webnovel

Sang Raden

"Terakhir yang aku ingat, aku tersesat lalu pingsan dekat makam di tengah hutan. Saat aku membuka mata, aku sudah berada di tempat asing antah berantah...." Kirana... Seorang gadis kota yang terjebak masuk kedalam alam lain yang bernama Negeri Negaran. Ketika Kirana sadar dari pingsannya, ia bangun dalam keadaan yang berbeda. Dari baju yang ia kenakan, gaya rambutnya, semua berubah. Orang-orang di Negaran memanggil dan mengenal Kirana dengan nama Nyimas Sekar. Nama asing yang belum pernah Kirana dengar sebelumnya. Nyimas Sekar sebenarnya sudah mati, kini raga dan wujudnya digantikan oleh Kirana. Gadis kota yang tidak tau apa-apa itu harus menggantikan posisi Sekar dan mengemban tugas untuk merawat seorang calon raja yang sekarat. Kirana berusaha mencari jalan pulang, namun ia malah terjebak semakin dalam, hingga Kirana harus mempertaruhkan nyawanya demi Raden Sastra, calon raja Negaran. Meskipun Kirana tidak mengerti bagaimana cara kehidupan orang masa lampau, tapi ia mencoba untuk beradaptasi, dari cara berpakaian, pekerjaan dan pola makan. Namun semakin lama Kirana semakin dalam masuk ke permasalahan yang ada disana, hal terberat adalah posisi dimana saat terjadi perang antara Raden Sastra dan Pamannya untuk berebut kekuasaan sebagai Raja. Kirana harus menyelesaikan tugasnya, supaya ia mendapatkan jalan kembali ke dunia nyata.

Nimas_3462 · Fantaisie
Pas assez d’évaluations
369 Chs

Terbang

Sebaliknya di Negeri Negaran...

Waktu kian berlalu, matahari senja mulai menampakan cahaya keemasannya. Hari ini Kirana bisa melihat sisi lain dari Raden Sastra, meskipun dirinya juga yakin bahwa Raden masih memiliki sifat yang sangat misterius dan tersembunyi. Ia masih belum bisa menangkap banyak, karena Raden Sastra sendiri juga membatasi dirinya ketika berbicara ataupun bersikap.

Apa yang ia saksikan pagi ini, semakin membuat Kirana penasaran pada Raden. Terkadang Raden bersikap pemarah, tapi juga bisa bersikap dengan sangat lembut, tak jarang juga, calon raja yang menyebalkan itu bersikap ganjen dan mesum.

Hari ini Kirana dan Raden Sastra menghabiskan waktunya di rumah paman, mereka berbincang tentang penyamaran dan apa saja yang harus dilakukan selama penyamaran itu. Dalam perbincangan itu Paman juga mengajari cara bercocok tanam, sang Raden bisa menangkap pembelajaran dan penjelasan dari paman dengan sangat cekatan, tapi semua itu terlalu sulit untuk Kirana yang awam. Bahkan untuk menanam bunga saja dia tidak tahu caranya, apalagi jika harus menanam padi atau umbi-umbian? Paman dan bibi sampai gemas menjelaskannya.

Kirana berjalan di jalan setapak menuju rumah kayu di mana mereka tinggal, ia berjalan dengan riang sambil membawa bunga ilalang di tangannya, sedangkan Raden berjalan di belakang Kirana, sambil terus menatap dingin kearah gadis itu. Ekspresinya benar-benar datar dan tidak sedikit pun berubah.

"Raden..." Kirana berhenti kemudian berbalik ke arah sosok pria yang sedang berjalan santai dan anggun. "Aku pernah melihatmu lompat dari pohon yang sangat tinggi, dan tubuhmu juga ringan sekali seperti kapas. Katakan padaku, apa kamu juga bisa terbang? Seperti yang ada di film kolosal itu" tanya Kirana dengan penuh semangat. Dia memang terlihat selalu ceria ketika perutnya sedang kenyang.

"Apa itu film kolosal?" tanya Raden, matanya melirik tajam ke arah Kirana.

Oh iya, dia mana tahu tentang film kolosal. Jangankan televisi, jam dinding pun tidak ada disini. Gumam Kirana dalam hati.

"Ahaha, lupakan tentang film kolosal. Jawab saja pertanyaanku, apa kamu juga bisa terbang? Berpijak pada angin" Kirana mengibaskan kedua tangannya sambil tersenyum lebar dan terlihat begitu imut.

Raden tetap datar meskipun sebenarnya dia sangat gemas, tapi disisi lain ia malas meladeni pertanyaan dari Kirana, Raden hanya menatapnya saja tanpa menjawab, ia pun tetap berjalan dan melewati Kirana yang masih menunggu dirinya berbicara menjawab pertanyaannya.

"Ish, manusia es ini benar-benar menyebalkan!" gumam Kirana kesal sambil memandangi punggung Raden yang semakin jauh.

Gadis itu masih belum menyerah, ia akan terus bertanya kepada Raden sampai mendapatkan jawabannya. Kirana beranjak dari tempatnya berdiri, ia pun langsung menyusul dan menghentikan langkah Raden. Kirana berhenti di depan pria itu kemudian merentangkan kedua tangannya.

Raden terhenti tepat didepan Kirana, kemudian terdiam sambil menatapnya. "Kamu belum menjawab pertanyaanku. Dan aku tidak akan membiarkanmu lewat sebelum kamu menjawab pertanyaanku tadi" Kirana menyilangkan tangannya di depan dada, merasa bangga kalau ancamannya akan membuat Raden menjawab pertanyaannya.

