webnovel

Chapter 22 : Arwah Murid Wanita

"APA!"

Green menepuk lengan Lisa untuk tidak terlalu memancing yang lain, dengan cepat Lisa menutup mulut dengan kedua tangan.

"Kau serius. Hantu?" tanya Lisa tidak percaya dengan wajah pucat pasih.

Green mengangguk pelan. Lisa pun kembali ke posisi duduk sempurna dengan perlahan, masih tidak percaya jika ada hantu wanita yang mengikuti Rival.

"Apa yang hantu itu inginkan?" tanya Lisa.

Lyne menoleh memperhatikan mereka. "Bisakah kalian diam, kalian berisik sekali!"

"Maaf." Lisa menunduk kembali sibuk dengan catatanya.

~*~

Suara rintik air yang keluar dari keran rusak begitu nyaring di ruang yang sepi, hanya mereka yang memiliki kekuatan khusus yang bisa mendengar keheningan seperti ini. Di ruang kelas yang ribut mereka bisa menyaring suara menjadi tenang, itu sebabnya kebanyakan mereka yang mempunyai kekuatan, memiliki sifat pendiam, walaupun kenyataannya tidak seperti itu.

"Rival."

Rival mendongak melihat siapa yang memanggil. "Ya?" Balasnya saat tahu seorang murid wanita berdiri di depannya. Murid itu menunduk malu-malu memberikan sesuatu pada Rival, seluruh murid di kelas bersorak senang. Tanpa menunggu lama Rival segera menerima kertas tersebut dengan raut wajah datar tidak ada ekspresi sama sekali.

"Aku akan membacanya nanti." ucapnya meletakkan kertas tersebut begitu saja di meja.

Murid wanita itu mengerti, ia terlihat senang dengan sambutan Rival dengan percaya diri berjalan keluar bersama teman-temannya dari kelas Rival.

"Apa yang terjadi? Dia bukannya murid senior, kan?" Aidan yang baru sampai melihat Rival yang sibuk dengan buku bacaannya.

"Entahlah, akhir-akhir ini banyak murid wanita yang kesasar hatinya."

"Ya, seharusnya mereka memilih pria yang humoris bukan gunung es seperti mu." Aidan tertawa meledek.

Rival menatap dingin, seketika Aidan terdiam.

"Kalau begitu, aku pergi." Aidan menuju kursinya.

Arwah murid wanita menertawakan mereka, menurutnya itu sangat lucu, walaupun Rival tidak begitu nyaman dengan tawa cekikiknya, ia bisa saja mengusir arwah tersebut, tapi itu akan membuatnya celaka. Di jam pelajaran dia terus mengganggu para murid yang sedang serius belajar, bahkan sampai membuat keributan dengan merasuk satu persatu murid yang ada di sana.

Itu membuat Rival stres. Membuat guru dan yang lain berpendapat dirinyalah penyebabnya. Karena dari sekian murid, hanya dirinya yang tidak kersukkan.

"APA! HANTU?!" Aidan begitu terkejut saat mendengar cerita Rival, ia juga baru tersadar dari rasukkan. Mendengar itu membuat dirinya merinding dengan pelan menghindar dari Rival.

Mata Rival melirik tajam. "Justru kalau kau jauh aku tidak bisa melindungimu!" ucap Rival.

"Benarkah?" Aidan mulai mendekat.

Rival menghela napas frustasi, memikirkan bagaimana caranya agar arwah penasaran ini menjauh darinya. Karena setiap ia bertanya wanita itu akan menangis dan menghancurkan barang-barang di sekitarnya, itu membuatnya rugi, walaupun sebenarnya ia tidak menganti dengan uang, tapi Rival yakin, pihak sekolah akan terus membuatnya menjadi permanen di sekolah sihir ini. Rival bisa membayanginya, lagi-lagi ia melepaskan napas panjang.

"APA dia ada di sini?" tanya Aidan melihat sekeliling.

Rival mengangkat kepalanya. "Ya, dia sedang memperhatikan mu. Mungkin dia suka dengan mu."

"APA!"

Semua melihat ke arah mereka.

"Rival, suruh dia untung membuang pandangannya, aku mohon." Aidan memohon.

Rival kembali menatap atas. "Jangan tatap dia seperti itu, percuma saja dia tidak bisa melihatmu." ucap Rival.

Arwah itu cemberut, menunduk sedih.

