webnovel

Semua Yang Kau Punya

youshouldbe22 · LGBT+
Pas assez d’évaluations
20 Chs

19. Mempertahankan

Yusuf dan Mario sudah tiba di rumah Martha. Coffeshop milik Martha sedang tutup. Setelah memarkirkan mobilnya, Yusuf dan Mario menarik nafas, saling memandang dan bersamaan menghembuskan nafas mereka. Di dalam hati Yusuf berdoa agar tuhan membantu dirinya sekali ini saja, walau entah pantas atau tidak untuk Yusuf meminta dalam kasus yang seperti ini. Kedatangan mereka disambut ramah oleh Martha yang sudah mengenal Yusuf, dan dipersilahkan duduk di ruang tamu. Di ruang tamu sudah ada orang tua Mario yang sedang bermain dengan cucu kesayangan mereka, yang tak lain adalah anak Martha. Tak berselang lama, suami Martha yang mengenalkan diri dengan nama Hadi, ikut bergabung bersama mereka. Obrolan mereka tampak hangat, keluarga Mario menyambut dengan baik kedatangan Yusuf, apalagi saat tahu Yusuf adalah teman satu apartement Mario. Mereka sudah berbincang-bincang banyak, entah apa yang diperbincangkan, tiba-tiba obrolan mereka menjurus pada pernikahan.

"Jadi kamu belum nikah, Suf?" tanya Papa yang terlihat masih gagah walau kerutan di wajah tak bisa disembunyikan

"Iya om, belum" jawab Yusuf malu-malu.

"Jangan lama-lama!, kalo kelamaan keburu tua, kasian anaknya nanti kalo orang tuanya udah jompo sedangkan anaknya masih kecil-kecil" Papa menasehati.

"Iya om, makanya saya kesini mau bicara tentang pernikahan" ujar Yusuf dengan tekadnya yang sudah bulat.

"Maksud kamu...?" tanya Papa tak mengerti, begitu juga yang lain.

Yusuf melirik Mario sejenak, Mario mengenggam tangan Yusuf di depan semua keluarganya, Yusuf ingin mengutarakan semuanya, namun Mario lebih dulu memotong ucapan Yusuf, dengan maksud agar Mario saja yang mengatakannya.

"Pa, Ma," Mario menatap satu persatu keluarganya yang memasang ekspresi wajah kebingungan, "Rio ... gay, dan ... Mas Yusuf p--pacar Rio," Rio menjelaskan dengan terbata-bata.

"Maafin Rio..., tapi ini pilihan Rio, Rio cinta sama Mas Yusuf, Rio mau nikah sama Mas Yusuf." Mario menambahkan.

"Kamu mau nikah sama Yusuf!!, kamu udah gilaa! kamu sadar nggak dengan ucapan kamu barusan!?" Mama berteriak angkat bicara.

Martha dan Hadi hanya bisa diam, tak mengucapkan sepatah katapun, Martha kemudian pergi membawa anaknya untuk menghindari percakapan orang dewasa.

"Rio sadar ma, selama ini...," Mario mulai terisak dalam tangisnya, "selama ini Rio nyembunyiin jati diri Rio yang sebenarnya. Rio gay, Rio homo, Rio nggak suka sama perempuan, Rio sukanya laki-laki, dan laki-laki itu yang saat ini ada didepan Papa sama Mama."

"Nggak!! nggak boleh, ini udah gila, kamu tahu itu adalah dosa, walau sekalipun kamu perempuan, Mama nggak akan ngijinin kamu nikah SAMA ORANG YANG TIDAK SEIMAN!" Mama mulai berteriak histeris. "APA SALAH MAMA? KENAPA TUHAN HUKUM MAMA SEBERAT INI!?."

Tangis Mama tumpah, kehangatan yang tadi terjalin berubah menyeramkan dalam sekejap. Mama menatap Yusuf nanar, sorot kemarahan dan kebencian tampak jelas dimatanya.

"INI PASTI ULAH KAMU SUF?, ORANG DENGAN AGAMA SEPERTI KALIAN ITU MEMANG SELALU BIKIN ONAR, BIKIN ULAH, KAMU YANG BIKIN ANAK SAYA GILA!!" Mama membentak Yusuf dalam tangisnya.

