webnovel

School of Persona

Bagaimana rasanya hidup sebagai remaja di tahun 2042-2043? Ditengah perkembangan zaman yang semakin pesat dan kompetitif? Mereka itulah yang disebut sebagai ‘Generasi Emas Indonesia 2045’. Berdirilah School of Persona (SP). Sebuah asrama yang dibangun sebagai tempat pembinaan kompetensi dan kepribadian para remaja SMA penerima Haikal Scholarship in Leadership (HSL). Penghuni asrama elit itu sangat heterogen, mereka dituntut untuk memahami berbagai perbedaan persona di dalamnya. Mereka memiliki sisi yang membanggakan, normal, hingga 'liar' secara bersamaan. Bukan kamuflase, itu hanya ukum tiga wajah; pribadi; keluarga; publik. Banyak persoalan, rahasia dan masalah muncul diantara mereka, lama kelamaan membesar, lalu meledak sebagai bom waktu. Lalu, mampukah mereka membangun diri sekaligus menghadapi tantangan besar generasi mereka itu? Unlock the answer by reading this story! ------ Halo, Readers! Selamat datang di novel keempat Aleyshia Wein. Konsep novel ini adalah Fiksi Realistik dengan sentuhan Literary Fiction. Meskipun demikian, sisi romantis akan tetap ada tipis-tipis, baik diantara para penghuni School of Persona, atau Adriana dan Haikal. Author menyarankan untuk terlebih dahulu membaca karya kedua Author yang berjudul 'Laboratory Doctor and Activist' untuk lebih dekat dengan karakter dan kisah Adriana Gerrie dan M. Faqih Haikal yang terbilang cukup filosofis mendasari berdirinya The School of Persona. Seperti biasa gaya bahasa akan cenderung teknis, dan beberapa istilah advanced akan dijelaskan dalam notes Author. Happy reading! Regards, Aleyshia Wein.

aleyshiawein · Sports, voyage et activités
Pas assez d’évaluations
268 Chs

Right Away

Manty mendorong kursi roda Dania sore ini, sekedar berjalan jalan ke taman rumah sakit yang setidaknya cukup teduh dan rapi meski tak terlalu indah alias biasa saja. Dania pun tampaknya sudah bersyukur ada yang mengajaknya keluar dari kamar sesak rumah sakit yang telah Ia tempati lebih dari sebulan belakangan.

"Man, Aku mau duduk disitu ..." tunjuk Dania ke dekat kolam dengan air mancur kecil. Manty menurut saja, "Siap, Ibu Ratu," candanya.

"Haha ratu apaan deh. Gak ada Ratu yang sakit jiwa ..."

"Eh? Gak boleh gitu ngomongnya. Ngomongnya yang baik-baik aja, biar doa yang didengar Tuhan juga yang baik-baik aja," nasihat Manty panjang lebar. Kalimat pilihan Dania untuk merendahkan dirinya kali ini benar-benar menghantam jantung rasanya.

Tidak tega bahkan untuk sekedar didengar.

"Disini? Kamu mau ambil foto?" tawar Manty kemudian usai sampai di tempat tujuan. Memang teduh sekali disana, karena sebuah pohon besar menaungi mereka, oksigen ada dimana-mana.

Chapitre verrouillé

Soutenez vos auteurs et traducteurs préférés dans webnovel.com