"Boleh kami gabung." Tiba-tiba Green dan Lisa menghampiri mereka meletakkan nampak makan siang mereka di meja tepat di depan Rival dan Aidan.

Rival menghela napas, karena ia tidak bisa terus menerus melakukan ini.

BRAK!

Ia memukul keras meja, membuat seluruh murid dan guru melihat ke arah mereka dengan tatapan heran, terkejut, begitu juga ketiga temannya.

"Rival, ada apa?" tanya Lisa sedikit takut dengan sikap Rival yang tiba-tiba.

Rival mengeluarkan napas panjang dengan satu hembusan, seperti mengeluarkan beban yang selama ini ia tahan dan akhirnya keluar juga. Green menatap Lisa dan kemudian Rival.

"Seharusnya kau tidak usah marah padanya." ucap Green sambil melahap makan siangnya di sendok.

"APA yang kau bicarakan?" tanya Rival.

"Tidak. Aku tidak bicara padamu, aku bicara pada arwah di sampingmu."

Mendengar itu Aidan dan Lisa mulai bergeser menghindar.

"Kau bisa melihatnya?" tanya Aidan.

"Ya, kami yang memiliki kekuatan alam selalu melihat hal seperti itu." Kembali melahap.

"Aku tidak tau apa yang dia mau." ucap Rival kembali frustasi.

"Kenapa tidak kau tanya saja." ucap Lisa.

"Berbicara dengan arwah tidak semudah itu!" ucap Aidan kesal tanpa sebab.

"Aidan benar, tidak semudah itu berbicara dengan arwah." balas Green.

Lisa mulai berpikir.

"Ada apa?" tanya Rival pada arwah yang tiba-tiba pergi begitu saja. "Mau ke mana dia?" Rival menghentikan makan siang untuk mengikuti arwah murid wanita itu.

"Mau ke mana dia?" Dengan terpaksa Lisa dan yang mengikuti Rival dari belakang meninggalkan makan siang mereka begitu saja. Tentu saja itu membuat para Fiacro alias penjaga kantin dan juru masak dapur kecewa, karena ada beberapa murid yang tidak menghabiskan atau mencuri mandiri peralatan makan mereka.

Tentu perasaan itu dirasakan oleh Green, dengan segera ia merapikan nampan miliknya dan yang lain, sementara menyingkirkan ke pinggir meja.

"Maaf, nanti saya akan kembali, tolong jaga sebentar." ucap Green, berlalu pergi setelah membungkuk pada para Fiacro yang berjaga saat itu.

Green pun berlari menyusul Rival dan yang lain.

"Lisa, Aidan!! Tunggu!!" Teriak Green berlari mengejar mereka.

BRUK!

Green menabrak sesuatu, wajahnya yang putih mulus harus terbentur keras seperti bagian tubuh seseorang, Green meringis kesakitan, ia bisa merasakan wajahnya pasti sedang tidak baik-baik saja.

"Green, kau tidak apa-apa?" tanya seseorang, suaranya yang berat membuat Green tersadar dan menyadari suara siapa itu.

"Kak Habil. Selamat siang." Green memberi salam dengan membungkuk.

"Kau tidak apa-apa? Apa itu sakit?" tanya Habil merasa bersalah.

Green menggeleng. "Tidak apa-apa. Aku baik-baik saja, kakak tenang saja."

"Tapi, wajahmu." Habil memberitahukan bahwa wajah Green saat itu sangat kacau.

"Tidak apa-apa." Green kembali membungkuk dengan cepat berlari begitu saja.

Tentu saja itu membuat Habil khawatir dengan bertolak pinggang dan melipat kedua tangannya mencoba berpikir apa yang terjadi, perlahan senyuman tipis namun tulus pun terlihat digaris bibirnya.

~*~

"Ada apa?" tanya Rival pada arwah itu.

Arwah itu cemberut dan kemudian menangis di depan pintu sebuah ruangan.

"Mau apa kita di sini?" tanya Lisa. Sampai menyusul Rival bersama Aidan.

"Aku tidak bisa membantu, jika kau berurusan dengan ruangan ini." Rival menolak, ia mencoba meninggalkan arwah tersebut.

Lagi-lagi arwah itu cemberut dan mulai berteriak, membuat lampu lentera yang menggantung bergoyang-goyang hebat. Itu membuat Lisa dan Aidan takut, memiliki berpelukan.