"Mas Yusuf nggak salah Ma, bukan Mas Yusuf penyebabnya. Rio udah sadar Rio berbeda sejak Rio masih kecil, jangan salahin Mas Yusuf!" Mario melakukan pembelaan.

"Om, tante, mungkin ini salah bagi kalian, tapi kami saling mencintai. Saya mohon, percayakan Mario kepada saya. Saya akan menjaganya, mencintainya dan membahagiakan Rio sepenuh hati saya. Saya mohon!, biarkan kami menikah." Yusuf angkat bicara.

"CUKUP!!!, jangan sembunyi dibalik kata cinta. Itu bukan cinta, itu dosa terkutuk, itu bisikan setan. Baik agama kamu maupun agama kami, tidak ada yang membenarkan itu Suf!!. Kalian Itu sakit!!, Kalian harus bertobat!!" maki Mama dalam tangisnya, kemudian Mama menatap Mario, "kamu harus bertobat Rio, ini akibatnya karena kamu jauh dari tuhan, nggak pernah ibadah, kamu harus minta ampun dan berubah."

"Ma..., udah..., tenangin diri Mama, nanti jantung Mama kambuh," Papa mengusap pundak Mama yang sedang duduk di sebelahnya.

"Kamu yakin Suf?" tanya Papa dengan bijak.

"Yakin Om, saya yakin, saya nggak akan ngecewain Mario" jawab Yusuf.

"Kamu udah ijin sama orang tua kamu?" tanya Papa lagi. Yusuf menggeleng, "telpon mereka!" Papa terlihat serius dan lebih santai dibanding Mama yang menggebu-gebu.

Sedikit ragu-ragu, namun akhirnya Yusuf menelpon Ayahnya yang Ia panggil Abah, setelah panggilan tersambung, Papa meminta Yusuf untuk menyerahkan handphonenya. Yusuf sedikit lega, Papa ingin membantu menjelaskan perihal cinta terlarang Yusuf dan Mario.

"Halo pak, saya Joseph, saat ini Yusuf ada di depan saya" Papa dengan ramah berbicara dengan Abah.

"Assalamualaikum Pak Joseph, Saya Iskandar, ayahnya Yusuf, Yusuf kenapa pak? apa Yusuf membuat masalah?" tanya Abah, Hp sengaja di loudspeaker oleh Papa.

"Jadi begini Pak Iskandar..., anak bapak, si Yusuf bermaksud melamar anak saya," Papa menjelaskan dengan pelan.

"Loh..., kok nggak bilang-bilang, Yusuf nggak ada cerita pak sama saya, aduuh ada-ada aja, mohon maaf Pak Joseph, harusnya saya sebagai orang tua ikut mendampingi, maafkan kelancangan anak saya," ujar Abah merasa tidak enak.

"Masalahnya begini pak..., anak saya yang dilamar anak bapak adalah laki-laki, ANAK BAPAK INI SUDAH GILA!!, DAN BAPAK SEBAGAI ORANG TUA SUDAH GAGAL MENDIDIK ANAK!!" Papa yang tadinya bersikap lembut dalam sekejap berubah.

Yusuf masih menahan emosinya, Ia sudah salah menganggap jika Papanya Mario berniat membantunya. Ternyata Papa malah bermaksud menghina keluarganya.

"ANDA JANGAN ASAL BICARA!!!, ANAK SAYA TAU MANA YANG BENAR, MANA YANG SALAH. ANAK SAYA NGGAK MUNGKIN SEPERTI ITU!!" Abah ikut berbicara dengan lantang, sehingga Papa harus menjauhkan hape dari telinganya.

"SAYA TIDAK ASAL BICARA, ANAK ANDA HOMOSEKSUAL!!, ANAK ANDA NYEBARIN PENYAKIT TERKUTUK ITU KEPADA ANAK SAYA, KALAU ANDA TIDAK PERCAYA, ANDA TANYA SENDIRI!!" Papa lagi-lagi menghina Abah dan mengembalikan dengan kasar handphone Yusuf.

