webnovel

Sekretaris Pipi

Semua wanita ingin mempunyai rumah tangga yang Sakinah Mawadah Warohmah. keluarga yang harmonis dan bahagia hingga akhir hayat. Namun ketika impian tidak sesuai dengan kenyataan, jika takdir tuhan berkata lain apa yang harus kita perbuat selain ikhlas dan sabar.  Namaku Vira, aku menikah dengan seorang pengusaha sukses ternama di Ibu Kota. Pernikahan kami diterjang badai saat suamiku mempunyai sekretaris baru di kantornya. tetapi aku tidak tau ternyata kini sahabatkulah yang menjadi sekretaris baru suamiku. "Pipi, kesini CEPAT !" kupanggil suamiku dengan rasa penuh amarah. "Ada apa sih mi, kenapa mimi marah-marah begitu ?" jawab suamiku berjalan menuju ke ranjang tempat tidur kami. "Tolong jelaskan foto apa ini maksudnya !" aku menyodorkan ponsel miliku dan memperlihatkan foto yang di jadikan history oleh sahabatku di media sosial. "Jelas itu foto jesica dengan cowoknya mungkin, kenapa malah tanya ke pipi ?" Jawab suamiku. "No, tidak pi ! ini jelas KAMU ! aku hafal betul perawakan suamiku dan ini jas kamu kan pi ! Tolong jelaskan ke mimi apa maksud semua ini !" bantahku menggebu-gebu, sambil menarik baju yang melekat pada tubuhnya. Aku melihat foto suamiku tampak belakang, memang seperti postur tubuh suamiku. Yang sedang berduaan dikamar hotel. Firasat seorang istri memanglah kuat, namun suamiku selalu mengelaknya. disini lah awal badai rumah tanggaku. Air mata ini tidak berhenti membasahi pipiku. Rasanya hati ini hancur, suami yang aku cintai dan sahabatku yang selama ini sudah aku anggap seperti adiku sendiri telah bermain dibelakangku.  "Apa yang harus aku lakukan ya tuhan, apakah aku harus mengakhiri pernikahan ini atau mempertahankan pernikahanku demi anakku Adel ? dia masih sangat kecil jika harus kehilangan sosok pipinya." menangis tersungkur di lantai. Bagaimana aksi-aksi teror sekretaris pipi itu merebut pipi dari mimi ? Apakah Vira akan mepertahankan pernikahannya yang sudah 7 tahun mereka bangun, atau malah menceraikannya ? Simak Next story ......

iga_emilia · Urbain
Pas assez d’évaluations
357 Chs

Boleh pulang

Dalam amplop cokelat yang ada ditanganku ini, ada hasil rontgen dan secarik kertas sebagai keterangan gambar rontgen tersebut. Pertama ku keluarkan hasil foto rontgen itu, aku mentrawangnya mencari cahaya yang lebih cerah agar gambar semakin terlihat jelas.

Terlihat gambar hitam putih membentuk paru-paru. Di gambar rontgen terlihat paru-paru ayahku terdapat flek. Untuk memperjelas gambar tersebut, langsung aku membaca secarik kertas putih sebagai keterangannya. Disitu terdapat tulisan bahasa medis yang tidak begitu aku mengerti apa artinya.

Tetapi dikesimpulan sudah dijelaskan bahwa paru-paru ayahku memang terdapat flek yang mungkin disebabkan oleh asap rokok yang menahun. Memang selama ini beliau perokok aktif. Ditambah aktivitas pekerjaannya yang sibuk dan usia yang sudah memasuki usia kepala 5. Hal itu lah yang membuat sesak nafasnya.

"Dengan hasil seperti ini, apakah ayah masih harus disini atau sudah boleh pulang ya ?" Gumamku bingung dalam hati. Daripada aku bertanya-tanya tanpa kepastian, akhirnya aku langsung menuju ke ruang dokter yang menangani ayahku selama disini.

Karena aku tidak tau dimana ruangan dokter yang menangani ayahku, Aku menuju ke tempat informasi dan adminstrasi rumah sakit tersebut untuk menanyakan dimana ruang dokter yang menangani ayahku kemarin. Namanya dokter Hendrawan spesialis paru. Lalu oleh petugas, aku diberi petunjuk bahwa ruangan dokter Hendrawan berada di lantai dua. Dan kebetulan beliau ada di ruangannya. Sebentar lagi ada visit ke pasien lain.

