webnovel

Chapter 5 : Ruang Rahasia

"Kak Qabil, kau datang." Sambut seorang wanita sebayanya, mencari seseorang di belakang Qabil. "Di mana kak Habil?" tanyanya.

"Dia bersama dengan Rival." jawab Qabil.

"Rival? Siapa Rival?" tanya Wanita tersebut.

"Queensha, apakah ayahmu ada?" tanya Qabil sedikit bergetar, saat menyebutkan kata "ayah", memang terdengar biasa saja, tapi bagi Qabil ini sangat terasa canggung.

Wanita bernama Queensha tahu, Qabil menghindari pertanyaannya, ia selalu berpikir entah sampai kapan kedua saudara ini bekerja dengan ayahnya yang hidup tersembunyi di sebuah ruang rahasia seperti ini. Queensha memandang mata Qabil yang berwarna abu-abu kecoklatan dengan berharap pria itu luluh memberitahu siapa orang yang sekarang ia bawa, seperti apa dan bagaimana. Tetap saja kekuatan Qabil lebih senior darinya, Qabil bisa melawan, sampai akhirnya ia harus mengalah membukakan pintu untuk Qabil.

"Silakan, ayah sudah menunggu mu." ucap Queensha kurang bersahabat.

Qabil tahu wanita itu kembali kesal dengan sikapnya yang begitu bodoh di depan Tuan Eric, ayah dari Queensha. Qabil pun melangkahkan kaki kanannya untuk masuk ruang rahasia tersebut, auranya sangat berbeda saat Qabil masuk ke dalam, begitu panas dan pengap, entah kenapa wanita bernama Queensha itu bisa bertahan dengan aura ini, bahkan Qabil masih bisa merasakan jika Queensha begitu suci untuk tempat yang ia pijak sekarang ini.

"Dia pasti bangga denganmu." ucap Queensha tiba-tiba, membuat Qabil yang membelakanginya terhenti, menoleh padanya.

Tiba-tiba seorang wanita berbaju pelayan mencoba menutupi kepalanya dengan kain putih, bertanda waktunya bertemu Qabil telah habis.

Qabil terus melihat kepergian Queensha dengan tatapan binggung dan tertekan.

"Tuan Qabil. Tuan Eric telah memanggil anda." panggil pria dengan busana pelayannya.

Qabil mencoba mengikuti pria tersebut, mencoba menaiki satu persatu anak tangga, tidak ada pintu di sana hanya ada tangga yang menembus langit-langit atap.

"Berpegangan lah." ucap si pelayan Pria.

Dengan refleks Qabil melakukan hal itu.

"Turn." Pelayan pria itu mengucapkan sebuah kalimat.

Dengan hitungan detik tangga yang menembus dinding langit-langit mulai bergerak meninggalkan langit-langit tersebut berputar sembilan puluh derajat untuk berpindah tempat. Ini bukan kali pertamanya ia menaiki tangga aneh ini, ia begitu sering, bahkan selalu, tapi tetap saja reaksinya seperti masih pertama kali menaikinya.

Ruangan ini memang cukup aneh bagi kalian yang baru pertama kali berkunjung, terlihat hanya satu bagian ruangan dari luar, namun nyatanya begitu luas di dalam. Setelah berputar penuh, tangga tersebut terhenti di tengah langit-langit melayang begitu saja, Qabil bisa melihat pelayan itu memutar jarinya dan mengepal kemudian. "Dominus Ericus versus cubiculum." Ia menyebut sebuah kalimat yang Qabil tidak mengerti.

Walaupun ia sudah lama berada di sekolah sihir ini, tidak ada alasan mereka untuk mengajarkan dirinya dan Habil saudaranya untuk mempelajari bahasa latin itu. Qabil sangat ingat dengan jelas, adik kandung dari pihak ayah membawanya ke tempat ini, berjanji akan menjemput mereka, namun sampai sekarang ia tidak pernah muncul atau mungkin sudah tiada. Qabil bisa mendengar suara poros besi saling beradu berputar untuk menyempurnakan tangga tersebut agar sejajar dengan lukisan sebuah ruangan dengan pintu itu memang terlihat nyata. Pintu dalam lukisan tersebut terbuka menyambut mereka.

"Silakan, Tuan Eric pasti sudah menunggu anda." ucap si pelayan.

"Terima kasih." balas Qabil.

