Setelah selesai berkenalan sekalian nego gaji dengan Tante nya Athong yang bernama ci Ason, Raka dan Kanaya langsung berpamitan saat sudah deal di angka yang di sepakati, dan juga sudah membuat kesepakatan akan mulai bekerja besok.
Mereka pun berjalan bersamaan, beriringan menuju parkiran di depan toko Athong.
"Oke bro, gue cabut dulu ya. Thank you banget udah mau nolongin gue." Ungkap Raka memberi salam pada Athong.
"Sama-sama bro, dengan senang hati gua membantu." Athong tersenyum lebar menatap Raka dan Kanaya.
"Kita mau kemana lagi, Ka?" Tanya Kanaya yang tidak tahu apa-apa tentang rencana Raka, untuk memberi bantuan.
"Nyari tempat tinggal buat lu lah!" Sahut Raka kemudian langsung menuju ke mobil, di ikuti oleh langkah Kanaya.
***
"Gue nyari kosan sendiri aja, Ka. Udah cukup lu bantu gue." Kata Kanaya, menjadi tidak enak perasaan karena melihat sikap Raka yang berubah.
"Nggak apa-apa. Tanggung! Lagian ini kosan juga punya temen gue, dan pasti aman buat para cewe." Kata Raka, matanya hanya memandang ke jalan, tanpa menengok Kanaya sedikitpun.
"Tapi, gue nggak ada uang." Ucap Kanaya tertunduk malu bercampur sedih.
"Biar gue yang bayar dulu, tapi bulan depan lu yang bayar. Karna gue nggak bisa bantu banyak." Kata Raka tegas.
"Ya ampun Raka!" Wajah Kanaya menunjukan keharuan yang tak biasa, ia membuka mata lebar seolah masih tidak percaya pada laki-laki yang baru 2 hari ia kenal, namun banyak membantu dirinya.
"Itu juga, gue udah bersyukur banget, terima kasih banyak Raka. Maafin ya kalau ucapan gue selalu ketus ke lu." Kanaya menjadi merasa bersalah atas sikap nya belakangan ini, yang ia sadari sangat menyebalkan hingga membuat Raka menjadi dingin.
"Nggak apa-apa, Nay. Gue kan orang asing buat lu, wajar kok lu bersikap begitu sama gue." Jawab Raka sekalian menyindir sikap Kanaya.
"Nah kan, bener apa yang gue pikirin sedari tadi lu marah karna omongan gue saat di kampus lu tadi kan?" Kanaya langsung to the point.
"Ngaku aja deh, gitu aja ngambek! Dasar laki-laki." Sambil mencolek pinggang Raka.
"Ishh apaan sih! Geli tau." Raka akhirnya memberikan senyum pada Kanaya.
Karna ia tidak bisa bertahan menahan marah pada Kanaya.
Karna baru kali ini Raka merasa ada yang berbeda di hati nya, sejak ia melihat Kanaya. Terlebih sejak ia bersama 2 hari ini, hati nya semakin merasakan bahagia yang hampir tidak pernah ia alami selama ini.
"Udah sampe nih." Raka menghentikan mobil tepat di sebuah rumah tanpa pagar dan berada di pinggir jalan, terlihat banyak sekali motor parkir di halaman rumah tersebut.
"Kosan nya gede banget. Pasti mahal ya? Kalau mahal gue nggak mau ah, kan gaji di toko hape cuma berapa aja Raka. Nggak akan cukup kalau model kosan nya mewah begini." Omel Kanaya tak berhenti, sebelum ia mendengarkan penjelasan dari Raka.
"Iih, baru sekarang ya lu keliatan bawel nya. Kemarin mah lu diem banget deh." Protes Raka, melihat Kanaya yang terus berbicara.
Karna malu, Kanaya pun langsung diam dan berusaha menahan kata-kata yang ingin ia muntahkan dari mulutnya.
"Denger ya, disini kosan puteri paling murah sejagat raya. Sebenarnya bervariasi tergantung fasilitas apa aja di kamar nya." Lelaki baik hati inu berusaha menjelaskan pada Kanaya.
