webnovel

Runea

Ketika dunia dipenuhi manusia-manusia super, saat itulah sekolah kepahlawanan dibutuhkan. Dalam upaya untuk mengarahkan mereka yang memiliki kekuatan super agar tidak berbuat kriminal, pemerintah pun mengirim setiap anak yang memiliki kekuatan super ke sekolah kepahlawanan. Setiap anak yang dapat atau mempunyai kekuatan super mau tidak mau harus melewati masa remaja mereka di sekolah kepahlawanan. Baik bagi yang berpotensi menjadi penjahat maupun tidak. Ini adalah kisah mereka para remaja yang hidup dalam dunia yang dipenuhi manusia super dan penjahat super. Dengan konsentrasi penuh mereka mencoba mengendalikan kekuatan mereka dan menggunakannya untuk kebaikan. Apakah mereka berhasil dan menjadi pahlawan? Ataukah mereka malah gagal dan menjadi seorang penjahat super yang meresahkan masyarakat dan mengganggu keseimbangan dunia?

Anima_Manoe · Fantaisie
Pas assez d’évaluations
2 Chs

KEKUATAN

"Haruskah aku berubah pikiran?" tanya pria itu sekali lagi.

Anak berambut biru tua itu tidak menjawab. Dia hanya berdiri diam dan menatap pria di hadapannya dengan mata gemetar. Tubuhnya kaku tak ada reaksi apapun.

Mereka, orang-orang yang berpakaian punk bersorak-sorai dengan riuh dari berbagai tempat. Keberadaan mereka tersebar dalam jarak yang tidak begitu jauh dari posisi si pria bertubuh tinggi itu. Memukul-mukulkan botol plastik, balok kayu, dan ada banyak lagi benda-benda yang mereka gunakan untuk membuat keributan dalam kesenangan mereka.

"Bos," seorang pria bertubuh kurus muncul sambil menyeret anak laki-laki berambut hitam. Dia menghampiri pria yang disebutnya bos dengan rambutnya yang berdiri tegak hanya pada bagian tengah kepalanya. Ditambah dengan warna rambutnya yang berwarna-warni, membuat kepalanya tampak cerah. "Aku rasa dia temannya." katanya lalu mendorongnya ke depan si pria bertubuh tinggi itu.

Pria itu menatapnya. Menatap bocah berambut hitam itu lekat-lekat. Dengan tatapan yang sama yang selalu ia gunakan untuk mengintimidasi lawannya.

Anak berambut hitam itu tak terlihat takut ataupun menunjukkan ekspresi wajah terintimidasi. Berbeda dengan anak yang satunya yang masih terdiam. Meski begitu, ada sesuatu yang sedang dipikirkannya. Bukan kekhawatiran, tapi kebingungannya tentang segerombolan anak punk yang entah kenapa bisa ada di lingkungan Akademi Runea.

Pria itu mendekatkan wajahnya ke anak tersebut. Matanya melotot tepat saat ia menatap bocah itu. "...."

Anak itu balas meringis bingung. "Eh...Maaf, bisakah kami pergi? Kau menyuruh kami pergi bukan?"

Pria itu berdiri tegak, lalu memandang sekeliling. "Aku berubah pikiran." katanya sambil meremas tangannya. Memijat hingga ke bagian bahunya. "Aku pikir akan sangat merepotkan kalau melepaskan kalian." pria itu lalu menatap lagi bocah di depannya. "Ikat mereka." pria itu menyuruh salah satu anak buahnya.

"Eh? Tunggu—tuan, hei, bajingan." anak laki-laki berambut hitam itu memberontak ketika kedua tangannya dicengkeram. Melepaskan diri dan lalu menghajar pria itu. Pria itu terjatuh ke samping dengan memalukan. "Ayo pergi." katanya sambil menyeret lengan anak laki-laki berambut biru tua, yang akhirnya tersadar dan bergegas pergi.

Anak laki-laki berambut hitam itu berlari memimpin di depan. Tak jauh di belakang, anak laki-laki berambut biru tua mengikuti sambil memandang ke segala sisi. Di mana banyak sekali terdapat orang-orang berpakaian punk. Memang tidak dilarang oleh pemerintah setempat berpakaian punk seperti itu, namun, keberadaan mereka yang berada di satu tempat yang sama dan melakukan suatu hal yang mencurigakan bisa saja membuat banyak orang menjadi bertanya-tanya ketika melihat mereka.

Saat mereka berlari, orang-orang berpakaian punk itu hanya diam dan menyaksikan ke mana dua bocah itu berlari. Tanpa ada yang mengejar, dua bocah itu justru memilih melewati gedung-gedung. Pria bertubuh tinggi itu pun hanya tersenyum kecil. Lalu memerintahkan anak buahnya untuk mengejar dua bocah itu. "Tangkap mereka." katanya, kemudian mencari tempat duduk untuk bersantai.

Dua anak laki-laki itu masih berlari. Berada di antara gedung akademi yang mengapitnya, mereka berdua berhenti sejenak karena kelelahan.

"Kenapa kita lewat sini?" tanya anak laki-laki berambut biru tua, napasnya tersengal.