Tanpa berpikir lama langsung saja aku menuju ke lantai dua menggunakan lift. Ku berjalan menyusuri lantai dua membaca satu persatu tulisan papan nama yang tertempel di depan pintu. Dan akhirnya aku menemukan satu ruangan dimana di depan pintu tersebut tertempel papan nama dr.Hendrawan.Sp.P. 

"ya, ini sepertinya ruangan dokter Hendrawan."

tok…tok…tok..permisi.

Ku ketuk pintu berwarna cokelat ruangan itu. Terdengar suara lelaki mempersilahkan masuk dari dalam ruangan. Lalu aku membuka pintu tersebut terlihat seorang lelaki dengan usia sekitar 40 tahun, duduk di kursi mejanya. "Selamat siang dok."sapaku dengan ramah.

"Selamat siang, silahkan masuk." Jawabnya sambil mempersilahkan ku untuk duduk.

"Terimakasih dok."

"Ada yang bisa saya bantu?" Tanya sang dokter.

"Gini dok, saya vira anak dari pasien bernama Hendrawan yang sekarang dirawat di ruang anggrek 1. Dan ini hasil rontgen paru-paru milik ayah saya. Dengan hasil seperti ini, apakah beliau diperbolehkan pulang atau masih harus dirawat inap?" Tanyaku sambil menyodorkan amplop cokelat ditanganku.

" oh sudah keluar ya hasilnya. Sebentar coba saya lihat dulu ya " sambil membuka amplop coklat.

Lalu lelaki berjas putih dan berkacamata di depanku ini membuka amplop tersebut dan membaca nya. Tidak perlu waktu lama untuk dokter senior untuk membacanya, langsung beliau menerangkan kepadaku dan menjelaskan bahwa ayahku diperbolehkan pulang namun tidak boleh beraktivitas yang melelahkan dan harus berhenti merokok. 

"Pak hartawan boleh pulang hari ini, nanti saya berikan resep, beberapa obat untuk rutin di minum ya, setelah obatnya habis, harap untuk kontrol kembali, untuk mengetahui perkembangannya." Terang sang dokter.

"Oh begitu ya dok, baiklah terimakasih atas kejelasannya dok.''

"Iya, sama-sama. Namun sebelum pulang saya akan cek pak Hartawan dulu. Sekitar 2jam lagi."

"Baik dok, kalau begitu saya permisi dok." Aku beranjak dari tempat duduku dan keluar dari ruangan dokter spesialis paru itu.

Aku kembali ke ruangan anggrek 1. Sambil berjalan ke kamar ayah, aku terpikirkan untuk menghubungi Frans tentang kondisi ayahku saat inu. Bagaimanapun juga beliau sudah banyak membantu.

"Ini kabar baik, aku harus kasih kabar ke mas Frans kalau ayah boleh pulang hari ini." 

tuut...tuut...tuut

Aku mencoba menghubungi Frans berkali-kali namun tak kunjung diangkat juga olehnya. "Mungkin dia lagi sibuk ya, yaudah aku kirim pesan saja. Yang sewaktu-waktu bisa dibuka dan dibaca."

"Assalau'alaikum, selamat siang mas Frans, apa kabar ? semoga kamu baik-baik saja ya. saya mau kasih kabar baik, jika hari ini ayah diperbolehkan untuk pulang ke rumah. Dan Terimakasih banyak ya, sudah membantu ayahku saat beliau jatuh sampai bisa dirawat di rumah sakit."

Langsung saja ku tekan tombol send untuk mengirim pesan singkat itu. Setidaknya aku sudah memberi update tentang ayah hari ini. 

***

Aku kembali masuk di kamar ayah, ternyata om bagus dan istrinya masih di dalam ruangan. "Vira, gimana hasil lab milik ayah ?" Tanya ayahku penuh penasaran.

"Kata dokter, ayah boleh pulang hari ini. Tapi harus nunggu dokter Hendrawan dulu untuk cek terakhir sebelum ayah pulang." Terangku di depan ayah dan sahabatnya. 

"Alhamdulillah" terlihat senyum bahagia di wajah ayahku mendapat kabar tersebut.