"Yusuf!!, bilang kalo semua ini bohong, kamu nggak mungkin ngelakuin dosa besar seperti itu, Abah nggak pernah ngajarin kamu, kamu sudah kelewat batas Suf!!" Nada suara Abah terdengar sangat kecewa.

"Maafin Yusuf Bah!" Yusuf langsung mematikan panggilan telepon Abah.

Yusuf menitikkan air mata, Ia tak kuasa menahan tangisnya. Sedangkan Mario masih terisak sejak tadi bersamaan dengan Mama yang juga meratapi dirinya, berkali-kali Mama lirih berdoa menyalahkan dirinya pada tuhan.

"Kamu dengar sendiri kan!!, orang tua mana yang rela, NGGAK ADA!!" bentak Papa, "jadi rencana kamu hanya ingin bicara sama saya, tanpa bicara sama orang tua kamu, agar cuma keluarga saya yang menanggung malu, BEGITU RENCANA KAMU!!!, KURANG AJAR KAMU SUF!!" Papa membentak lagi.

Yusuf hanya diam, pikirannya terpecah belah, Ia membayangkan apa yang terjadi dengan keluarganya di kampung halaman, hanya tangis yang mampu menjelaskan perasaanya saat ini.

"Lebih baik kamu pulang Suf!, sebelum Papa bertindak, Papa bisa nekat Suf" Hadi menimpali, terdengar seperti mengompori keadaan yang memanas.

"Kalo Papa sama Mama nggak bisa terima, maka keputusan Rio dan Mas Yusuf sudah bulat, Rio akan ikut Mas Yusuf, maafin Rio" ujar Mario berusaha menghentikan tangisnya, "ayo mas. kita pergi!"

"Berani kamu melangkah keluar, kamu akan liat mama mati hari ini!!" ancam Mama yang sejak tadi menangis, "Kamu lebih pilih dia daripada Mama, Ibu yang ngelahirin kamu, rawat kamu, sayangi kamu melebihi nyawa Mama sendiri, ini balasan kamu!!" Mama berteriak lebih histeris.

"Dek, apa kamu tega ninggalin keluarga yang lebih dulu kamu kenal, dibanding dia yang baru kamu kenal, apa kamu yakin kedepannya Yusuf tetap memegang janjinya, pernikahan itu nggak mudah, apalagi sejenis." Martha yang baru datang menimpali.

"Udah Mas, kita pergi!, jangan mau dipermalukan," ucap Mario yang masih melihat Yusuf tertunduk lemah dalam segala pikirannya yang mengawang.

"PERGI!!!, PERGI AJA KALO KAMU BENERAN MAU LIAT MAMA NEKAT!!" ancam Mama. "MAMA LEBIH BAIK MATI DARIPADA MEMBIARKAN ANAK MAMA JADI PENDOSA!!'.

Hadi dan Papa beranjak dari kursi dan menyeret Yusuf keluar. Yusuf tak melawan saat Papa mendaratkan pukulan di wajah Yusuf hingga Yusuf tersungkur di lantai. Yusuf bukan tidak mau melawan, kedua orang itu bisa dengan mudah Ia buat babak belur, namun Yusuf masih menghormati Joseph sebagai Papanya Mario dan Hadi sebagai kakak iparnya Mario. Mario yang melihatnya berusaha membantu, namun tangannya dipegangi oleh Martha dan Mama.

"Jangan pukulin Mas Yusuf Pa!!, Mas Yusuf nggak salah!!" tangis Mario yang melihat Yusuf masih dihajar papanya.

Mario memberontak dari pegangan Mama dan Martha yang tidak seberapa kuat. Akibatnya Mama terhuyung ke depan, kepala dan tubuhnya membentur meja ruang tamu yang terbuat dari kaca hingga pecah, tapi Mario sudah tidak perduli, Ia ingin melihat keadaan Yusuf terlebih dahulu. Martha panik, untung mama tidak kenapa-napa, hanya sedikit memar dan lecet.

"Pa, jangan pukulin mas Yusuf!!, kalo Papa mau marah, Papa sudah seharusnya bunuh Mario, bukan mas Yusuf!!" bela Mario dengan tangisnya yang tak kunjung henti.