"Maksudnya gimana sih, Ka??" Kanaya bingung dengan ucapan Raka, karna ia tidak pernah mengenal kosan.
"Jadi gini, misal nya pake ac atau pake kipas angin. Kamar mandi dalam atau luar, nah itu yang membedakan setiap kamar bervariasi harga nya." Ucap Raka menatap Kanaya.
Sementara Kanaya hanya melongo, dari mata nya terlihat ia masih tidak mengerti apa yang di ucapkan Raka.
"Aduuh! Udah yuk masuk aja, supaya bisa kita tanya-tanya langsung sama yang punya, biar gue juga nggak bingung jelasin ke lu." Raka kehabisan kata-kata.
"Hehehe, okee. Yuk!" Respon positif Kanaya.
***
Begitu kedua nya di luar, tiba-tiba ada seseorang menghampiri mereka, seorang ibu paruh baya, namun masih terlihat segar bugar dan bersemangat.
"Selamat siang Mas Raka." Sapa ibu paruh baya, dengan senyum super lebar.
"Bi inah masih inget aja sama saya." Raka tersenyum dan tersipu malu malu.
"Masih lah, masa cowo ganteng di lupain." Jawab Bi Inah memuji Raka.
"Eh kok jadi ngobrol disini, ayok kita liat kamar nya." Ajak Bi Inah memimpin jalan, serta memberi tahu dimana letak kamar kosong.
Mereka pun berjalan menelusuri lorong yang penuh dengan cahaya matahari.
Melewati beberapa kamar, lalu mereka naik tangga satu lantai, belok kiri dan kedua dari kiri tangga itulah kamar yang mereka tuju.
"Dibawah nggak ada Bj?" Protes Raka saat harus naik tangga.
"Di bawah ada dua kamar yang kosong, tapi ac mas dan agak mahal harga nya."
"Iyaa nggak apa-apa Bi, disini aja." Celetuk Kanaya, menatap Bi inah dan menatap Raka.
"Oke kalau gitu liat aja kamar nya dulu ya." Bi inah pun membuka pintu dengan anak kunci yang sudah ia siapkan.
Kamar yang hanya di isi dengan tempat tidur, lemari kecil dan minimalis serta kipas angin ini terpaksa Kanaya iyakan.
Karna kamar nya lumayan bersih dan sudah di pakerin kawat nyamuk yang bersih di sisi jendela.
Menjadi nilai plus untuk Kanaya.
"Kamar mandi nya dimana Bi?" Tanya Kanaya, saat matanya tidak bisa menemukan kamar mandi di dalam kamar itu.
"Ooh, tipe kamar yang ini kamar mandi nya di luar non, bareng-bareng dengan anak kos yang lain." Jelas Bi Inah sambil menunjuk ke ujung kiri dan kanan.
"Ada dua ya kamar mandi nya?" Tanya Kanaya bingung.
"Iya non ada satu. Di sebelah kiri dua, di sebelah kanan satu." Jelas Bi inah santun.
"Gimana kalau mau kerja nanti rebutan kamar mandi dong?" Tanya kanaya sambil membayanglan betapa ricuh nya suasana di pagi hari.
"Hehehe, kalau itu ya, seni nya non. Harus bisa bangun lebih dulu dari yang lain supaya keburu mandi. Kalau nggak keburu mandi ya terpaksa-"
"Nggak mandi, hehehe..." bisik Bi inah di selingi tawa kecil.
"Hehehe, gitu ya." Kanaya seolah tak bisa berkat kata lagi, ia hanya bisa menatap bergantian sambil membayangkan jarak kamar mandi yang harus melewati beberapa kamar kos lain nya. Membuat nya kehabisan waktu saat berjalan mencapai kamar mandi.
Belum lagi saat bangun tidur suasana mata dan otak tidak bisa langsung stabil, butuh waktu lebih membuat sinkron keadaan otak dan mata.
"Jadi mau kamar tipe yang mana non?" Tanya Bi inah masih menunggu keputusan Kanaya yang terdiam dari tadi.