Pelayan tersebut melangkah mundur, menapakkan kaki pada tangga, tentu saja itu terjadi kembali, begitu rumit ruangan ini. Qabil mencoba mengumpulkan keberanian untuk bertemu dengan Tuan Eric, ini sangat menegangkan sekali, dirapihkan-nya kerah kemeja.

"Selamat datang Qabil." Sapa Tuan Eric. Tidak ada yang tahu pasti wujud asli beliau, bahkan Qabil pun yang ada di sana dan bekerja dengannya pun tidak pernah melihat wujud asli Tuan Eric. Para guru senior pun tidak ada yang tahu pasti tentang Tuan Eric, yang tahu hanya beberapa orang saja, salah satunya adalah Rival.

"Selamat pagi Tuan, maafkan saya jika melenceng." ucap Qabil nundukkan kepala.

"Di mana Habil?" tanya Tuan Eric.

"Ia berusaha membawa remaja yang Tuan minta." jelas Qabil.

"Jika ia belum siap, jangan kalian paksa, aku hanya ingin kalian mengawasinya saja sampai ia berguna untukku dan sekolah ini." Pinta Tuan Eric. "Ini yang paling penting, jangan buat ia marah lebih dari kalian." Tambahnya.

"Baik Tuan, saya akan lakukan itu." Qabil menundukkan kepala, dua detik cukup untuk dia mengangkat kembali kepalanya, saat itulah ia sudah berada di tempat lain.

"Qabil? Apa yang kau lakukan di sini?" tanya seorang guru dengan gaun biru laut.

Seluruh murid yang ada di sana melihat Qabil dengan tatapan serius dan bertanya-tanya apa yang dilakukan kakak senior mereka itu yang tiba-tiba muncul di kelas mereka.

"Selamat pagi bu Mariam." Sapa Qabil.

"Apa anda menggunakan portal waktu lagi?" tanya Mariam.

Qabil melihat satu persatu para murid. "Tidak apa-apa, hanya percobaan. Saya permisi, selamat pagi." Selesai menundukkan kepala, Qabil bergegas keluar dari kelas tersebut.

Dari seluruh murid yang memperhatikan tentu saja ada ketiga remaja perempuan itu, Lisa, Lyne dan Green mereka memperhatikan Qabil begitu serius, tentu saja Lisa si periang selalu penasaran dengan apa yang terjadi.

Selesai pelajaran Lisa begitu semangat mencari tahu, walaupun Green sudah memberitahunya untuk tidak ikut campur dalam urusan orang lain, tapi tetap saja Lisa yang keras kepala akan melakukan hal konyol itu.

"Lyne bagaimana dengan kau? Apa kau akan ikut mencari tau?" tanya Lisa mencoba merayu Lyne yang sibuk membaca buku novelnya.

Wanita berambut senja itu melirik kedua temannya. Tentu saja Green memberi isyarat untuk tidak mengiyakan pemikiran Lisa yang tidak masuk akal.

"Tidak! Aku sibuk." ucap Lyne tegas. Lisa menunduk kecewa, Green menoleh melihat temannya itu.

"Puas, apa kau akan tetap melakukannya sendiri?" tanya Green masih memastikan.

"Ya, aku penasaran dengan ruang rahasia itu." ucap Lisa dengan posisi seperti orang berpikir.

"Aku dengar murid yang masuk ke sana hanya murid yang terpilih, namun mereka tidak pernah keluar lagi, abadi di dalam sana." jelas Lyne, menambah masalah yang membuat Lisa semakin penasaran.

"Baiklah! Kalau begitu malam ini kita pastikan itu semua! Bagaimana?!" tanya Lisa semangat.

"Tidak!" balas kedua temannya secara bersamaan.

Lisa memoyongkan bibirnya, cemberut kecewa. Entah kenapa Lisa menangkap sosok remaja laki-laki pagi tadi bersama Habil, berjalan bersama entah ke mana.

"Kak Habil! Kak Habil!!" teriak Lisa.

Mendengar nama Habil, membuat wajah Green memerah dengan cepat Green melangkah mundur menempelkan diri di sebuah pohon untuk berkamuflase seperti hewan.

Lisa dan Lyne melihat tingkah laku Green yang terlihat jelas sekali kalau ia menunjukkan sebuah perasaan terhadap Habil. Memang kakak senior satu ini memang luar biasa memikat seluruh murid perempuan di sekolah sihir, bukan hanya murid mungkin guru dan seluruh staf pun merasakan hal yang sama dengan Green atau beda? Entahlah.