"Kalian terkutuk!!, laknat!!, berdosa!!, kamu bahkan lebih milih dia dibanding mama kamu!!" maki Papa tanpa belas kasih meluapkan kemarahannya.

Yusuf kembali ingin diseret oleh Hadi, Mario berusaha menahan Hadi, tapi lengan Mario di cengkram oleh Papa dan menampar anak laki-laki semata wayangnya berkali kali, bahkan dengan tersungkurnya Mario, Papa masih saja menghajarnya.

"Om, jangan sakiti Mario!!, saya mohon!" ucap Yusuf meminta belas kasihan, "saya akan pergi, saya tidak akan bawa Mario, tapi saya mohon jangan sakiti Mario!" ujar Yusuf yang tidak tega melihat tubuh Mario dihajar habis-habisan oleh Papanya sendiri.

"Maksud kamu apa mas?, kita yang pergi, bukan cuma kamu, bawa aku mas" Mario masih berbicara dengan menahan sakit atas pukulan Papanya. Papa kembali menampar Mario.

Aku akan kembali lagi nanti Yo, Yusuf berkata dalam hati. Pikiran Yusuf saat ini buntu, Ia masih terpikir keadaan keluarganya di Yogya. Baik Yusuf dan Mario memiliki cinta sama besar pada keluarga. Seandainya saja Mario mengikuti saran Yusuf untuk tidak meminta izin, pasti hal ini tidak akan terjadi.

"MEMALUKAN!! RELASI PAPA INI SEMUANYA PENGURUS GEREJA, KAMU MENCEMARKAN NAMA BAIK PAPA!!" Papa kembali menampar Mario yang terduduk lemah diatas lantai.

"Hadi!!, bawa adik kamu ke kamar!!" Papa menyuruh sang menantu, Hadi segera menyeret paksa Mario ke kamar tamu dan mengunci pintu dari luar, Mario terus berteriak memanggil nama Yusuf.

"KAMU PERGI DARI SINI!! PERGI!!!" Papa mengusir Yusuf.

Yusuf tak dapat berbuat apa-apa, hanya tangis pedih yang ia lakukan. Ketakutannya selama ini akhirnya menjadi nyata. Inilah alasannya kenapa Yusuf tidak mau meminta restu, seandainya sejak awal mereka sudah kabur dan meninggalkan keluarga mereka, pasti mereka sudah bahagia. Mama yang histeris melihat kejadian di depan matanya tak sanggup lagi menahan sesak di dada, Mama kesulitan bernafas, penyakit jantungnya kambuh dan seketika Mama pingsan diatas sofa dengan luka gores dan memar sehabis terbentur meja kaca.

Yusuf melangkah gontai meninggalkan rumah Martha yang dipenuhi kepanikan karena Mama yang sedang pingsan. Dengan tangisnya, Yusuf berkali-kali meminta maaf kepada Mario didalam hati. Dalam kesedihan yang Ia rasakan, handphone Yusuf berbunyi, tertulis nama Mba Lisa di layar handphonenya.

"Hallo Mba" ucap Yusuf dengan suaranya yang serak penuh kesedihan.

"Suf, kamu bikin ulah apa sih dek?, Abah masuk rumah sakit, kata Ibu gara-gara nerima telpon dari kamu. Mba mohon, kamu pulang ya, liatin dulu keadaan Abah!"

"Iya mba, Yusuf pulang sekarang!"

Tak perduli tangis dan kehampaannya, Yusuf meninggalkan perkarangan rumah Mario. Yusuf memutuskan pulang kampung untuk menjelaskan semuanya, setelah itu Yusuf akan pergi dari keluarganya dan kembali menemui Mario untuk kabur. Itulah rencana Yusuf selanjutnya.

* * *

Setelah kurang lebih 10 jam perjalanan, Yusuf tiba di Yogyakarta. Yusuf langsung menuju alamat rumah sakit yang dikatakan Mba Lisa melalui chat. Setibanya di lokasi, 5 kakak perempuan Yusuf dan 1 kakak laki-lakinya sudah berkumpul di depan ruang ICU, keseluruhan anak-anak Abah berkumpul disana. Yusuf mendekati keluarganya yang melukiskan mata berwarna merah, sudah di pastikan mereka semua menangisi Abahnya.