"Ternyata selain berani menggodaku, kau juga berani mengancamku?" Raden mulai mencoba mempermainkan Kirana lagi.

"A... Aku tidak menggodamu!" protes gadis berlesung pipi itu, Kirana mulai panik ketika melihat ekspresi Raden mulai berubah begitu menggoda.

Raden mulai mendekat dan semakin dekat dengannya, matanya yang dingin kini berubah sayu dan lembut membuat Kirana jadi salah tingkah.

"Nyatanya kau memang selalu menggodaku" bisik Raden dengan lembut, tangannya mulai bergerak membelai pundak Kirana dengan jari jemarinya yang halus.

"A... Apa yang kau lakukan!" panik, gugup, tangan Kirana yang terbuka dengan cepat bergerak menyilang menutupi pundak dan dadanya.

Melihat ekspresi Kirana yang seperti itu semakin membuat Raden sastra merasa senang, gadis manis itu terlihat sangat menggemaskan dan semakin membuat Raden ingin menggodanya.

"Menuruti kemauanmu, apalagi? Bukankah kau senang jika aku tergoda olehmu?" seringai tipis tersirat di wajah teduhnya.

Tubuh Kirana mulai gemetar, perlahan ia melangkah mundur untuk menghindari pria itu melakukan hal lebih jauh lagi pada dirinya. "Ahahah. Baiklah Raden kau tidak perlu menjawab pertanyaanku, le... Lebih baik kita pulang sekarang" gugup.

Kirana berbalik untuk menghindar dan kembali berjalan ke rumah, namun belum sempat ia kabur, Raden langsung menarik tangannya hingga Kirana terhempas masuk ke dalam pelukan Raden.

Mata mereka kini berpandangan dengan jarak yang dekat, Kirana tertegun menatap pria yang juga sedang menatapnya dalam. Wajah Raden kian mendekat, Kirana sama sekali tidak berani bicara ataupun bergerak sedikitpun. Jantungnya kian berdebar kencang ketika wajah Raden mulai mendekat, tubuh tegaknya kian membungkuk memeluk Kirana erat. Bibir Raden menghampiri telinga Kirana, nafasnya sampai terdengar menderu oleh gadis yang sedang dilanda kepanikan itu.

"Berpeganganlah dengan erat..." Raden Sastra berbisik lembut di telinganya, sampai-sampai Kirana merinding dibuatnya.

"Apa maksud... Aaaaa (Berteriak)"

Belum juga sempat Kirana bisa mencerna maksud dari bisikan Raden Sastra, tiba-tiba saja tangan Raden langsung memeluk pinggang Kirana dengan erat kemudian ia melompat tinggi ke atas pepohonan sambil membawa Kirana di pelukannya. Mata Kirana terpejam erat, tangannya memeluk Raden dengan erat seakan takut jika tiba-tiba terhempas.

Taappp....

Kaki Raden mendarat disalah satu pohon, ia kembali mengendurkan pelukannya. Nafas Kirana menderu kencang diiringi dengan detak jantungnya yang berdetak kuat, perlahan matanya terbuka dan melepaskan pelukannya dari tubuh Raden.

Namun... Setelah mengetahui bahwa dirinya masih berdiri di dahan pohon yang tinggi, Kirana mengurungkan niat untuk melepaskan pelukan itu. Tangannya dan kakinya gemetar, kening Kirana terlihat basah karena keringat dingin.

"Kau takut?" bisik Raden ditelinga. Tangan satunya berpegangan pada dahan di atas kepalanya, sedangkan yang satunya lagi masih merangkul pinggang Kirana.

"Aku... Hanya terkejut. Kau melakukannya secara tiba-tiba" jawab Kirana lirih dan bergetar.

Raden menyembunyikan senyumnya. "Dasar gadis bodoh, tadi dia bersikap berani sekali dan memintaku untuk terbang, tapi sekarang dia malah ketakutan seperti kelinci yang akan dilempar dari ketinggian" gumam Raden sastra dalam hati.

"Bisa kita turun sekarang?" tanya Kirana mencengkram kuat pinggang Raden Sastra.

"Tadi kau memintaku untuk terbang, sekarang kau memintaku untuk turun. Sebenarnya apa maumu!" jawab Raden dengan nada kesal. Sebenarnya ia tidak beneran kesal, hanya ingin mempermainkan Kirana saja.

"Tapi aku tidak menyuruhmu untuk membawaku terbang juga kan!" protes Kirana.

"Baiklah kalau begitu, aku tidak akan membawamu lagi" Raden Sastra melepaskan pelukannya kemudian beralih berpegangan di dahan pohon.

Kelakuan Raden semakin membuat Kirana ketakutan setengah mati, tega-teganya Raden melepaskan pelukannya begitu saja. Jika gadis itu sampai jatuh ke bawah, bisa-bisa tulang Kirana hancur berkeping-keping..

"Apa yang kau lakukan!" Kirana histeris ketakutan.

"Aku menuruti permintaanmu. Apa lagi?"

"Bukan begini maksudku!" Kirana mulai menangis. "Aku ingin turun, aku takut ketinggian" ucapnya lagi dengan nada yang lirih sambil terisak.

Sedikitpun Kirana tidak berani membuka matanya, tangannya juga masih memeluk kencang tubuh Raden yang bidang. Raden merasakan Kirana yang sudah sangat gemetar, membuatnya jadi merasa iba pada gadis itu.