"Mana kutahu, aku hanya bergerak otomatis ke tempat yang tidak banyak dijaga." anak laki-laki berambut hitam membalas. Dia juga sama lelahnya. "Kita di mana memangnya?"

Mereka berdua mendongak memandang ke gedung yang ada di sekitar mereka. Berusaha mencari papan yang biasanya berisi nama ruangan atau gedung.

"Di mana kita?" tanya anak laki-laki berambut hitam lagi.

Sementara para gerombolan anak punk sedang berusaha mengejar dua bocah itu, dari atap gedung berdiri seorang pria bertubuh kekar dengan jubahnya yang berkibar sedang menatap ke arah pria bertubuh tinggi yang tak lain adalah bos dari gerombolan anak punk itu.

"Aku seperti mendengar sesuatu yang berisik."

Mereka berdua awalnya tampak berpikir suara apa itu, lalu tak lama akhirnya mereka menyadari.

"Lari!" seru anak laki-laki berambut biru tua. Dan mereka pun lanjut berlari. Entah ke mana.

Setelah keluar dari bagian dalam akademi, mereka berdua kemudian sampai di halaman tepat festival diadakan. Bagaimana mereka bisa sampai mungkin membuat diri mereka sendiri penasaran mengingat belum penah sama sekali menjelajahi lingkungan Akademi Runea.

"Wah, kita akhirnya kembali ke sini." kata anak laki-laki berambut hitam dengan wajah terkejut. Lalu menoleh ke belakang. "Mereka sepertinya masih mengejar. Aku bisa mendengar sedikit suara gaduh yang mereka buat."

"Ayo. Kita masuk ke kerumunan." ujar anak laki-laki berambut biru tua.

"Tunggu, apa itu tidak membahayakan yang lainnya?"

"Mereka bisa apa di hadapan pahlawan super kelas senior. Sudah, ayo."

Dua bocah itu kemudian berlari ke dalam kerumunan orang-orang yang sedang menikmati festival kepahlawanan. Bersuka ria dan tertawa riang menikmati hari yang bersejarah. Mereka berdua membaur dengan berjalan seperti orang kebanyakan. Berusaha santai dan menjaga degup jantungnya meski kegugupan dan kegelisahan menggerogoti mereka tanpa henti.

"Kemari." anak laki-laki berambut biru tua itu menarik baju temannya yang tampak bingung ditinggal sendiri di tengah kerumunan.

"Eh? Ap—apa-apaan ini?"

"Ini aku."

"Oh. Aku kira mereka berhasil menangkapku." anak laki-laki berambut hitam itu menghembuskan napas lega.

"Ssstt. Pelankan suaramu, nanti mereka dengar." katanya, lalu mengintip keluar.

"Tempat ini bagus juga. Tapi kenapa tidak ada barang apapun yang dijual?"

---

"Di mana mereka? Kenapa lama sekali?"

"Mencariku?"

Pria itu menoleh ke belakang. Saat pandangannya mengarah ke suara asing itu, dia langsung bangkit berdiri dan wajahnya tampak sangat terkejut. Mulutnya menganga menghapus ekspresi menyeramkan yang sering ia pasang di wajahnya. Begitu juga dengan tatapan yang sering ia gunakan untuk mengintimidasi. Semua luntur ketika bertatapan dengan sumber suara yang asing di telinga tapi terasa familier.

"K-kau?" pria bertubuh tinggi itu tergagap saat melihat lawan bicaranya. "K-kenapa kau a-ada di sini?" matanya melebar seiring pikirannya gagal memproses kenapa ada seorang pahlawan super kelas senior berdiri di hadapannya.

"Yah, aku pikir tidak ada salahnya menghadiri festival di salah satu akademi. Hm?" jawabnya sambil mengangkat bahu. "Bagaimana denganmu? Apa yang sedang kau lakukan di sini 'sendirian'?"

"Ak-aku—"

Pria berjubah itu melesat sekejap mata ke arah pria berambut punk yang tak lain adalah pimpinan dari gerombolan anak punk tadi. Tanpa disadari, pria berjubah itu sudah berada di samping kanan si pimpinan gerombolan anak punk itu. Wajah pria itu terkejut ketika bergerak menoleh ke samping kanan secara perlahan. Kibaran jubah itu tak lama berhenti setelah matanya menangkap ke mana perginya pahlawan super itu.

Pria berjubah itu lalu mencengkeram kepala pria itu, menutupi wajahnya dengan telapak tangannya yang bersarung warna merah terang. Tanpa mengalihkan pandangannya menatap pria itu, "Kau tahu, aku sangat tidak senang dengan keberadaan manusia lemah sepertimu. Manusia yang suka sekali bertingkah layaknya manusia terkuat.

"Kekuatan adalah segalanya di dunia ini, jangan bertingkah sok kuat saat kau bahkan hanya berani melawan anak kecil. Paham?" katanya lalu menatap pria itu. Pesonanya yang ceria seketika berubah jadi menyeramkan ketika tatapan tajamnya terarahkan dengan baik kepada pria itu.

***