"Siapa yang nyuruh manusia laknat ini kesini!!" teriak Harun, kakak laki-laki Yusuf satu-satunya saat melihat Yusuf.

Yusuf anak bungsu dari 7 bersaudara, kelima kakaknya perempuan, semuanya berhijab, dengan baju muslimah tertutup lebar dari atas hingga bawah, tak ada yang menampilkan lekuk tubuh, kelima kakak perempuannya benar-benar cerminan pakaian muslimah yang sebenarnya, dan Harun satu-satunya kakak laki-laki Yusuf yang berbeda jarak dua tahun dengan Yusuf. Seluruh kakaknya sudah berumah tangga, masing-masing sudah memiliki anak, sisa Yusuf saja yang masih melajang.

"Udah Run!, gimanapun juga itu Abah kita semua, Yusuf berhak ngelihat Abah" kata mba Lisa. Hanya mba Lisa yang masih berbaik hati memeluk Yusuf, sedangkan lima kakaknya menatap sinis ke arah Yusuf.

"Kaum sodom, kaum laknatullah kayak dia ini nggak pantes jadi anak Abah, darah orang kayak dia ini halal dibunuh!!" Harun masih menatap Yusuf dengan bengis.

"Harun!!, jaga omongan kamu!!, ini tempat umum!!" Mba Lisa memarahi Harun.

"Lagian ngapain kamu kesini!!, puas kamu udah bikin malu keluarga, kamu jahat Suf!, Istighfar kamu Suf!" timpal Mba Meira, kakak perempuan Yusuf yang nomor tiga.

"Silahkan..., silahkan bunuh Yusuf kak!, silahkan hakimi Yusuf, Yusuf memang berdosa, tapi apa kalian pikir ini kemauan Yusuf!?, Yusuf tidak pernah mau ditakdirkan untuk menjadi seperti ini, Yusuf tidak pernah meminta untuk dititipkan cinta pada orang yang tidak semestinya, ini bukan kemauan Yusuf!, kalian nggak tau apa-apa tentang perasaan Yusuf. Yusuf nggak pernah minta sama Allah untuk mencintai laki-laki. Hakimi Yusuf sepuas yang kalian mau, darah Yusuf halal kan untuk dibunuh?, silahkan bunuh Yusuf!" Yusuf tak sanggup menahan air matanya, Ia membiarkan kesedihannya tumpah, rasa kehilangan Mario, kebencian semua orang terhadap dirinya, ini sudah resiko yang akan Ia hadapi.

Yusuf mengacuhkan beberapa pasang mata yang melewati drama 7 kakak beradik itu, sebagian ada yang sengaja memperlambat langkah, hanya ingin tahu apa yang sedang terjadi.

"Masih berani kamu ngelawan!!, udah tahu salah, Istighfar Suf!, tobat!!!, yang malu kita Suf, kamu sih tenang-tenang aja, kamu nggak mikirin perasaan kakak-kakak kamu, apa kata ipar-ipar kami kalau tau adik kami mengikuti jejak kaum sodom!" Mba Risna, kakak perempuan Yusuf yang nomor lima ikut menimpali.

"Emang gak tau malu, udah salah bukannya introspeksi diri!" Mba Desi, anak pertama abahnya Yusuf ikut menyinyiri.

"Jangan egois kamu Suf, jangan mikirin hawa nafsu kamu sendiri!" kali ini Mba Febri, anak nomor dua juga ikut-ikutan menyerang Yusuf.

Yusuf hanya diam, semua menyalahkannya kecuali Mba Lisa, kakak perempuannya yang nomor empat memang paling dekat dengan Yusuf, tapi di dalam pikirannya, Yusuf hanya khilaf, Mba Lisa masih berharap Yusuf kembali ke jalan-NYA.

"CUKUP!!," teriak Mba Lisa membuat semuanya diam, "Kita lagi berduka, Abah lagi diantara hidup dan mati, kalian bukannya berdo'a, malah sibuk nyerang Yusuf!".

Kesemua kakak Yusuf bungkam seketika mendengar bentakan Mba Lisa. Mba Lisa memeluk Yusuf, berusaha menenangkan adik bungsunya yang malang. Dalam drama tujuh kakak beradik itu, Ibu datang menghampiri anak-anaknya.