***

Istri om bagus tiba-tiba keluar kamar saat mendapatkan ponselnya berbunyi. Sepertinya beliau mengangkat telepon dari seseorang. 

Setelah beberapa menit kemudian wanita putih seksi nan cantik seperti jesica anaknya itu kembali masuk ke kamar.

"Telepon dari siapa mah ?" Tanya om bagus pada istrinya.

"Ini pah, dari jesica. Dia kasih kabar ke mamah, kalau sudah sampai di Bandung." Terang istri om Bagus

Aku yang mendengar percakapan mereka sangat kesal, "berati, jesica dan mas Frans sudah sampai. Kenapa pesanku belum juga di respon ya?"  gerutuku kesal. sambil membuka ponsel berharap ada notifikasi darj mas Frans.

"Oh ya vir, jesica sekarang sedang dinas ke Bandung dengan bosnya loh. Tante lihat sepertinya dia sangat happy." Ucap istri om Bagus membuyarkan lamunanku.

"Oh gitu ya tante, syukur deh kalo jesi happy. Mungkin pengalaman pertama juga untuk dia. Makanya ia happy banget."  Senyum tipis menutupi wajah kesalku.

"Kalian sahabatan sudah lama ya, tolong selalu dijaga persahabatan kalian ya, seperti persahabatan ayah dan papa nya jesi." Ucap ayahku kepadaku.

Sepertinya ayah melihat kekesalan diraut wajahku, makanya ia ngomong seperti itu. 

Jam sudah menunjukan pukul tiga sore. Sudah waktunya om bagus beserta istrinya pamit untuk pulang. Karena harus ke bandara ada jadwal penerbangan ke kuala lumpur. Ada beberapa pekerjaan yang harus mereka selesaikan.

Memang mereka pasangan  pembisnis kompak yang telah mengibarkan bendera kesuksesan. Tidak heran jika jadwalnya sangat padat mengurus bisnisnya. Dan hampir jarang pulang ke rumah.

Hingga jesica pernah sempat curhat dan mengeluh kepadaku jika dirinya merasa kesepian di rumah. Hanya berteman dengan pembantu rumah tangga, dan satpam drumahnya. Sedangkan Baby sister atau mbok yang merawat jesica semenjak masih kecil, beliau sudah lama meninggal saat jesi duduk di bangku SMA.

Sebagai sahabat yang baik, aku berusaha memberikan positive thinking pengertian padanya. Bahwa orang tuanya bekerja juga untuk dirinya, kebahagiaan dan masa depannya.

Terkadang memang, kita sebagai manusia lupa akan bersyukur apa yang sudah kita punya. Ada anak yang orang tuanya kurang mampu, perekonomian orang tuanya berada di tingkat menengah kebawah. Orang tuanya juga selalu ada untuk anak-anak mereka. Sehingga Kehidupan anak mereka tidak merasa kesepian. Namun, dengan berjalannya waktu mereka harus bekerja keras untuk membantu orang tuanya mencukupi kebutuhan sehari-hari.

Ada pula seorang anak yang orang tuanya sukses namun waktu untuk anak mereka sangat minim. Sehingga orang tua menitipkan anaknya pada baby sister atau neneknya. Seorang anak kurang akan kasih sayang orang tuanya. Sehingga sang anak merasa kesepian dan haus kasih sayang orang tuanya.

Orang tua yang sibuk dengan pekerjaannya, jarang pulang kerumah dan sering berpergian keluar kota, bekerja keras, semata-mata untuk menyiapkan kehidupan anak mereka kedepannya agar lebih baik. Semua itu memang harus mengorbankan waktunya untuk anak mereka. Hanya harta yang menemani anak-anaknya. Tidak heran jika seorang anak haus kasih sayang dan perhatian orang tua mereka.

Namun sebagai seorang anak bagaimanapun keadaan orang tua, harus tetaplah bersyukur. Seorang anak tidak bisa memilih untuk minta memiliki orang tua seperti apa kondisinya. Yang pasti, orang tua hanya memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya. 

"Har, saya pamit pulang ya, semoga keadaanmu cepat membaik. Sampai bertemu dilain waktu ya." Pamit om Bagus kepada ayahku. 

"Iya om, tante hati-hati ya dijalan." Ucapku sambil menutup pintu kamar kembali.