya Yusuf melajukan mobil agak kencang setelah melewati kemacetan jalan jendral sudirman, Jakarta Selatan.

"Because ... I am Gay" lirih Mario.

"Lu kan cuma Gay, bukan pembunuh, pemerkosa, teroris, atau DPR yang suka korupsi, kenapa gua mesti benci dan jijik, kecuali lu orang jahat" ujar Yusuf tetap fokus menyetir.

"Makasih ya, Suf."

"Nggak usah berubah Rio, lu nggak perlu kasih batas ke gua, gua bukan orang yang kayak gitu, gua nggak perduli, mau gay, normal, bisex, lesbi, transgender, asal bersikap baik, gua juga bakal bersikap baik" tidak biasanya Yusuf Asabi yang selengean jadi serius seperti ini.

Perlahan Yusuf mendengar Mario sesenggukan, untung saja mereka sudah tiba di depan kossan Mario, tangan Yusuf yang gatal tidak menyukai kesedihan orang, spontan membelai rambut Mario, merengkuh pipi dan menyeka air mata Mario.

"Dengerin gua, gua nggak akan merubah sikap gua ke lu, jadi lu juga jangan jaga jarak sama gua. Jangan ngerasa diri lu beda, lu sama gua sama-sama manusia, kecuali lu punya kaki enam, tangan lu sepuluh, gua bakal takut" Yusuf tertawa pelan, Mario ikut tertawa.

"Makasih ya, Suf," Mario mulai berani menatap, Yusuf menyingkirkan tangan dari pipi Mario, "ya udah, hati-hati, gua masuk duluan."

Yusuf mengangguk, Mario keluar dari mobil dan menutup pintu mobil. Ia masih berdiri disana, Yusuf membuka kaca mobil, memberikan senyuman tulus ke Mario.

"Kapan-kapan, gua masih boleh nginep di tempat lu kan kalo gua males pulang?"

Mario mengangguk dan tersenyum, "Gua bakal beli kasur lipet buat lu"

Yusuf tertawa lebar, "nggak usah segitunya Yo, gua masih bersedia satu ranjang sama lu, semoga aja gua khilaf" Yusuf kembali tertawa.

"Gua balik ya, besok gua jemput" ujar Yusuf langsung tancap gas mengacuhkan teriakan Mario yang menolak untuk menjemputnya.

"Katanya penasaran anal sex, coba ke Mario aja kalo cewek nggak ada yang mau"

seketika ucapan Yogi muncul di otak Yusuf.

_________________________________________