"Lisa!!, pasti kamu kan yang nelpon dia!!" ujar Ibu memarahi Mba Lisa.

"Bu, Yusuf anak Abah juga, apa salahnya kalo Yusuf njenguk Abah" ujar Lisa lembut penuh pengertian.

"Ibu nggak punya anak yang Homoseksual, DIA BUKAN ANAK IBU!" ucap Ibu menyakiti hati Yusuf.

Yusuf tak bicara apa-apa. Keluarganya tidak ada yang salah. Apa yang dikatakan keluarganya sesuai dengan ajaran mereka, bahkan di hukum agama Yusuf, Yusuf pantas dirajam dan dicambuk sebagai hukuman perbuatan Faahisyah yang Ia lakukan. Tapi sesuai yang dikatakan Yusuf, Ia tidak menginginkan ini terjadi pada dirinya. Cinta itu datang dengan sendirinya. Yusuf memang Gay, tapi itu hanya berlaku untuk Mario seorang. Tak akan ada laki-laki lain selain Mario saja. Itu semua karena hubungan mereka dilandasi rasa cinta, bukan karena nafsu semata.

"Bu, jangan ngomong kayak gitu!" sergah Mba Lisa.

"Ibu nggak akan narik kata-kata Ibu, selagi kamu nggak bawa istri di depan Ibu, Ibu nggak akan pernah anggep kamu anak!" Ibu memberi ketegasan, "pergi kamu dari sini!!, Abah juga nggak akan sudi liat kamu!".

Dalam kepiluan hati dan tangis yang tak kunjung henti, Yusuf berbalik meninggalkan keluarganya. Ia sudah di usir, tidak dianggap anak, tidak dianggap adik, tidak ada tempat lagi bagi dirinya didalam orang-orang yang Ia sebut keluarga.

"Yusuf..!" panggil Mba Lisa, tapi Yusuf tetap berjalan tanpa menoleh ke belakang.

Terdengar suara derap langkah kaki Mba Lisa yang berlari menghampiri Yusuf. Mba Lisa memeluk erat Yusuf, Mba Lisa ikut menangis atas derita yang dialami adik bungsunya.

"Mba, makasih, Yusuf nggak apa-apa kok Mba," ucap Yusuf berusaha tegar, tapi air matanya tak dapat membohongi hatinya yang sedang dilanda sakit luar biasa. Sakit kehilangan semua orang yang Ia cintai, tapi Yusuf bertahan, ini adalah resiko yang Ia harus tanggung sendiri.

"Kamu ke rumah Mba dulu ya!, kamu istirahat aja dulu, nanti Mba akan kabari kamu masalah kesehatan abah. Kalo kamu mau nenangin diri, kamu bisa ke palembang, ke rumah Om Sakar sama tante Yana. Mba ngerti, kamu butuh waktu untuk berubah, Mba tau ini nggak mudah, tapi satu-satunya cara kalo kamu mau berubah, kamu harus hijrah!, tinggalin jakarta!, lupain kenangan kamu disana!" Mba Lisa menasehati dengan bijak.

"Makasih mba, tapi Yusuf mau kejar cinta Yusuf, maafin Yusuf kalo bikin malu" ujar Yusuf.

"Nggak Dek. Kamu nggak bikin malu, semua manusia punya dosanya masing-masing, hanya caranya aja yang berbeda, nggak ada manusia yang sempurna" jawab Mba Lisa masih memeluk Yusuf erat.

"Mba, titip Abah sama Ibu. Yusuf nggak tau, apa Yusuf bisa dateng ke Yogya lagi atau enggak, maafin Yusuf" Yusuf melepas pelukan Mba Lisa.

Yusuf kembali melajukan mobilnya menuju Jakarta. Namun karena belum tidur sejak kemarin, Yusuf memutuskan berhenti di Rest Area dan tidur dengan sangat lelap di dalam mobilnya. Niat hati ingin tidur sebentar, nyatanya Yusuf kebablasan. Ia dibangunkan oleh cahaya mentari yang menembus kaca mobilnya. Saking letih jiwa dan raganya, Yusuf tertidur selama 11 jam. Yusuf masih ingat, Ia tiba di rest area ini pukul sembilan malam, dan sekarang Ia terbangun pukul delapan pagi. Yusuf membersihkan wajahnya menggunakan tissue basah, Ia merutuk dirinya sendiri karena kebablasan selama ini, mengingat perjalanannya masih panjang. Yusuf melajukan mobilnya sangat cepat, didalam pikirannya saat ini hanyalah Mario Stevanus. Bagaimanapun caranya Ia harus mengejar cintanya.

* * *

Perjalanan panjang melelahkan tanpa hasil akhirnya selesai juga dilalui Yusuf. Yusuf tiba di jakarta tepat setelah adzan maghrib berkumandang. Yusuf segera melajukan mobilnya menuju rumah Martha. Sesampainya disana, Coffeeshop milik Martha buka seperti biasa, Yusuf melihat Martha masih melayani pembeli. Yusuf menghampiri Martha bermaksud menanyakan Mario, Namun Hadi yang melihat kedatangannya langsung menghadang Yusuf.

"Ngapain lagi lu kesini Bro!" ujar Hadi menantang

"Gua kemaren diem karena gua hormat sama lu sebagai kakak iparnya Mario, untuk sekarang nggak lagi, jadi gua nggak takut kalo mau berantem sama lu!" ancam Yusuf menatap tajam Hadi.

Martha yang melihat keributanpun menghampiri.

"Yusuf...," Martha tersenyum tulus menatap Yusuf, tak ada raut kebencian dari wajah Martha yang cantik, "Pih, biar mamih aja, nggak apa-apa" ujar Martha menyuruh suaminya pergi.

"Duduk dulu Suf!" Martha mempersilahkan dengan lembut.

"Dimana Mario ci?, Yusuf mau ketemu Mario, Yusuf mohon, Yusuf sangat mencintai Mario, Ijinin Yusuf ketemu Mario, tolong ci!" Yusuf meminta belas kasih.

Martha ikut menitikkan air mata, "Suf, cici ngerti kok, kalian memang saling mencintai, cici bisa liat dan rasain itu, tapi Suf..., cici dan keluarga nggak rela kalo kalian nikah, mau tarok dimana muka keluarga kami, relasi papa itu kebanyakan pegurus gereja, papa juga anggota legislatif di manado Suf, maaf cici bukan bermaksud sombong. Tapi keluarga kami adalah keluarga terpandang. Kalau kalian nikah, nama baik keluarga kami bisa rusak dengan mudah, musuh-musuh papa bisa gunain ini sebagai kelemahan papa. Suf..., cici yakin, kamu lebih bisa diajak diskusi dibanding Mario, kamu lebih dewasa menyikapi ini dibanding Mario. Jangan cari Mario lagi, Mario udah dibawa pergi sama Papa dan Mama. Cici moho....n banget sama kamu suf, biarin Mario pergi, Mario nggak akan lupa sama kamu, tapi cukup semua ini jadi kenangan buat kalian." Martha berkata panjang lebar dengan air mata yang membasahi pipinya.

"Ci, tolong!!, ijinin Yusuf ketemu Mario untuk terakhir kalinya," pinta Yusuf kembali mengiba.

"Mario diajak pulang ke Manado Suf, minggu depan Mario ke Swiss, dia disuruh ngelanjutin S2 sama papa di Bern" ujar Martha, "Oh ya, maaf tadi Cici ambil mobil mario nggak bilang-bilang, untuk laptop dan baju-baju Mario, cici kasih buat kamu aja Suf" Martha menambahkan.

Yusuf beranjak dari tempat duduknya, Ia tidak mengerti lagi apa yang harus dilakukannya, menyusul ke manado, ada banyak nama Mario di sana, bahkan Yusuf tidak tahu alamat Mario di manado dikarenakan KTP Mario sudah beralamatkan rumah Martha. Tak ada yang bisa dilakukan Yusuf selain merelakan hubungannya berakhir dengan Mario. Yusuf tak pernah sesedih ini dalam hidupnya, sekalinya berpacaran, berakhir menyedihkan.